Lima Perupa Gagal Pameran di Jerman, Begini Kronologinya
Lima orang perupa, masing-masing Budi Ubrux, Bayu Wardana, Yul Hendri, Ali Umar dan Ridi Winarno, batal berangkat ke Berlin, Jerman, untuk menggelar pameran. Salah seorang diantaranya, yaitu Budi Ubrux menulis surat terbuka yang menjelaskan kronologi mengapa mereka batal berangkat, dan mengunggahnya di Facebook. Atas persetujuannya, kami memuat tulisan itu, seutuhnya.
Surat Terbuka
Untuk Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi; PERIHAL DANA BANTUAN UNTUK KE BERLIN.
Pertama-tama, saya ingin menegaskan, bahwa niat utama saya menulis Surat Terbuka ini, ialah karena rasa tanggung jawab moral saya pada Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), yang telah memberi bantuan pada saya (dan kawan-kawan), berupa dana (sekitar) sebesar Rp. 205 juta (jumlah tepatnya akan saya rinci nanti).
Karena bagi saya, itu adalah dana pemerintah, yang berarti juga dana yang berasal dari pajak rakyat, maka saya pun merasa harus bertanggungjawab menyampaikan ke publik; apalagi ketika program keberangkatan pameran ke Berlin, yang mendapat dukungan atau bantuan dana dari Kemendikbud Ristek itu, akhirnya tidak berjalan sebagaimana direncanakan.
Agar publik bisa memahami konteks apa yang akan saya sampaikan dalam Surat Terbuka ini, baiklah, saya akan mencoba menuliskan kronologinya.
Saya, pertama kali diajak oleh Noor Ibrahim, untuk ikut dalam rencana pameran ke Berlin. Menurut Ibrahim, ia mendapat undangan dari kawan seniman relasinya, Clara Jorris, untuk berpameran di Art Lab di Berlin. Maka, selain saya, Ibrahim pun mengajak kawan-kawan perupa lainnya. Total ada 9 nama.
Maka kami pun mencoba mencari dana untuk bisa memenuhi undangan itu. Upaya pencarian dana yang pertama kali kami lakukan, ialah dengan membuat karya kolaborasi. Hasilnya sebuah karya lukis berukuran 2x4 meter. Menurut Ibrahim, karya itu akhirnya sudah dibeli oleh seorang kolektor, dan uang dari hasil karya lukis itu, diperuntukkan membeli tiket ke Berlin pulang-pergi untuk 9 orang.
Hanya itu informasi yang disampaikan oleh Ibrahim pada saya. Ibrahim tak pernah menjelaskan pada saya, siapa nama kolektor itu, dan berapa sesungguhnya nilai atau harga lukisan hasil kolaborasi itu.
Tapi kemudian muncul pandemi Covid-19. Rencana keberangkatan ke Berlin, ditunda. Menurut Ibrahim, karena tak jadi berangkat ke Berlin, maka tiket pesawat itu di re-fund. Saya tidak pernah mendapat kejelasan soal uang re-fund tiket pesawat itu. Berapa jumlahnya, dan seterusnya.
Seiring meredanya pandemi Covid-19, maka rencana keberangkatan ke Berlin, kembali dibicarakan. Tetapi ada 3 nama yang kemudian mengundurkan diri. Hingga yang tetap berniat ke Berlin, tinggal 6 orang. Yakni, saya (Budi Ubrux), Noor Ibrahim, Bayu Wardana, Yul Hendri, Ali Umar dan Ridi Winarno.
Atas ide atau inisiatif Ibrahim, agar mendapatkan “dana tambahan” untuk berangkat ke Berlin (akomodasi dll) maka digagas mengadakan pameran fund raising “Goes to Berlin” di Omah Petruk, Karang Klethak. Dari fund raising ini, mendapatkan donasi dana sebesar Rp. 30 juta dari Eros Djarot.
