Lindungi Generasi Digital, Tantangan IPNU-IPPNU Pilar Terdepan
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) diharapkan menjadi pilar terdepan dalam manajemen isu untuk melindungi Generasi Digital dari paparan digitalisasi yang negatif.
"Rekan-rekanita dari ranting hingga wilayah IPNU-IPPNU harus mampu merumuskan manajemen isu terhadap isu-isu negatif yang menyasar kita dari kalangan nahdliyin," kata Ketua PW IPNU Jatim M Fakhrul Irfansyah pada acara Megengan Akbar di Aula KH. Bisri Syansuri Gedung PWNU Jawa Timur Surabaya, Jumat (1 Maret) malam.
Dalam acara refleksi untuk merayakan Harlah ke-70 IPNU dan Harlah ke-69 IPPNU yang juga dihadiri Ketua PW IPPNU Jatim Aisyah Nur Afifah, pengurus PKPT dari sejumlah kampus di Surabaya-Sidoarjo, serta beberapa alumni IPNU Jatim itu, Irfansyah mencontohkan "ploncoan" santri di Kediri yang viral di media sosial.
"Meski pesantren itu masih baru, belum legal, dan bukan anggota RMI NU, tapi karena kasusnya terjadi di Kediri dan di pesantren, maka warganet langsung mengidentikkan dengan NU. Karena itu rekan-rekanita harus melakukan manajemen isu, seperti counter isu, atau menunjukkan contoh pesantren NU yang anti-kekerasan," katanya.
Dakwah Para Aktivis NU
Dalam kesempatan itu, anggota Majelis Alumni (MA) IPNU Jatim Edy M Ya'kub menjelaskan kesalehan digital dalam konteks dakwah digital itu penting, mengingat radikalisasi lewat dunia digital juga masif didakwahkan para aktivis dan simpatisan kelompok radikal, bahkan ada yang berkedok nama "One Ummah" untuk mengecoh masyarakat dan aparat.
"Ya, dakwah digital itu bukan sekedar viral, melainkan materi dakwah yang bermanfaat, karena dunia digital memang merupakan dunia yang merombak struktur komunikasi antarmanusia dari komunikasi nyata menjadi komunikasi maya/digital, yang bila tidak diberi konten yang saleh akan justru bersifat "bumerang". Viral tapi virologi (meracuni/maksiat)," katanya.
Menurut Edy yang juga penulis buku "Kesalehan Digital" (2023) itu, sikap yang tidak saleh itu bisa menjadi "mesin pembunuh" karakter.
"Ibaratnya, kemajuan sekarang itu hanya teknologi-nya yang maju, tapi manusia-nya tetap nggak maju, karena karakter 'menghalalkan' segala cara seperti hoaks/framing, scam/penipuan, hack/retas, phishing/quishing, dan isu digital terbaru lainnya," katanya.
Lebih dari itu, jebakan digital yang lebih gawat dari sekadar hoaks dan tindak kriminalitas bermodus digital adalah justru radikalisasi lewat dunia digital, seperti para mantan anggota HTI yang terus melakukan penggalangan kader di dunia maya, bahkan baru saja berani tampil di TMII (17 Februari 2024), meski HTI sudah lama dibubarkan (2017).
"Karena itu, saya sependapat dengan Rekan Irfansyah bahwa IPNU dan IPPNU harus menjadi pilar terdepan bagi Generasi Digital yang maju secara talenta digital (kreatif), namun juga maju dalam kesalehan atau karakter digital (arif), dengan tetap dalam bingkai ajaran Islam yang rahmatan lil alamin," katanya, didampingi anggota MA IPNU Jatim lainnya, Choirul Anam Pucang.