Lima Hadis Shahih Pembimbing Umat, Cegah Penyebaran Covid-19
Pandemi Covid-19 menyita perhatian para ulama untuk melakukan pelbagai kajian terkait ikhtiar pencegahannya. Sayangnya, masih ada juru dakwah yang justru menggunakan hadis dhaif (lemah dan palsu) sebagai sandarannya.
"Maka para ulama dan ahli agama hendaknya berhati-hati dalam berfatwa dan hanya menggunakan dalil dalil yang otoritatif dalam membimbing umat. Di antaranya, para ulama dan ahli agama hanya menggunakan hadis-hadis yang shahih dan meninggalkan hadis dha’if dalam ber-hujjah"
Demikian pandangan Dr. H. Agung Danarta, M.Ag. (Sekretaris PP Muhammadiyah dan Dosen Prodi Ilmu Hadis UIN Sunan Kalijaga). Ia pun menulis "Hindari Penggunaan Hadis Dha’if dalam Mencegah Penyebaran Virus Corona" berikut di antaranya:
Adapun hadis-hadis shahih yang dapat dijadikan sebagai hujjah dalam membimbing umat untuk menghadapi wabah penyakit antara lain sebagai berikut:
Hadis Shahih Pertama
Hadis Shahih Riwayat Bukhari dan Muslim.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الطَّاعُونُ آيَةُ الرِّجْزِ ابْتَلَى اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهِ نَاسًا مِنْ عِبَادِهِ فَإِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ فَلَا تَدْخُلُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَفِرُّوا مِنْهُ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tha’un (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk menguji hamba-hamba-Nya dari kalangan manusia. Maka apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu ma-suk ke negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari daripadanya.” (H.R, Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid).
Hadis Shahih Kedua
Hadis Shahih Riwayat Bukhari dan Muslim
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُورِدَنَّ مُمْرِضٌ عَلَى مُصِحٍّ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah yang sakit dicampurbaurkan dengan yang sehat.” (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
Hadis Shahih Ketiga
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak boleh berbuat madlarat dan hal yang menimbulkan madla-rat.” (H.R. Ibn Majah dan Ahmad ibn Hanbal dari Abdullah ibn ‹Abbas)
Hadis Shahih Keempat
Hadis Shahih Riwayat Bukhari dan Muslim tentang anjuran shalat di rumah ketika hujan pada siang hari Jumat.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ
قَالَ لِمُؤَذِّنِهِ فِي يَوْمٍ مَطِيرٍ إِذَا قُلْتَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَلَا تَقُلْ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ قُلْ صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ قَالَ فَكَأَنَّ النَّاسَ اسْتَنْكَرُوا ذَاكَ فَقَالَ أَتَعْجَبُونَ مِنْ ذَا قَدْ فَعَلَ ذَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّي إِنَّ الْجُمُعَةَ عَزْمَةٌ وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أُخْرِجَكُمْ فَتَمْشُوا فِي الطِّينِ وَالدَّحْضِ
“Dari Abdullah bin Abbas dia mengatakan kepada muadzinnya ketika turun hujan (pada siang hari Jum›at), jika engkau telah mengucapkan “Asyhadu an laa ilaaha illallaah, asyhadu anna Muhammadan Rasulullah, “ maka janganlah kamu mengucapkan “Hayya alash shalaah, “ namun ucapkanlah shalluu fii buyuutikum (Shalatlah kalian di persinggahan kalian).” Abdullah bin Abbas berkata; “Ternyata orang-orang sepertinya tidak menyetujui hal ini, lalu ia berkata; “Apakah kalian merasa heran terhadap ini kesemua? Padahal yang demikian pernah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku (maksudnya Rasulullah saw). Shalat jum’at memang wajib, namun aku tidak suka jika harus membuat kalian keluar sehingga kalian berjalan di lumpur dan comberan.” (H. R. Bukhari Muslim dari Abdullah ibn Abbas).
Hadis Shahih Kelima
Hadis panjang riwayat Bukhari Muslim yang artinya sebagai berikut.
“Pada suatu ketika ‘Umar bin Khaththab pergi ke Syam. Setelah sampai di Saragh, pimpinan tentaranya di Syam datang menyambutnya. Antara lain terdapat Abu “Ubaidah bin Jarrah dan para sahabat yang lain. Mereka mengabarkan kepada ‘Umar bahwa wabah penyakit sedang berjangkit di Syam. Umar kemudian bermusyawarah dengan para tokoh Muhajirin, Anshor, dan pemimpin Quraish. Lalu Umar menyerukan kepada rombongannya; ‘Besok pagi-pagi aku akan kembali pulang. Karena itu bersiap-siaplah kalian! ‘ Abu ‘Ubaidah bin Jarrah bertanya; ‘Apakah kita hendak lari dari takdir Allah? ‘ Jawab ‘Umar; ‘Mengapa kamu bertanya demikian, hai Abu ‘Ubaidah? Agaknya ‘Umar tidak mau berdebat dengannya. Dia menjawab; Ya, kita lari dari takdir Allah kepada takdir Allah. Bagaimana pendapatmu, seandainya engkau mempunyai seekor unta, lalu engkau turun ke lembah yang mempunyai dua sisi. Yang satu subur dan yang lain tandus. Bukanlah jika engkau menggembalakannya di tempat yang subur, engkau menggembala dengan takdir Allah juga, dan jika engkau menggembala di tempat tandus engkau menggembala dengan takdir Allah? ‘ Tiba-tiba datang ‘Abdurrahman bin ‘Auf yang sejak tadi belum hadir karena suatu urusan. Lalu dia berkata; ‘Aku mengerti masalah ini. Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Apabila kamu mendengar wabah berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu datangi negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, maka janganlah keluar dari negeri itu karena hendak melarikan diri.’ Ibnu ‘Abbas berkata; ‘Umar bin Khaththab lalu mengucapkan puji syukur kepada Allah, setelah itu dia pergi.” (H.R. Bukhari dan Muslim)