Lima Catatan! Bulan Dua Tokoh Legendaris, Gus Dur dan Jalaluddin Rumi
Desember adalah bulan Gus Dur dan bulan Maulana Jalaluddin Rumi. Karena pada bulan ini dua tokoh besar dunia itu wafat, pulang ke Asal.
Gus Dur mengembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, pada Rabu 30 Desember 2009, pukul 18.45 WIB. Sementara Maulana Jalaluddin Rumi wafat tgl 17 desember 1273 M di Konya, Anatolia, Turki. Haul ke 800 maulana Rumi diperingati di dunia. Di Jakarta digelar di Taman Ismail Marzuki Jakarta.
Kepergian dua tokoh besar dunia kemanusiaan itu membuat manusia tanpa sekat-sekat identitas primordial dan agama/keyakinan menangis tersedu-sedu dan berduka berbulan-bulan. Bahkan burung-burung dan bunga-bunga musim semi menyimpan pilu yang mendalam dan rindu dendam yang menusuk-nusuk kalbu.
Bila bulan ini (Desember) tiba, kerinduan ribuan bahkan jutaan manusia kepada kedua kekasih Tuhan itu mencekam dan menggamit relung jiwa. Mereka berbondong-bondong menuju rumah peristirahatan abadi mereka.
"Maulana Rumi dan Gus Dur adalah dua nama yang menyimpan kekayaan pengetahuan humaniora dan spritualitas yang seakan tak pernah habis dikaji. Meski telah pulang, nama beliau berdua masih terus disebut dan kata-katanya terus dikutip dan diurai serta dirindukan oleh banyak orang.”
Ghafarallah lahuma wa Rahimahuma.
1. Gus Dur Memberi Kegembiraan
(Bulan Gus Dur)
Sepanjang yang aku tahu.
Jika ada orang meminta bantuan, Gus Dur tak pernah menolak sepanjang ia memilikinya. Ia ingin selalu memberi. Jika tak ada lagi yang bisa diberikan, karena memang benar-benar sedang tak punya, ia akan menyampaikan kepadanya kata-kata yang menggembirakan hati dan memberinya ketenangan. Gus Dur, selalu tak ingin membuat orang yang memintanya kecewa atau pulang ke rumahnya dengan wajah murung, tangan kosong dan hati berduka. Ia membayangkan jika orang yang mengharap pertolongannya itu pulang lalu menemui anak-anak dan isterinya yang tengah menantinya dalam keadaan menangis. Hati Gus Dur amat peka dan pilu mendengar orang lain yang sering susah, yang miskin dan yang menderita.
Gus Dur akan berpesan kepada mereka seperti nasehat Ibnu Athaillah al-Sakandari ini :
لَا يَكُنْ تَأَخُّرُ أَمَدُ الْعَطَاءِ مَعَ الْاِلْحَاحِ فِى الدُّعَاءِ مُوْجِبًا لِيَأْسِكَ فَهُوَ ضَمِنَ لَكَ الْاِجَابَةَ فِيْمَا يَخْتَارُهُ لَكَ لَا فِيْمَا تَخْتَارُ لِنَفْسِكَ وَفِى اْلوَقْتِ الَّذِى يُرِيْدُ لَا فِى اْلوَقْتِ الَّذِى تُرِيْدُ
“Seyogyanya, tertundanya pemberian Allah sesudah engkau mengulang-ulang permintaan kepada-Nya, tidak membuatmu patah hati atau putus asa. Dia menjamin pemenuhan permintaanmu sesuai dengan apa yang Dia pilih bukan yang engkau pilih, dan pada waktu yang Dia kehendaki, bukan pada saat yang engkau kehendaki”.
2. Saat Maulana Rumi Pulang
Aku membaca sebuah buku : “Min Balkh Ila Konya”, yang ditulis Badi’ al-Zaman Furuzanfar, spesialis Rumi dari Iran, Persia. Ia menceritakan situasi kepulangan Maulana, 17 Desember 1273. Suasananya sangat mirip dengan saat kepulangan Gus Dur, 30.12.2009.
اهل المدينة من صغير وكبير أخذوا جميعا بالتفجع والتأوه والصياح. الريفيون كذلك من الروم والترك, شقوا جيوبهم ألما عليه. حضر الجميع جنازته حبا له وعشقا. أهل كل دين صادقون فى محبتهم إياه. أناس كل أمة عاشقون له. قال قوم عيسى : إنه عيسانا. وقال قوم موسى : إنه موسانا. وقال المسلمون : إنه خلاصة الرسول ونوره . قالوا : إنه بحر عظيم وعميق
Seluruh penduduk kota Konya, Anatolia, besar, kecil, laki-laki dan perempuan berduka cita dengan sangat mendalam. Mereka menangis tersedu-sedu dan sebagian sampai histeris
Orang-orang desa dari Roma dan Turki merobek-robek bajunya, mengekspresikan luka jiwa yang mendalam.
