Lima Pesan Ramadhan, Ada Sindiran Nabi Paling Tajam dari Haedar
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haeda Nashir menyampaikan lima pesan khusus kepada umat Islam, khususnya warga Persyarikatan, dalam menjalankan ibadah bulan suci Ramadhan.
Pertama, Haedar mengatakan, dalam melaksanakan puasa harus betul-betul dengan kondisi lahir dan batin.
“Jangan sampai puasa itu hanya mengubah jadwal makan dan minum kita tetapi tidak mengubah perilaku makan dan minum kita yang dimestikan untuk tetap tidak boleh israf (melampaui batas)?” kata Haedar Nashir.
Lebih dari sekadar menahan lapar dan haus, puasa batin dapat menghasilkan perilaku yang jujur. Tidak hanya jujur di muka, namun jujur di mana saja bahkan dalam kondisi yang jauh.
Puasa yang menghasilkan kejujuran dikala di rumah lebih-lebih di luar rumah itulah wujud sebenarnya puasa yang lahir dan batin.
Haedar pun menceritakan, kisah Nabi. Suatu saat nabi sedang keliling di kota Madinah ada seseorang yang sedang memaki-maki hamba sahayanya padahal saat itu bulan puasa lalu Nabi dengan santun memberi kurma kepada orang itu.
“Ya Rasul kenapa engkau berikan kurma padahal aku sedang berpuasa?” apa kata Nabi? “Banyak orang yang namun dia tidak mendapatkan apapun dari puasanya selain lapar.”
Itu sindiran Nabi yang paling tajam. Saat ia berpuasa seharusnya ia dapat menahan nafsu amarahnya maka sama saja puasa yang dilakukannya tak mendapat apapun selain lapar.
Kedua, pada bulan puasa Ramadhan kita disunnahkan untuk melaksanakan salat tarawih. Haedar mengimbau agar masyarakat tidak memaksakan diri apabila salat tidak memungkinkan untuk ditunaikan di Masjid.
Bukan berarti mengajak orang untuk menjauhkan diri dari masjid, tetapi karena kondisi yang masih tidak memungkinkan, selain itu melaksanakan salat di rumah pun kita bisa khusyuk.
“Jadikan Qiyamul Lail (tahajud, tarawih, dan salat malam) kita itu menjadikan diri kita orang-orang yang memperoleh kemuliaan dalam hidup kita lahir dan batin,” tutur Haedar.
Haedar menjelaskan orang yang mulia lahir dan batin dia tidak akan makan barang yang haram termasuk yang subhat. Di saat dia punya peluang dia tidak akan melakukan penyimpangan apapun ketika ada ruang untuk menyimpang dan dia tetap jujur ketika di luar jauh dari jangkauan orang, itulah kemuliaan buah dari kita Qiyamul lail. Dan qiyamul lail itu harus menimbulkan hati yang semakin tentram termasuk menghadapi berbagai macam hal dalam kehidupan kita.
Ketiga, dengan mempelajari Al-Qur’an tetapi lebih dari itu pahami Al-Qur’an arti makna dan maksudnya dan praktekkan dalam hidup.
Ditegaskan Haedar, Al-Qur’an harus jadi petunjuk mana yang baik, benar, keliru, halal, buruk, salah, yang pantas dan tidak pantas. Orang yang paham Al-Quran mempratekkan Al-Quran dengan bisa memilah milahnya, dia lakukan yang benar dan tidak lakukan yang salah.
Ketika ketidakpantasan, keburukan, dan kesalahan itu membuat diri kita senang nah ini yang perlu hal-hal yang salah itu membuat kita senang tetapi senang seketika.
Sebagai contoh, Pendiri Muhammadiyah Kiai Dahlan mengajarkan surat Al-Maun selama tiga bulan. Al-Maun itu dihafalkan ratusan tahun oleh orang Islam tetapi tidak membekas dan dipraktikkan menjadi sebuah gerakan untuk membela yang miskin, yatim, dhuafa, mustadafin, dan lainnya.
Maka tahfizul Qur’an harus dibarengi dengan pengamalan al-Qur’an juga ilmu harus tetap kita raih di bulan Ramadhan. Maka, selain mempelajari Quran kita juga harus mempraktekkan ilmunya.
Keempat, jadikan bulan Ramadhan bulan beramal bersedekah. Bahkan Nabi memberi rambu-rambu bahwa sedekah yang paling afdal di bulan Ramadhan. Bukan berarti di bulan lain tidak baik namun ini memicu kita untuk semakin berlomba untuk bersedakah.
Kelima, Ramadhan harus jadi wasilah untuk kita cinta bangsa. Kata Allah, tidak disebut beriman seseorang sampai terbukti ia mencintai sesama seperti mencintai dirinya.
“Perbedaan agama, ras, suku, bahkan politik jangan sampai hilang rasa cinta kita kepada sesama. Maka orang mukmin harus mencintai sesamanya dalam keragamaan dan cintanya harus tulus,” terang Haedar.
“Indonesia ini milik kita bersama diperjuangkan bersama-sama dan kita umat Islam memberi saham besar bagi Indonesia maka kondisi apapun pada bangsa ini menjadi tanggung jawab bersama.
"Tumbuhkan sikap tabligh, amanah, shiddiq, dan fatonah. Kalau mempraktekkan itu insyaAllah selamat dan maju,” sambungnya.
Selain itu, menurut Haedar, dalam berbangsa juga harus saling memiliki. Jangan karena berbeda politik kita terpecah. “Kita boleh mengkritik kondisi yang tidak baik tetapi jangan kehilangan cinta kepada Indonesia,” pungkasnya.
Kelima pesan jelang Bulan Puasa Ramadhan ini disampaikan Haedar Nashir pada kegiatan Tarhib Ramadhan Bank Indonesia.