Oleh Eros Djarot, donasi uang itu diniatkan untuk membeli tiket Bayu Wardana dan Tridi Winarno. Maka Eros memberikannya langsung ke Bayu Wardana. Tapi, oleh Ibrahim, uang itu diminta untuk ditransfer ke Ibrahim: dengan argumen, uang itu adalah uang kelompok dan semestinya digunakan untuk kelompok. Oleh karena itu, uang harus dikumpulkan di Ibrahim (sebagai pimpinan kelompok). Dan Bayu Wardana pun memberikan uang dari ErostDjarot itu pada Ibrahim.
Upaya lain mencari tambahan dana, ialah dengan mengajukan proposal ke Kemendikbud Ristek. Pada akhirnya, Kemendikbud Ristek memberikan bantuan berupa dana untuk 4 perupa (dari 6 perupa) yang akan berangkat ke Berlin. Masing-masing mendapatkan Rp. 51. 864. 000,- dan langsung ditansfer ke rekening atas nama yang menerima.
4 orang yang menerima bantuan dari Kemendikbud Ristek itu ialah: saya (Budi Ubrux), Yul Hendri, Ridi Winarno, dan Noor Ibrahim. Saya menyebutkan nama-nama tersebut, agar tidak terjadi kesalahpahaman atau fitnah, dan agar segalanya menjadi jelas.
Seperti saya sampaikan di atas, dana dari Kemendikbud Ristek itu, ditransfer langsung ke masing-masing penerima bantuan (yakni 4 nama tersebut di atas). Tapi, Ibrahim menjelaskan, karena dana bantuan dari Kemendikbud Ristek itu adalah untuk kepentingan kelompok, maka saya (Budi Ubrux, Yul Hendri, Ridi Winarno, diminta untuk mentransfer dana bantuan dari Kemendikbud Ristek itu ke rekening Noor Ibrahim). Argumennya sama: karena ia, Ibrahim, menganggap dirinya adalah pimpinan kelompok.
Maka, saya pun segera mentransfer uang dana bantuan dari Kemendikbud Ristek sebesar Rp. 51. 864.000,- ke rekening Ibrahim (saya masih menyimpan bukti transfer ini). Setahu saya, begitu juga dengan Yul Hendri dan Ridi Winarno; keeduanya sudah mentranfer uang dari Kemendikbud Ristek itu ke Ibrahim.
Sampai disini semoga menjadi jelas dan clear: bahwa uang bantuan dari Kemendikbud Ristek itu, semuanya ada pada Ibrahim.
Proses keberangkatan ke Berlin terus disiapkan. Termasuk upaya untuk mengurus visa. Bagaima perjuangan kami untuk mendapatkan visa, tak perlu saya sampaikan di sini, supaya pokok persoalan tidak melebar kemana-mana. Intinya, karena sudah mendapatkan dana (antara lain dana bantuan dari Kemendibud Ristek itu) maka kami pun merencakan keberangkatan ke Berlin pada tanggal 17 Oktober 2022.
Sampai tanggal 16 Oktober 2022, dari 6 nama yang akan berangkat, hanya visa untuk Noor Ibrahim yang sudah keluar. Visa untuk 5 nama lainnya (Saya, Yul Hendri, Ridi Winarno, Ali Umar, Bayu Wardana) belum keluar atau belum ada kepastian. Sampai di sini, saya sebenarnya sudah tak berniat lagi untuk berangkat, karena visa yang belum jelas itu. Tapi Ibrahim menegaskan kalau saya (juga yang lain) mesti berangkat ke Jakarta. Ibrahim menegaskan, kalau visa itu, bisa akan keluar pagi atau siang pada tanggl 17 Oktober 2022 (sebelum kami berangkat ke Bandara Soekarno Hatta, karena menurut Ibahim, tiket pesawat sudah dibeli, dan kami akan berangkat menggunakan maskapai Qatar Airways pada pukul 18.25.
Ibrahim mengirim pada saya file booking E-tiket pesawat dari tiket.com (pada surat terbuka ini, saya sertakan file tiket yang dikirim Ibrahim pada saya). Perlu diketahui, semua urusan pemberilan tiket, di-handle oleh Ibrahim. Karena seluruh dana yang didapat memang ada pada Ibrahim.
