Lima Mahasiswa Unair Ciptakan Masker dari Limbah Kulit Udang
Di tengah penyebaran Covid-19, masker menjadi benda yang amat penting. Melihat kebutuhan masyarakat akan masker lima mahasiswa Universitas Airlangga menghadirkan inovasi Chitomask yaitu produk masker kain filter antibakteri dan antivirus yang ramah lingkungan dari limbah kulit udang.
Kelima mahasiswa itu adalah Reza Istiqomatul Hidayah mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK 2017), Muhammad Rizky Widodo dan Salsabila Farah Rafidah mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM 2018). Ada pula Ardelia Bertha Prastika mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK 2019) dan Firman Hidayat mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST 2019).
"Chitomask bisa memberikan proteksi tambahan dengan filternya yang memiliki kemampuan antivirus dan antibakteri. Terutama komposisi bahannya yang biodegradable atau mudah terurai secara alami sehingga bisa meminimalkan limbah masker saat pandemi. Tentunya dengan model yang trendy," ujar CEO Chitomask, Ardelia Bertha Prastika.
Karena dibuat mengunakan bahan ramah lingkungan. Chitomask ini tidak merusak lingkungan, untuk terurainya pun paling lama satu bulan.
Dalam prosesnya, Ardelia mengaku tahap pra-produksi dan produksi membutuhkan waktu lima hari.
“Sebelum PKM kami didanai, kami sudah meneliti kain apa yang compatible untuk filter. Jadi prosesnya kitosan (limbah kulit udang) dibuat gel terlebih dahulu hingga menunjukkan warna bening dan konsentratnya mengental. Jika dihitung dari tahapan pembuatan gel hingga coating itu tiga hari. Sedangkan produksi filter memakan waktu dua hari, hari pertama pelarutan kitosan dan hari kedua pengovenan,” papar Ardelia.
Lebih lanjut, tim Chitomask menyebut beberapa keunggulan kitosan, antara lain senyawanya tidak beracun, tidak mengandung protein pemicu alergi, sebagai bahan alami yang biokompatibilitas, bioaktivitas dan keamanan biologis yang tinggi.
Tim juga turut mendukung beberapa ketercapaian SDGs, salah satunya SDGs ke-14 mengenai life below water yang mencegah segala bentuk polusi kelautan.
Menurut CEO Chitomask #LindungiKamudanBumimu, dampak kesehatan dan lingkungan harus secara simultan ditangani bersama, artinya tidak dianggap satu lebih penting daripada yang lain.
“Semoga ke depannya masyarakat bisa bijak dalam bersikap, meskipun dalam fase yang menghantam seperti pandemi. Harus diingat, kita hidup berdampingan dengan lingkungan. Pandemi bisa saja selesai, tetapi jangan sampai lingkungan menimbulkan persoalan baru,” pungkas Ardelia.
Produk Chitomask ini pun saat ini bisa didapatkan di Ecommerce dengan harga mulai Rp 15.000 hingga Rp 32.000.
Untuk diketahui atas ide tersebut, Chitomask lolos dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKM-K) dan mendapatkan pendanaan dari Dirjen Dikti Kemendikbud-Ristek RI pada 2021.
Advertisement