Lorong Lurus Idrus Marham Sang Loyalis di Lajur Korupsi
Pagi menteri, sore tersangka korupsi. Itulah yang terjadi pada mantan Menteri Sosial RI Idrus Marham. Politisi licin dari Partai Golkar itu harus menjalani pemeriksaan KPK ke depan sebagai bukan sekadar saksi. Ia sudah dinaikan statusnya sebagai tersangka.
Ya. Tersangka kasus suap yang melibatkan mantan anak buahnya yang mantan anggota DPR RI: Eni Maulani Saragih. Angota Komisi VII DPR RI ini sudah lebih dulu menjadi tahanan KPK dan ditangkap saat di rumah dinas Idrus Marham.
Dari Eni, informasi keterlibatan Idrus dalam mega korupsi ini mengalir. Juga dari mitra bisnisnya Johanes Kotjo. Lengkapnya Johannes Budisutrisno Kotjo.
Pria yang namanya tercatat dalam 500 orang terkaya di Indonesia ini adalah pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited.
Idrus mengakui Johanes Kotjo sebagai sahabat. Seperti ia bersahabat dengan mantan Ketua DPR RI Setya Novanto yang sudah beberapa lama menjadi penghuni LP Sukamiskin. Kawan karib Idrus dan Kotjo ini juga terjerat kasus korupsi.
Sejak Eni ditangkap dan tiga kali dipanggil sebagai saksi, sudah diperkirakan Idrus sebentar lagi tersangka. Tapi, cara dia menghadapi status tersangkanya yang unik. Menjadi drama tersendiri.
Begitu ada pemberitahuan kalau KPK meningkatkan status ke penyidikan, ia langsung bikin surat pengunduran diri sebagai menteri. Ia antar surat itu ke Istana Negara. Ia pamit Presiden Jokowi. Masuk dengan pin menteri dan mobil dinas, pulan pin sudah tak terpasang. Juga tak lagi pakai mobil dinas menteri.
''Saya tak ingin merepotkan Pak Presiden Jokowi,'' katanya gagah. Ia pun mengaku sangat menghargai proses hukum. Karena itu, ia akan fokus menghadapi proses hukumnya di KPK.
Sore hari, KPK baru merilis keterengan resmi. Bahwa Idrus Marham memang sudah menjadi tersangka korupsi. Ia diduga menerima suap 1,5 juta Dollar AS. Ini setara dengan Rp 21,8 Miliar dengan kurs Rp 14.500. Besar kan?.
Eni --mantan staf Idrus yang dikader jadi politisi-- dicokok KPK karena terima suap Rp 500 juta dari komitmen fee sebesar Rp 4,5 miliar. Artinya, Eni hanya terima seperdualima dari suap yang diterima Idrus Marham dalam kasus PLTU Riau-1.
Kisah Idrus adalah cerita seorang loyalis. Saat muda, dia dibesarkan Basofi Sudirman saat menjadi Gubernur Jatim. Ia dikader dan menjadi seorang loyalis gubernur yang juga pengarang lagu dangdut berjudul Tidak Semua Laki-Laki.
Bersama Basofi, nama Idrus muda moncer di permukaan. Dari Basofi itu pula ia merintis karirnya sebagai politisi melalui Partai Golkar. Partai besutan Soeharto yang selalu menjadi partai pemerintah puluhan tahun.
Paska Basofi lengser dari gubernur, Idrus tetap melaju. Ia berpindah ke Jakarta dan terus berjuang sebagai kader Golkar. Ia pun menjadi anggota DPR RI dan menjadi elit partai itu dengan jabatan terakhir sebagai Sekretaris Jenderal.
Tampaknya, Idrus telah memilih sebagai loyalis terhadap siapa yang telah membesarkan. Termasuk menjadi loyalis Setnov hingga ia menjadi terpidana. Loyalitasnya ini tampaknya akan terus berlanjut. Tak muskil ia juga akan menemani Setnov di Sukamiskin sebagai sesama terpidana korupsi.
Sebagai sekjen, ia pun dikenal sebagai loyalis. Khususnya loyalis Setya Novanto. Saat politisi belut yang sempat dikenal sebagai kebal hukum ini diuber-uber KPK, Idrus tampak selalu menemani. Ia juga sering kelihatan berada di ruang sidang saat Setnov menjalani persidangan.
Sebagai wakil rakyat dan juga sekjen partai, ia tampak tak peduli dengan image yang akan muncul saat ia selalu mendampingi Setnov yang tersangkut korupsi. Hanya seorang loyalis yang mampu menjalani laku seperti itu.
Tampaknya, Idrus telah memilih sebagai loyalis terhadap siapa yang telah membesarkan. Termasuk menjadi loyalis Setnov hingga ia menjadi terpidana. Loyalitasnya ini tampaknya akan terus berlanjut. Tak muskil ia juga akan menemani Setnov di Sukamiskin sebagai sesama terpidana korupsi.
Sebagai kader Idrus selalu memilih lorong lurus. Lorong seorang loyalis. Lorong lurus termasuk dalam lajur korupsi. (Rif)