Lima Prinsip Kalender Islam Global, Tolak Garis Tunggal Ka'bah
Peradaban Islam yang telah berdiri selama berabad-abad belum memiliki sistem penanggalan tunggal, dalam artian satu tanggal yang sama secara global.
Terkait hal itu, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Prof Syamsul Anwar mengkritik wacana patokan Garis Tanggal Internasional ditarik dari atas Ka’bah. Sebab apabila garis tersebut ditarik dari tanah yang banyak penduduknya, maka akan kesulitan mengadakan pertemuan karena akan ada dua hari yang berbeda dalam satu wilayah.
Dalam rangka sosialisasi akan pemahaman ini, Syamsul Anwar menerangkan prinsip-prinsip Kalender Islam Global.
Berikut Lima Prinspi Kalender Islam Global:
Pertama, Keselarasan hari dan tanggal di seluruh dunia.
Artinya, kata Prof Syamsul, seluruh dunia itu satu hari satu tanggal. Hal ini diperkuat oleh ulama ahli hadis yaitu Ahmad Muhammad Syakir, seorang pensyarah Sunan Tirmidzi, yang mengatakan awal bulan Kamariah bagi umat Islam wajib jatuh pada hari yang sama di seluruh dunia tanpa memandang jauh-dekat.
Kedua, Penggunaan Hisab.
Menurut Prof Syamsul, pembuatan kalender mau tidak mau harus menggunakan perhitungan astronomis atau hisab. Hampir para ulama telah sepakat bahwa hisab diakusi sebagai sarana yang sah untuk menentukan waktu ibadah. Hisab memang tidak menjadi metode utama yang digunakan Nabi Muhammad tatkala meninjau awal bulan, namun isyarat-isyarat di dalam literatur al-Quran dan al-Hadis telah menunjukkan bahwa hisab merupakan metode yang kuat secara nash.
Ketiga, Kesatuan Matlak.
Menurut Prof Syamsul, seluruh dunia dipandang sebagai satu kesatuan matlak tidak ada perbedaan karena letak geografik atau politik. Bumi sebagai satu matlak, sehingga apabila di suatu tempat di mana pun di muka bumi telah terjadi imkanu rukyat, maka itu dipandang berlaku bagi seluruh kawasan muka bumi.
“Kesatuan matlak maksudnya seluruh dunia ini satu matlak atau satu zona. Tidak boleh dibagi-bagi. Kalau dibagi-bagi, kasusnya seperti kalender zonal biasanya, yang dampaknya Puasa Arafah antara kawasan Amerika Serikat dan Timur Tengah bisa berbeda,” Prof Syamsul dalam Pengajian Tarjih edisi k-136 pada Rabu.
Keempat, Globalisasi visibilitas hilal atau transfer imkanu rukyat.
Menurut Prof Syamsul, pada saat di suatu bagian dunia sudah imkanu rukyat, daerah lain belum mengalaminya, bahkan di tempat itu bulan masih di bawah ufuk. Keadaan ini menghendaki adanya prinsip transfer imkanu rukyat. Hal ini juga bisa disebut dengan rukyat global.
“Misalnya imkanur rukyat di benua Amerika bisa ditransfer ke empat benua lainnya. Bila imkanur rukyat terjadi di Amerika, maka itu dianggap semua wilayah di permukaan bumi telah imkanur rukyat. Artinya, benua Asia, Afrika, dan Australia, mengikut ke benua Amerika,” terang Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga ini.
Kelima, Penerimaan Garis Tanggal Internasional.
Garis Tanggal Internasional merupakan garis demarkasi khayal di permukaan bumi yang membentang dari Kutub Utara ke Kutub Selatan dan membatasi perubahan satu hari kalender ke yang berikutnya. Garis ini melewati tengah Samudra Pasifik, mengikuti garis bujur 180 derajat, garis ini yang menjadi batas awal hari baru.
Kritik Patokan Garis Tunggal
Prof Syamsul pernah mengkritik wacana patokan Garis Tanggal Internasional ditarik dari atas Ka’bah. Sebab apabila garis tersebut ditarik dari tanah yang banyak penduduknya, maka akan kesulitan mengadakan pertemuan karena akan ada dua hari yang berbeda dalam satu wilayah.
"Artinya, dalam satu kawasan Masjidil Haram, sisi barat jamaah sedang menunaikan salat jumat dan sisi timur sedang berlangsung Salat Zuhur.
“Kalau wacana Garis Tanggal Internasional ditarik dari atas Ka’bah ini diterima, maka Ka’bah bagian barat Masjidil Haram itu sudah masuk hari jumat sementara bagian timurnya masih hari Kamis, padahal salat jumat di Ka’bah itu mengelilingi Ka’bah, berarti yang satu Salat Jumat yang satu Salat Zuhur Kamis,” tutur Prof Syamsul.
Advertisement