Lindungi Santri Putri dari Kekerasan, Ini Strategi NU Kota Malang
Kehadiran para santri, khususnya santri putri di lembaga pendidikan Islam seperti pondok pesantren dan sekolah-sekolah berciri khusus, harus mendapat perlindungan serius. Karena, seringkali para santri putri mendapat perlakuan buruk, seperti pelecehan dan tindak kekerasan lainnya.
Hal itu terungkap dalam Workshop Penanggulangan Kekerasan Seksual terhadap Anak dan Perempuan di lembaga Pendidikan Berbasisi Agama, bertempat di Aula lantai 3 Kantor PCNU Kota Malang, Rabu, 23 November 2022.
Kegitan workshop teresebut, diselenggarakan Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) NU Kota Malang bekerjasama dengan Pusat Pengembangan Riset Sistem Peradilan Pidana Universitas Berawijaya (PERSADA UB), ECPAT Indonesia, dan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia.
Menurut Ketua Panitia penyelenggara M. Naufal Irfan T, workshop ini bertujuan untuk menjadi pengetahuan bagi tenaga pendidik sebagai langkah awal dalam mengurangi dan menghapus adanya kekerasan seksual dalam dunia instansi berbasis agama.
Sehingga bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat akan instansi pendidikan berbasisi agama.
Perlindungan bagi Santri
Kegiatan ini dibuka Ketua PCNU Kota Malang, KH. Dr. M. Isyroqun Najach. Dalam sambutan ia menjelaskan, para santri putri dan siswi adalah sebuah harta yang harus dilindungi. Sehingga menjadi kewajiban untuk kita para tenaga pendidik mencari cara dalam menanggulangi kekerasan seksual dan mengarahkan santri dan siswi menuju hal yang positif.
Workshop Penanggulangan Kekerasan Seksual terhadap Anak dan Perempuan di Lembaga Pendidikan Berbasis Agama ini mendatangkan beberapa pemateri yang ahli di bidangnya.
Mereka adalah Dr. Ahmad Sofian, S.H., M.Hum, Koordinator Nasional ECPAT Indonesia, membahas tentang konsep kekerasan seksual dan batasan-batasannya berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Zulkarnaen, SH., MH dari PCNU Kota Malang membahas tentang motif kekerasan seksual pada lembaga pendidikan berbasis agama, dan berbagai upaya dalam menanggulanginya.
Selain itu, Dr. Fachrizal Afandi, S.Psi., S.H., M.H., PERSADA UB membahas tentang pengaturan Hukum di Indonesia dalam menanggulangi kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan.
Dr. Vinita Susanti, M.Si. Kriminolog UI membahas tentang mengenali dan meminimalisir dampak kekerasan seksual di lingkungan pendidikan agama perspektif kriminologi.
Selain itu, ada Dr. Rena Yulia, S.H., M.H. Viktimolog UNTIRTA membahas tentang berbagai cara bagi lembaga pendidikan untuk melindungi korban anak dan perempuan yang mengalami kekerasan seksual.
Terakhir, Ana Abdillah, Direktur WCC Jombang membahas mengenai pengalaman dan studi kasus penanganan perkara kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan sehingga dapat menjadi acuan dalam menangani kasus serupa.
Dalam diskusi dengan enam pemateri ini, menghadirkan delapan pertanyaan dengan lima orang penanya, adapun salah satu pertanyaan yang sangat releval adalah barang bukti apa yang diberikan untuk melaporkan kasus kekerasan seksual baik fisik ataupun nonfisik.
Jawaban Kasus
Adapun para pemateri memberikan jawaban bahwa bukti yang harus disertakan ketika melaporkan kasus dengan korban kekerasan seksual. Dalam hal fisik bisa berupa kesaksian korban ataupun saksi ahli. Terkait hal ini, pihak korban bisa melakukan konsultasi pada psikolog dan psikolog. Juga bisa memberikan keterangan sebagai saksi ahli. Selain itu alat bukti lainnya tertera pada Pasal 24 dan 25 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Sedangkan untuk korban kekerasan seksual nonfisik bisa berupa bukti eletronik, keterangan saksi, alat bukti surat dan alat bukti lain yang tertera pada Pasal 24 dan 25 UU TPKS.
Pada pukul kurang lebih 13.00 kegiatan Workshop Penanggulangan Kekerasan Seksual terhadap Anak dan Perempuan di Lembaga Pendidikan berbasisi Agama ditutup dengan penyerahan sertifikat dan kenanng-kenangan oleh pihak LBPHNU. Demikian penjelasan Dr. Fachrizal Afandi, S.Psi., S.H., M.H, Ketua LPBH NU Kota Malang dan Fajar Santoso, S.H., M.H, Sekretaris LPBH NU Kota Malang.
Advertisement