Lodho itu Ayam Ingkung Berkat Megengan
Saya selalu kangen dengan acara megengan atau unggahan. Inilah acara selamatan yang selalu digelar kaum Muslim Jawa menjelang bulan Ramadhan.
Ingatan saya bukan pada apem seperti tradisi megengan di Surabaya. Tapi pada ayam ingkung alias ayam lodho dengan nasi gurihnya. Juga sambal goreng kentang dengan campuran jerohan ayam.
Di desa tempat saya besar, megengan atau lebih dikenal dengan sebutan unggahan memang tidak identik dengan apem. Tapi identik dengan selamatan dengan tumpeng berlauk ayam panggang berkuah.
Ayam yang dimasak seperti itu kini dikenal dengan sebutan ayam lodho. Pusatnya ada di Tulungagung dan Trenggalek. Juga mulai dijajakan di sejumlah warung di Suraabaya dan Sidoarjo.
Di Jogja, ayam lodho lebih dikenal dengan sebutan ayam ingkung. Yaitu ayam utuh yang dipanggang dan disiram kuah dengan bumbu santan. Gurih dan terasa bumbunya meresap sampai ke dalam.
Megengan atau unggahan tahun ini saya pergi ke Blitar. Sekaligus untuk nyekar atau ziarah kubur ke makam orang tua. Sekalian haul (peringatan kematian, red) ibu saya yang jatuh di bulan April.
Ah, kesempatan berburu ayam lodho. Makanya berangkat dari Surabaya dengan menghitung waktu agar sampai di Kediri pas makan siang. Berburu ayam lodho.
Memang tak banyak pilihan ayam lodho di Kediri. Hanya ada cabang Ayam Lodho Pak Yusuf dari Trenggalek. Di dekat pesantrenya Kiai Anwar Iskandar. Tak jauh dari STIAIN Kediri.
Ada juga di Restoran Rasatama Ngadiluwih, Kediri. Sekitar 7 kilometer dari kota Kediri ke arah Tulungagung. Memang tidak seistimewa ayam lodho di tempat asalnya. Namun cukuplah untuk menebus rasa kangen.
Rasatama merupakan restoran lesehan. Ada beberapa gazebo yang asri menjadi tempat makan. Tempat parkirnya cukup lumayan. Restoran yang bisa menjadi transit perjalanan panjang.
Ayamnya tak begitu istimewa karena bukan ayam kampung. Terasa terlalu lunak. Tidak ada kenyalnya seperti jika betul-betul ayam kampung. Tapi kuahnya, wuik terasa gurihnya.
Nasi gurih juga lumayan. Nasi yang dimasak dengan santan seperti nasi lemak di Malaysia ini dimasak dengan pas. Tak bikin neg meski makan banyak. Maknyus.
Apalagi dimakan dengan lalapan urap-urap. Ayam lodho Rasatama Ngadiluwih hari itu bisa menutupi rasa kangen ayam
Lodho. Apalagi harganya lebih bersaing dibanding Ayam Lodho Pak Yusuf.
Cukupkah? Belum. Di rumah Blitar, setiap menjelang puasa selalu diadakan acara kirim doa kepada orang tua dan leluhur yang telah meninggalkan kita. Di tempat saya disebut unggahan.
Unggahan dimaknai sebagai saat para ahli kubur diberi cuti oleh Allah SWT. Semacam pembebasan sementara selama bulan Ramadhan. Karena itu, diadakan selamatan unggahan alias dientas.
Dalam selamatan itu disuguhkan tumpeng dengan ayam utuh yang dipanggang. Dimasak dengan bumbu santan ayam. Seperti resep membuat ayam lodho alias ayam ingkung.
Ayam disajikan dalam nampan di atas nasi gurih. Disertai sambal goreng kentang dan jerohan. Ada mie kuning yang dimasak kering. Satu nampan dengan ayam kampung besar dimakan untuk sepuluh orang.
Jadi, kalau ada 200 orang tetangga yang diundang untuk baca tahlil di acara unggahan, maka diperlukan 20 tumpeng. Jaman dulu, tumpeng sekaligus dipakai sebagai berkatan.
Kini, caranya lebih praktis. Untuk makan ditempat pemilik gawe disediakan sendiri. Sedangkan untuk berkatan disendirikan sudah dalam satu paket. Praktis dan tidak merepotkan.
Saya lebih suka ayam lodho alias ingkung dari kenduren unggahan. Selain nikmat karena makan bersama banyak orang, bau doanya membikin makin terasa enak.
Apalagi pakai ayam kampung yang sudah besar. Nikmat penuh berkat. (Arif Afandi)
Advertisement