Lontong Balap, Kuliner Khas Surabaya yang Mulai Terlupakan
Namanya terdengar unik, lontong balap. Bahkan pernah menjadi trending lagu-lagu keroncong tempo dulu...." Semanggi Suroboyo...lontong balap Wonokromo..."
Sayangnya makanan legendaris dalam lirik lagu itu tinggal lontong balap yang masih bertahan, meskipun jumlah penjualnya tidak sebanyak dulu.
Semanggi semakin sulit ditemui. Sawah tempat persemaian semanggi, misalnya di daerah Benowo dan Tandes Surabaya Barat, sekarang berubah menjadi bangunan gedung untuk perumahan dan pabrik. Tanaman semanggi tidak bisa tumbuh lagi.
Sedang, Lontong Balap merupakan salah satu kuliner yang terkenal di Surabaya tetap disukai karena cita rasanya, meskipun sudah banyak yang mulai melupakannya.
Sepiring sajian kuliner tradisional ini menawarkan ragam isian untuk penikmatnya, walaupun terbilang sederhana.
Pada dasarnya lontong balap merupakan makanan yang terdiri dari lontong berkuah dengan isian taoge, tahu dan taburan bawang goreng.
Tak hanya itu, ada satu ciri khas dari lontong balap yaitu lentho. Lentho terbuat dari kacang yang direndam dengan berbagai bumbu selama satu malam yang kemudian ditumbuk, dikepal dan digoreng.
Pembeli juga dapat menambahkan kecap dan sambal petis. Ada yang bilang memasak sayur lontong balap itu gampang-gampang susah, tidak semudah memasak sayur lodeh.
Lontong balap dapat dijumpai di berbagai titik di Kota Surabaya, seperti di daerah Wonokromo, Jalan Kranggan, Jalan Kepanjen, Jalan Kertajaya XI dan beberapa sentra kuliner yang dikelola Pemerintah Kota Surabaya. Harga yang ditawarkan pun cukup murah, per 10 Agustus 2023 masih pada kisaran Rp15.000,- satu porsinya.
Berbicara tentang lezatnya lontong balap, jadi teringat dengan mantan Mendikbud, yang sekarang menjadi Ketua Dewan Wakaf Indonesia yakni Prof M Nuh.
Ia merupakan salah seorang yang menyukai lontong balap, bahkan menjadi pelanggan tetap lontong balap Pak Gendut Jalan Kranggan.
Setiap pulang ke Surabaya selalu 'andok' lontong balapnya P Gendut. Duduk di bangku kayu bersama pembeli yang lain, tanpa rasa malu. Yang malu malah penjualnya.
"Kulo malah sing isin, sanes Pak Nuh. Masio pejabat tinggi sek purun mangan pinggir embong," kata Pak Gendut kala itu dalam logat Surabaya yang artinya "Saya malah yang malu, bukan Pak Nuh. Meskipun pejabat tinggi masih mau makan di pinggir jalan."
Waktu itu warung lontong balap Pak Gendut masih terbuat dari tenda kain berdiri di atas trotoar, tapi sekarang sudah pindah ke seberangnya. Tempatnya lebih mentereng, menyerupai rumah makan, lokasinya pun cukup luas, tidak seperti pedagang kaki lima (PKL) lagi.
Pak Nuh, katanya, sampai sekarang masih suka nyambangi lontong balap P Gendut bersama istrinya.
Pak Nuh yang juga pernah menjadi Rektor ITS dan Ketua Dewan Pers, mengatakan, ada kenikmatan tersendiri kalau makan di pinggir jalan.
"Asal masakannya enak, pelayanan baik, walaupun warungnya di pinggir jalan dan saya suka, saya kunjungi. Langganan saya warung di pinggir jalan. Banyak, ada nasi goreng jawa dan soto ayam lamongan Cak To di daerah Pucang Anom. Kalau kepingin lontong balap saya ke Kranggan itu," ujar M Nuh saat berbincang dengan ngopibareng.id.
Sejarah Lontong Balap
Lontong balap tak hanya rasanya yang lezat dan khas, sejarahnya lontong balap ini sudah ada sejak tahun 1913.
Sisno pedagang lontong balap generasi tiga Lontong Balap Cak Pri yang terletak di Jalan Kebalen (Sampoerna) Surabaya, mengatakan, menurut cerita kakeknya, para pedagang lontong ini semuanya berjualan di daerah kebun binatang Wonokromo.
"Setiap pagi mereka keluar naik sepeda untuk menjual lontong dan saling kebut-kebutan. Dari kebiasaan kebut-kebutan itu kemudian ada yang menamakan lontong balap," kata Sisno.
Cerita Sisno tersebut ada kemiripan dengan sejarah nama lontong balap menurut Dinas kominfo Surabaya.
Nama itu bermula dari wadah serupa gentong yang dipikul oleh penjualnya. Agar tidak ketinggalan pembeli, para penjual ini memikul dagangannya dengan setengah berlari, sehingga terlihat seolah saling balapan.
Hal tersebut yang akhirnya melekat pada makanan ini dan melahirkan nama lontong balap, makanan khas Surabaya yang tetap disukai banyak orang.
Advertisement