Lima Ciri Substantif Kepemimpinan Islam, Rumusan Haeda Nashir
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakana, model kepemimpinan itu ijtihadi dan setiap ijtihad membuka setiap peluang pada banyak model. Secara substantif kepemimpinan Islam memiliki 5 ciri khusus.
Pertama, kepemimpinan Islam itu secara agama dan dunia.
Menurutnya, pemimpin dalam Islam tidak hanya mengurusi persoalan agama saja, sebab akan menjadi kepemimpinan yang bersifat teosentris/ketuhanan.
Mengutip Abu Al-Hasan Al-Mawardi, Haedar Nashir menyebut bahwa, kepemimpinan dalam Islam itu merupakan proyeksi dari kerisalahan nabi untuk mengurus dua hal, yakni tegaknya nilai-nilai agama dan mengurus urusan dunia.
“Kalau ngurus dunia saja itu sekuler, tetapi kalau ngurus agama saja dalam makna yang sempit tadi itu kepemimpinan yang rabbaniyah. Maka kepemimpinan Islam adalah kepemimpinan yang prophetic,” ungkapnya, via daring.
Kedua, Pemimpin yang Uswah Hasanah.
Merujuk kepada sifat nabi sidiq, tabligh, fathonah, dan amanah, maka pemimpin Islam tidak cukup hanya baik, tapi juga harus cerdas, berilmu, memiliki kemampuan menyelesaikan masalah, dan membawa arah perjalanan yang dipimpin.
“Maka pemimpin tidak bisa begitu saja menyerahkan urusan kepada orang banyak, kadang dia harus mengambil keputusan-keputusan yang ia yakini benar, dan membawa kemaslahatan,” ungkapnya.
Ketiga, Kepemimpinan yang Memiliki Sifat Rahmat.
Menurutnya, meski berdasar atas nilai-nilai Islam namun kepemimpinan Islam itu untuk semua. Termasuk bagi mereka yang berbeda. Hal ini merujuk sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Anbiya’ ayat 107.
Keempat, Ciri Kepemimpinan Islam harus Bersifat Transformatif-Berkemajuan.
Berkaca dari keberhasilan kepemimpinan Nabi Muhammad SAW yang berhasil membangun Madinah al Munawarah, dari yang sebelumnya peradaban Arab yang jahiliyah adalah bentuk nyata transformasi yang dilakukan oleh pemimpin Islam.
Kelima, Kepemimpinan Islam dalam Konteks Sistem Memiliki Sifat Ijtihadi.
Struktur, model, dan praktik diserahkan pada konsensus elite dan ummat di mana pun berada. Sehingga tidak ada pola tunggal dalam kepemimpinan Islam, bahkan konsep khilafah menurut Haedar bukan merupakan konsep kepemimpinan tunggal.
“Jadi konsep kekhalifahan itu jangan sempit. Kekhalifahan menjadi konsep dasar keagamaan dan politik itu wujudnya bisa ada mungkin kerajaan tapi modern seperti Emirate dan Arab Saudi, bisa republik seperti Mesir, bisa seperti Indonesia juga, Negara Pancasila Darul Ahdi wa Syahadah itu juga bentuk kekhalifahan muslim,” ucapnya.
Di hadapan mahasiswa baru Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) tahun 2021, seperti dilansir muhammadiyah.or.id, Haedar menegaskan, model kepemimpinan itu ijtihadi dan setiap ijtihad membuka setiap peluang pada banyak model. Maka, jika ada pihak yang mengatakan satu model itu absolute, sama saja dia mereduksi nilai dan orientasi ijtihad menjadi kebenaran absolute atas nama dirinya atau kelompoknya.