Sampai sekitar pukul 11.00 (17 Oktober 2022) visa kami (saya, Yul Hendri, Ali Umar, Ridi Winarno, Bayu Wardana) belum jelas. Hingga kemudian kami dibantu oleh Lenny Weichert (atau Lenny Ratnasari), mengurus dan melacak passport kami. Akhirnya, bisa diketahui di mana passport itu, dan kami meluncur ke alamat VFS Global, di daerah Kuningan. Dan saat itulah kami dapat kepastian: bawa visa untuk kami (saya, Yul Hendri, Ali Umar, Ridi Winarno, Bayu Wardana) tidak keluar. Dengan kata lain: permohonan visa kami DITOLAK.
Jadi, sekali lagi saya tegaskan, hanya Noor Ibrahim yang mendapatkan visa. Dan visa untuk Noor Ibrahim itu sudah keluar sekitar sepuluh hari sebelum hari keberangkatan (17 Koteber 2022) itu.
Kenapa visa kami ditolak dan hanya Noor Ibrahim yang permohonan visanya disetujui, saya tidak tahu persis. Apa alasan detail penolakannya, saya tak tahu rinci. Saya tahu: menyetujui atau menolak permohonan visa adalah hak kedutaan terkait. Tapi, bila ada yang bisa memberi tahu soal “kejelasan penolakan visa” ini, pasti saya kan senang sekali.
Perlu diketahui, selama proses pengurusan visa, kami (saya, Yul Hendri, Ali Umar, Ridi Winarno, Bayu Wardana) mengurus bersamaan, sementara Noor Ibrahim mengurus sendiri.
Begitulah, akhirnya yang berangkat ke Berlin pun hanya Noor Ibrahim.
Karena bertanggungjawab kepada Kemendikbud Ristek, yang telah membantu dana untuk saya berangkat ke Berlin, maka saya merasa perlu untuk menulis Surat Terbuka ini. Secara moral, saya harus mengembalikan uang itu ke Kemendikbud Ristek.
Tapi, saya tidak punya akses langsung ke fihak terkait di Kemendikbud Ristek, karena itulah saya menulis Surat Terbuka ini, agar kawan-kawan yang punya akses ke Kemendikbud Ristek, bisa menyampaikan atau meneruskan. Silakan, bila ada kawan yang mau meneruskan atau menyampaikan Surat Terbuka ini ke Kemendikbud Ristek, agar segalanya jelas dan clear; saya tidak ingin saya dianggap “mengambil” uang negara.
Saya berjanji, akan mengembalikan uang itu. Tapi, karena uang bantuan dari Kemendikbud Ristek itu ada pada Noor Ibrahim (sebagaimana saya sampaikan di bagian depan, saya sudah mentransfer uang itu pada Noor Ibrahim), maka saya terlebih dulu mesti menunggu kejelasan uang itu dari Noor Ibrahim.
Demikian Surat Terbuka ini saya tulis, tentu sejauh yang saya ketahui dan berkaitan langsung dengan saya. Semua yang saya tulis adalah sikap dan tanggung jawab saya. Bagaimana sikap kawan-kawan yang lain (Yul Hendri, Ali Umar, Ridi Winarno, Bayu Wardana), biarlah mereka sendiri yang menyatakan.
Seperti yang saya tulis di bagian awal, ini adalah tanggungjawab moral saya, karena bagi saya, dana dari Kemendibud Ristek itu adalah dana publik (dari pajak rakyat) dan karenanya publik juga harus mengetahu duduk perkaranya. Dan bagi saya pribadi, ini juga terkait nama baik saya. Saya tak ingin dianggap memakai uang negara, padahal uang itu tidak saya pakai.
Saya juga tak ingin, bila nanti saya dianggap tiak bisa melaporkan penggunaan dana bantuan itu (karena Kemendikbud Ristek mentransfernya langsung pada saya), dan bisa berakibat pada nama baik saya atau bahkan membuat kerepotan Kemendikbud Ristek dalam laporan keuangan mereka.
Salam dan Hormat, Budi “Ubrux” Haryono
Tembusan:
Menteri Kemendikbud Ristek R1
Dirjen Kebudayaan, Kemendikbud Ristek RI
Rakyat pembayar pajak