Lima Cara Memahami Ciri-ciri Penceramah Radikal versi BNPT
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah mengeluarkan panduan lima ciri-ciri atau indiokator penceramah radikal sebagai panduan masyarakat dalam memilih sumber dalam belajar agama. Namun ada saja masyarakat yang menilai bahwa ciri-ciri tersebut cenderung tendensius dan menilai BNPT telah melakukan blunder.
Terkait dengan hal ini, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Lampung Dr. Yusuf Baihaqi memaparkan sejumlah catatan penting dalam memahami ciri-ciri penceramah radikal versi BNPT tersebut. Ia berharap masyarakat tidak salah persepsi terhadap langkah BNPT dalam melakukan langkah penanggulangan terorisme di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pertama, Terkait dengan khilafah.
Akademisi UIN Raden Intan Lampung ini menjelaskan bahwa khilafah yang dimaksud oleh BNPT adalah paham agar umat Islam di seluruh dunia ini berada dalam satu pemerintahan atau satu komando. Sedangkan khilafah yang dimaksud oleh yang tidak setuju adalah kepemimpinan.
“Dalam hal ini kita semua sepakat kalau kepemimpinan dalam Islam adalah penting, tapi bukan khilafah yang dimaksud oleh BNPT. Karena berkaitan dengan khilafah yang dimaksud oleh BNPT, di internal umat Islam saja tidak ada kata sepakat,” jelasnya.
Kedua, Terkait dengan paham takfiri.
Terkait dengan paham takfiri yang dimaksud oleh BNPT adalah paham yang cepat-cepat mentakfirkan saudara seiman hanya disebabkan karena perbedaan pada masalah furu’iyyat.
Adapun yang dipahami mereka oleh yang tidak setuju, bahwasannya dalam Islam orang yang tidak beriman itu dikatagorikan sebagai orang kafir.
“Sesungguhnya bukan ini yang dimaksud oleh BNPT,” tegas Dr. Yusuf
Ketiga, Terkait kerapnya menyampaikan ujaran kebencian dan berita bohong.
Ia menilai, dalam hal ini semua sepakat karena terlalu banyak ayat Al-Qur’an maupun hadits nabi yang mengingatkan umat Islam untuk tidak menghina dan melakukan kebohongan.
Apalagi kapasitas sebagai seorang pendakwah yang lagi-lagi dalam banyak ayat Al-Quran maupun hadits nabi diingatkan untuk berdakwah secara bijak dan santun.
“Berkaitan dengan keberadaan buzzer, Al Qur’an mengajarkan kita untuk tidak meniru keburukan yang dilakukan oleh orang lain,” imbuhnya.
Keempat, Terkait dengan penceramah radikal
Terkait dengan penceramah radikal adalah yang intoleran terhadap perbedaan. Hal ini menurutnya tidak bermasalah, apalagi jika memahami konsep toleransi dalam Al-Quran, kitab suci kita bukan saja mengajarkan kita untuk bersikap toleran terhadap sesama internal umat Islam, bahkan lintas umat manusia.
“Yang dimaksud oleh BNPT dalam hal ini adalah mereka yang jangankan lintas umat manusia, bahkan sesama internal umat Islam saja susah untuk bersikap toleran dalam keragaman,” ungkapnya.
Mereka yang tidak sepakat dengan BNPT memaknainya sebagai poin bahwa ajaran Islam tidak mau mencampuri ibadah agama lain.
“Saya pikir bukan ini yang dimaksud oleh BNPT, kalau ini yang dimaksud, saya pikir kita sepakat bagiku agamaku dan bagi kalian agama kalian,” tegasnya.
Kelima, Terkait penceramah radikal adalah yang antibudaya.
Dr Yusuf menilai yang dimaksud oleh BNPT adalah mereka yang sama sekali antipati dengan budaya dan sama sekali tidak mau mengadopsi budaya atau kearifan lokal walaupun itu tidak berseberangan dengan ajaran Islam.
Jadi menurutnya, BNPT tidak melakukan blunder namun ada masyarakat yang memiliki kesalahan persepsi dari terhadap BNPT seputar kriteria penceramah radikal.