Mereka hadir mengantarkan jenazahnya, dalam suasana hati yang mencinta dan merindu
Para pemeluk berbagai agama sangat dan sungguh mencintainya. Semua bangsa merindukannya
Kaum Nasrani dalam histeria : “oh, (penerus) Isa ku”.
Kaum Yahudi berteriak dalam luka: “O, (penerus) Musaku”.
Kaum Muslim menyebut : “O, engkau penerus Nabi Muhammad dan pantulan cahayanya.
Engkaulah samudera maha luas dan maha dalam”.
3. Selamat Datang Kekasih
Manakala pagi itu aku tiba di pelataran bangunan berkubah biru, aku melihat bayang-bayang wajah Maulana Rumi. Lalu aku ingat kata-katanya dalam puisi yang manis :
Datanglah ke rumahku, kekasih, sebentar saja
Gelorakan ruh kita, kekasih, sebentar saja
Dari Konya pancarkanlah cahaya Cinta
Ke Samarkand dan Bukhara, sebentar saja.
Itulah nyanyian Maulana Rumi.
Hari ini, Konya berbenah menyambut Ney yang mendayu-dayu, memanggil para pecinta. Jalan-jalan yang mengelilingi Yesil Turbe, Kubah Hijau, merekah bunga mawar, menebarkan aroma wangi dan bunga tulip berwarna warni tampak begitu indah, mempesona.
Bau harum Maulana menebar di seluruh Konya.
17 Desember, dalam sedu sedan, mengantar Maulana pulang, kembali ke dalam dekapan Kekasih.
Tetapi sekejap kemudian manakala aku keluar usai menjenguk dan berdoa untuk Maulana, aku mendengar nyanyian pilu :
Mampukah mata ini mengalirkan air pada luasnya duka cita
Sepanjang siang dan selanjang malam hingga subuh aku akan menangis
Ketika langit biru mengetahui perpisahan ini
Bintang gemintang, matahari dan bulan akan turut menangis tersedu sedu.
4.Menghembuskan nafas Cinta
هذا العالم غارق في الآلام والمآسي من رأسه إلى قدميه، وﻻ أمل له في الشفاء إﻻ بيد الحب.
1. Dunia tengah tenggelam dalam lara dan penuh luka dari ubun-ubun hingga telapak kaki. Tak ada harapan untuk sembuh kecuali dengan sentuhan tangan Cinta. (Rumi).
2. Perempuan adalah manusia. Ia memiliki seluruh potensi kemanusiaannya sebagaimana laki-laki. Yaitu akal intelektual, mental-spiritual (ruh), hasrat seksual, energy tubuh dan lain-lain. Semua potensi itu merupakan anugerah Tuhan, yang diberikan dalam kapasitas yang relative sama dengan laki-laki.
5. Ke Muhammad Iqbal
Alhamdulillah. Usai Haul Gus Dur. Dini hari, 22 Desember 2024, aku terbang menuju ke Punjab. Udara dingin10' c.
Manakala dini hari yang dingin, 23.12.24, tiba di Punjab, di atas kendaraan menuju tempat istirah, aku ingat Filsuf Pakistan Moh. Iqbal. Dalam puisinya yang terkenal dan indah ia mengatakan :
Di jalan ini tak ada tempat berhenti,
sikap lamban berarti mati,
siapa yang bergerak dialah yang terdepan,
Berhenti –sejenak pun– pasti tergilas!
Hembuslah nafasmu di atas kebun ini
Agar harum pikiran mu meliputi segala
Sinarilah zaman dengan cahaya pikiranmu
Dan ukir segalanya dengan nama Muhammad
Sementara sang Darwish, Syeikh Syams Tabrizi dalam "Qawa'id al'Isyq al- Arba'un, (40 Kaedah Cinta), bilang :
لا تحاول أن تقاوم التغييرات التي تعترض سبيلك. بل دَع الحياة تعيش فيك. ولا تقلق إذا قلَبت حياتك رأساً على عقب. فكيف يمكنك أن تعرف أن الجانب الذي اعتدتَ عليه أفضل من الجانب الذى سيأتي؟
"Seyogyanya kau tak menolak perubahan-perubahan yang datang menghadangmu.
Biarkan hidup berjalan mengalir di dalam dirimu. Tak usah pula kau gelisah bila hidupmu mengalami perubahan besar.
Bagaimana kau bisa tahu bahwa apa yang biasa kau jalani selama ini lebih baik dari apa yang akan terjadi kelak?. (Syamsi Tabrizi).
Punjab, 23.12.24
KH Husein Muhammad