Lima Sebab Bencana Mengerikan, Ini Wasiat Ulama Pesantren
Serentetan bencana alam terjadi di Indonesia. Sepanjang 2018, terdapat gempa di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Belum tuntas penyelesaian bencana di Lombok, menyusul berikutnya Tsunami dan gempa bumi di Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah. Kini, menyusul tsunami di selat Sunda. Gunung Krakatau sedang mengeluarkan magma panasnya.
Pendiri Pesantren Al-Hikam Malang, KH A Hasyim Muzadi (almaghfurlah), pernah berpesan tentang bencana besar yang mengerikan. Hal itu disebabkan beberapa hal. Untuk jelasnya, berikut pesan-pesan wasiat Ketua Umum PBNU (1999 – 2010) ini:
Banyak sekali bencana alam terjadi. Bencana alam itu terjadi karena beberapa sebab. Sebab yang pertama karena ulah tangan manusia. Gara-gara hutan dibabati, jadi banjir. Di Sidoarjo, tanah digali sampai keluar lumpur. Itukan gara-gara tangan manusia. Kerusakan lautan karena cari ikan pakai bom, lalu ada lagi yang mengeruk pasir tidak teratur akhirnya longsor.
"Kalau akhlak sudah gak karuan, maka lahirlah sebab yang ketiga yakni hilangnya nahi mungkar. Jadi kita ini diperintah Allah untuk dua hal, amar ma'ruf nahi mungkar."
Yang kedua, bencana terjadi karena rusaknya akhlak. Dulu umat Nabi Nuh ditenggelamkan karena kafir, umat Nabi Lut ditenggelamkan karena laki-laki tidak mau kawin dengan perempuan, dan perempuan kawin dengan perempuan.
Perilaku seperti umat Nabi Lut ini masih ada sampai sekarang. Jadi, kelakuan yang rusak itu disebabkan hilangnya siddiq dan amanat. Implementasi amanat itu kalau dititipi harus sampai atau dilakukan.
Nah, amanat itu sendiri ada dua yakni dari Allah yang berupa syariat, dan amanat dari manusia yang berupa titipan. Titipan ini apa saja? Titipan barang, aspirasi dan lain-lain.
Kalau akhlak sudah gak karuan, maka lahirlah sebab yang ketiga yakni hilangnya nahi mungkar. Jadi kita ini diperintah Allah untuk dua hal, amar ma'ruf nahi mungkar.
Amar ma'ruf itu mengajak kepada kebaikan. Nahi mungkar itu mencegah kemungkaran. Itu seolah tidak ada karena wis roto mungkar kabeh.
Ketika kemungkaran tidak ada yang menghentikan, maka Allah memerintahkan mahluknya yang lain untuk menghentikannya.
Ini semua sebetulnya i'tibar bagi kita. Tapi sering kali kita tidak tahu. Fa'tabiru ya ulul albab. Ulul albab itu orang yang akal dan hatinya jalan atau berfungsi.
Tapi sekarang itu banyak orang yang hatinya jalan tapi akalnya tidak jalan. Sehingga dia itu tidak mengerti i'tibar atau fenomena sekarang, walaupun seorang dai itu profesor.
Sebab yang ketiga adalah nahi mungkar yang tidak dihentikan seperti yang dijelaskan tadi, maka ada yang keempat, yaitu umumul balwa. Artinya ada kejahatan yang merata.
Tapi karena sudah rata maka dianggap biasa mergo usum (karena sudah zamannya). Jadi ketidakwajaran itu kalau sudah merata menjadi kewajaran. Ini juga menjadi sebab bencana.
Sebab yang kelima adalah tidak berhentinya kejahatan manusia ketika diberikan musibah. Lalu diganti dengan baliyah. Kalau baliyah itu tidak bisa menghentikan maka yang datang adalah tadmir yakni kehancuran yang luar biasa. Wa dammarnahum tadmira. Berarti orang sekarang ini dengan banyaknya balak seperti ini, menurut sampeyan sudah pada ingat Allah apa belum?
Menurut saya masih belum. Berarti bencana ini belum mengingatkan.
Karena belum bisa mengingatkan maka secara kaidah, syariahnya jalan terus sampai orang itu sadar. Oleh karenanya maka kita harus sadar duluan.(adi)