LIPI Pertanyakan Depok dan Solo yang Musnahkan Kelelawar
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mempertanyakan kebijakan beberapa pemerintah daerah yang memutuskan untuk memusnahkan kelelawar untuk mencegah penyebaran virus corona (SARS-CoV-2).
Peneliti bidang mikrobiologi LIPI Sugiyono Saputra mengatakan tidak semua kelelawar membawa virus SARS-CoV-2. Apabila kelelawar membawa virus, belum tentu kelelawar bisa menginfeksi manusia.
"Virus corona yang dapat menginfeksi manusia merupakan jenis virus yang telah mengalami mutasi atau rekombinasi dengan virus yang lain sehingga pada akhirnya dapat menginfeksi manusia. Selain itu, penularan COVID-19 kini adalah dari manusia ke manusia dan bukan lagi dari kelelawar ke manusia," kata Sugiyono dalam keterangan yang diterima seperti dikutip dari CNNIndonesia.
Sugiyono juga mengatakan penularan dari hewan ke manusia (zoonosis) didominasi oleh efek negatif kegiatan manusia. Pada banyak kasus, zoonosis timbul karena adanya tumpahan (spillover) dari populasi hewan reservoir ke populasi baru.
Manusia adalah populasi tersebut yang terinfeksi akibat interaksi kontak langsung Dalam hal ini, kelelawar dan satwa liar lain yang menjadi reservoir berbagai virus tersebut banyak ditangkap dari alam kemudian diperjualbelikan baik itu sebagai sumber pangan maupun obat.
"Dalam proses penangkapan dan pengolahan satwa liar tersebut, potensi terjadinya spillover sangatlah besar. Pada intinya, semakin tinggi frekuensi interaksi dengan satwa liar, semakin besar pula potensi transmisi virus yang mereka bawa ke manusia," kata Sugiyono.
Berdasarkan penjelasannya, Sugiyono kemudian mengimbau agar pemerintah tak sembarangan membasmi kelelawar tanpa alasan jelas demi mencegah penyebaran corona.
"Tidak perlu juga membasmi mereka tanpa alasan yang jelas karena mereka juga punya peran penting di alam," ujar Sugiyono.
Sugiyono kemudian menjelaskan peran penting kelelawar dalam ekosistem. Di antaranya adalah sebagai polinator atau membantu penyerbukan berbagai jenis tumbuhan berbunga, membantu penyebaran biji hingga membantu mengontrol hama dengan memakan serangga kecil.
Oleh karena itu, Sugiyono mengimbau agar kelelawar tak ditangkap dan dibiarkan di habitat alaminya agar ekosistem bisa terjaga.
"Feses dari kelelawar juga banyak digunakan sebagai pupuk," kata Sugiyono.
Sebelumnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Solo memusnahkan ratusan kelelawar jenis kalong dan codot di Pasar Binatang Peliharaan Depok, Sabtu 14 Maret. Mamalia terbang itu dikhawatirkan menjadi binatang pembawa (vector) virus corona.
Di sisi lain, pedagang di Pasar Beriman Kota Tomohon, Sulawesi Utara tetap menjual daging kelelawar di tengah penyebaran virus corona.