Lima Dalil Perayaan Maulid Nabi, Shalawat pun Terus Menggema
Peringatan Maulid Nabi telah menjadi bagian dari kehidupan umat Islam di Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Namun, sayangnya, hingga kini perdebatan soal Maulid Nabi belum selesai.
Meski begitu, selalu ada penjelasan agar masyarakat luas, khususnya umat Islam memahami persoalan tersebut secara benar, sesuai ajaran Islam ala Ahlussunnah Waljamaah yang dianut di Indonesia secara umum.
Berikut ulasan Ustad Abd Mutollib, Kader Annajah Center Sidogiri (Pasuruan) :
WAHABI: “Mengapa Anda mengerjakan Maulid. Padahal itu bid’ah.”
ASWAJA: “Maulid itu perbuatan baik, dan setiap kebaikan diperintah oleh agama untuk dikerjakan.”
WAHABI: “Mana dalilnya?.”
ASWAJA: “Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an:
وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Kerjakanlah semua kebaikan, agar kamu beruntung.” (QS. al-Hajj : 77). Maulid itu termasuk kebaikan, karena isinya sedekah, mempelajari sirah Nabi SAW dan membaca shalawat. Berarti masuk dalam keumuman perintah dalam ayat tersebut.”
WAHABI: “Itu kan dalil umum. Tolong carikan dalil khusus dalam al-Qur’an yang menganjurkan Maulid.”
ASWAJA: “Sebelum saya menjawab pertanyaan Anda, tolong jelaskan dalil anda yang melarang Maulid?”
WAHABI: “Dalil kami sangat jelas. Maulid itu termasuk bid’ah. Setiap bid’ah pasti sesat. Rasulullah SAW bersabda: “Kullu Bid’atin Dhalalah.” Setiap bid’ah adalah sesat.”
ASWAJA: “Ah, kalau begitu dalil anda sama dengan dalil kami, sama-sama dalil umum. Yang saya minta adalah, jelaskan ayat atau hadits yang secara khusus melarang maulid.”
Sampai sini, ternyata si Wahabi mati kutu, dan tidak bisa menjawab. Akhirnya si Aswaja berkata: “Anda percaya kepada Syaikh Ibnu Taimiyah?”
WAHABI: “Ya tentu. Beliau itu Syaikhul Islam, ulama besar, dan inspirator dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi, panutan kami kaum Wahabi.”
ASWAJA: “Syaikh Ibnu Taimiyah, membenarkan dan menganjurkan Maulid, dalam kitabnya Iqtidha’ al-Shirath al-Mustaqim, hal. 621.” Lalu si Aswaja menunjukkan teks asli kitab tersebut. Akhirnya si Wahabi terkejut dan terperangah. Mukanya seketika menjadi pucat. Kitab tersebut, dia bolak balik, ternyata penerbitnya juga orang Wahabi di Saudi Arabia.
Dalil-dalil
Untuk menolak perkataan sekelompok orang yang mengatakan bahwa perayaan Maulid Nabi dianggap Bid’ah ada beberapa dalil dalam kitab Allah yang menerangkan tentang hal di atas.
Dalil pertama:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Artinya: Dan kami tidak mengutus Engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. (Q.S. al-Anbiya’ ayat 7)
Dalil diatas menunjukkan bahwa Nabi Muhammad adalah Rahmat bagi seluruh alam dan semua manusia.[1] demikian juga disabdakan oleh Nabi sendiri “aku diutus sebgai pembawa rahmat bukan diutus untuk melaknat” [2]. Dan Allah memberi izin bagi seluruh hambanya senang dan bergembira dengan lahirnya rahmat sebagaimana akan kami singgung pada dalil kedua.
Dalil kedua:
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
Artinya: Katakanlah (Muhammad) dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (Q.S. Yunus Ayat 58).
Dalam ayat di atas terdapat kata Fadzlillah dan kata Rahmat, tentang penafsiran kata tersebut kata Fadzlillah oleh ulama’ ditafsiri dengan Ilmu sedangkan kata Rahmat ditafsiri dengan Nabi Muhammad S.A.W,[3] dengan demikian mengindikasikan bahwa bergembira dengan kelahiran Nabi muhammad S.A.W bukanlah suatu yang bid’ah.
Dalil ketiga:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Artinya: Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh kehormatan kepadanya. (Q.S. al-Ahzab 56)
Dalil yang ketiga ini merupakan sebuah tuntutan membaca shalawat dengan tuntutan secara syar’i.
Dalil keempat:
وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ
Artinya: Dan semua kisah Rasul-Rasul, kami ceritakan kepadamu (Muhammad), agar dengan kisah itu kami teguhkan hatimu, dan didalamnya telah diberikan kepadamu (segala) kebenaran, nasihat dan peringatan bagi orang yang beriman. (Q.S. Hud ayat 120).
Diceritakannya kisah-kisah Rasul dalam ayat di atas supaya kisah tersebut meneguhkan hati Nabi Muhammad S.A.W. sedangkan kita sebagai umatnya juga sangat butuh untuk meneguhkan hati kita melalui kisah-kisah tentang Nabi.
Kesimpulan dari dalil yang keempat adalah kita sebagai umat Nabi Muhammad butuh mengetahui kisah-kisah Nabi. Dari hal ini kebiasaan orang indonesia merayakan maulid Nabi dengan membaca kisah-kisahnya baik berupa kalam Natsar atau kalam kosidah untuk meneguhkan hati mereka.
Dalil kelima:
قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا أَنْزِلْ عَلَيْنَا مَائِدَةً مِنَ السَّمَاءِ تَكُونُ لَنَا عِيدًا لِأَوَّلِنَا وَآخِرِنَا وَآيَةً مِنْكَ وَارْزُقْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
Artinya: “Isa putra Maryam berdoa, “Ya Tuhan kami, turunkanlah kepada kami hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami, yaitu bagi orang-orang yang sekarang bersama kami maupun yang datang setelah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau: berilah kami rezeki, dan Engkaulah sebaik-baik pemberi rezeki. (Q.S. al-Maidah ayat 114)
Dalam ayat diatas tertera lafal Maidah, ulama’ menafsirinya dengan makanan. Ayat ini menerangkan kisah Nabi Isa A.S yang meminta diturunkannya Maidah dari langit agar pada hari itu dijadikan sebuah perayaan besar bagi kaum Nabi Isa A.S dan kaum-kaum di setelahnya sebagai bentuk kegembiraan mereka.[4]
Refrensi:
[1] Al-Qurtubi Abu Abdillah. Al-Jami’ al-Ahkam al- Qur,an, Dar al-Fikr. Juz 12 hal 35.
[2] As-suyuthi Jami’ as-Shaghir
[3] As-Suyuthi, Jalaluddin Abdurrahman, ad-Durrul mantsur, 1414 H/1993 M. Dar al-Fikr, juz 4 hal 367.
[4] Al-Quraisyi ad-dimsiqi Abi al-Fida’ Isma’il bin Katsir. Tafsir al-Qur’an al’Adzim. 1403 H/1983 M. Dar Al-Mufid. Juz 2 hal 108-109