Lie Detector buat Tersangka Pembunuh
Oleh: Djono W. Oesman
Tersangka pembunuh bocah Dante, 6, Yudha Alfiansyah selesai dites ahli poligraf. Hasil tes belum diungkap polisi, sebab penyidikan masih berproses. Tapi, mengapa perlu poligraf, walaupun rekaman CCTV di tempat kejadian saat kejadian sudah jadi bukti hukum polisi.
----------
KARENA polisi bekerja lebih teliti. Yudha dikenakan Pasal 340 KUHP, pembunuhan berencana. Ancaman hukuman mati. Maka, polisi bekerja sangat teliti mengungkap ini.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi kepada wartawan, Rab, 13 Maret 2024 mengatakan:
"Penyidik telah melakukan pemeriksaan dengan saksi ahli dari poligraf dan juga gestur tubuh terhadap tersangka YA (Yudha Alfiansyah). Tapi hasilnya belum bisa diumumkan.”
Dilanjut: "Penyidik masih melakukan koordinasi dengan ahli kriminologi dan melakukan pemberkasan.”
Begitu teliti polisi bekerja. Meskipun alat bukti hukum perkara ini sudah lengkap. Tinggal pengakuan tersangka, yang sampai kini tidak mengakui membunuh Dante. Sehingga polisi bekerja sama dengan banyak saksi ahli.
Selain ahli poligraf, juga ahli pidana, psikologi forensik kedokteran forensik, laboratorium forensik, ahli siber, ahli gestur tubuh, serta ahli yang sertifikasi renang.
Dengan melibatkan banyak saksi ahli, penyidik berharap hasil penyidikan lengkap dan terperinci. "Sehingga cerita kejahatan itu yang didalami jadi utuh," kata Kombes Ade.
Tentang proses kejadian, sudah hampir sebulan tersebar di berita media massa. Juga di media sosial. Dasar pemberitaan media massa adalah rekaman kamera CCTV di Kolam Renang Palem Indah, Duren Sawit, Jakarta Timur, Sabtu, 27 Januari 2024 sore. Saat Dante tewas, diduga ditenggelamkan 12 kali oleh tersangka Yudha.
Tentu, keterangan atau pengakuan tersangka kini bukan lagi pedoman penyidik dalam penyidikan perkara pidana. Dalam perkara pidana ringan, pengakuan tersangka bisa diabaikan. Ini perkara serius, pembunuhan berencana.
Dan, tersangka bersikukuh mengaku bahwa ia tidak membunuh, maka polisi bekerja lebih keras. Melibatkan para ahli. Mendalami peristiwa, apakah itu pembunuhan berencana atau bukan.
Bagaimana sih uji poligraf, atau uji kebohongan dilakukan? Apakah uji itu efektif untuk tersangka pembunuhan, meskipun bukti hukum lainnya sudah kuat.
Dikutip dari The Guardian, 17 April 2017 berjudul: The fine art of being a polygraph examiner, dipaparkan detil proses uji kebohongan itu. Juga manfaatnya dalam penyidikan perkara pidana. Digambarkan demikian:
Seorang tersangka pria duduk di kursi. Ia mengenakan manset di bahu, tali pengikat dada, dan sensor ujung jari yang dihubungkan ke mesin. Mesin itu dipantau ahli poligraf pria yang terus-menerus memandangi layar monitor.
Ahli poligraf, selaku penguji, mengamati mesin dari layar monitor dengan seksama. Ia mengamati tampilan garis-garis berlekuk-lekuk, sambil mengajukan serangkaian serangkaian pertanyaan ke tersangka. Ini untuk pertanyaan yang jawabannya cuma ada dua: ya atau tidak.
Jika coretan-coretan garis lekuk di monitor tersebut menyimpang terlalu jauh dari garis dasar setelah jawaban diberikan tersangka, pemeriksa akan mencatatnya. Itu catatan bahwa tersangka berbohong. Lalu, tersangka menggeliat di kursinya.
Kita tahu gambaran klasik tes poligraf. Namun seberapa valid atau bergunakah garis-garis berlekuk-lekuk tersebut, tanpa orang yang duduk di belakang layar dapat menafsirkan maksudnya dengan benar? Artinya, akurasi tes itu tergantung pada keahlian dan pengalaman penguji.
Untuk mempelajari lebih lanjut tentang peran pemeriksa poligraf, wartawan The Guardian mengadakan wawancara dengan John Christopher Holland, yang telah menjadi petugas polisi sejak tahun 1987 di Amerika Serikat (AS).
John Christopher Holland bekerja terutama pada tugas investigasi untuk kasus narkoba, pembunuhan dan perampokan. Ia kini (saat berita itu dipublikasi) menjadi detektif di Kantor Sheriff King County di Seattle, AS. Ia juga mengoperasikan Holland Polygraph Services , sebuah perusahaan pemeriksaan poligraf swasta. Berikut cuplikan wawancara:
Seberapa pentingkah pemeriksa poligraf dalam memastikan keakuratan tes poligraf?
Pemeriksa poligraf memainkan peran besar. Dengan asumsi tidak ada kesalahan teknis pada instrumen, pemeriksa penting untuk menentukan apakah suatu tes dilakukan dengan benar atau tidak dan hasilnya akurat.
Apa saja praktik terbaik yang Anda gunakan untuk memastikan hasil yang akurat?
Pertama, Anda perlu melakukan segala daya Anda untuk meredakan situasi yang membuat stres. Tidak peduli siapa Anda, pemeriksaan poligraf adalah situasi yang tidak nyaman dan tidak wajar. Petugas polisi harus menangkap mereka, dan mereka sama cemasnya dengan orang lain.
Jadi, Anda harus membangun hubungan baik dengan individu tersebut, apa pun tujuannya, tidak peduli apakah itu pembunuhan, penganiayaan anak, pemeriksaan pra-kerja – tidak masalah. Semampu Anda, Anda harus menekan tingkat stres di ruangan itu.
Kedua, Anda memang harus meluangkan waktu dalam wawancara pre-test Anda untuk mengenal orang tersebut, mencoba memahami latar belakangnya dan memahami situasi yang membawa mereka ke kantor itu, karena itu semua masuk ke dalam rumusan bagaimana soal-soal tes Anda. dibangun.
Ketiga, saat Anda menyusun soal tes, Anda juga harus meninjau pertanyaan tersebut dengan subjek tes terlebih dahulu, karena jika mereka tidak menyukai cara penyampaiannya, mereka akan langsung memberikan respons fisiologis terhadap hal tersebut.
Apakah penguji yang berbeda memiliki cara yang berbeda dalam melakukan tes?
Ini sangat terstandarisasi. Terdapat beberapa sekolah poligraf yang berbeda di AS, dengan gaya pengajaran dan filosofi yang berbeda, namun pengajaran mereka harus mematuhi standar yang ditetapkan oleh American Polygraph Association (APA). Metode yang disetujui oleh APA telah divalidasi berdasarkan volume studi kasus.
Sebagai pemeriksa, sejauh mana Anda memperhatikan isyarat perilaku atau respons psikologis tertentu di luar apa yang dikatakan mesin?
Nah, bagian terpanjang dari poligraf bukanlah tes itu sendiri di mana orang tersebut dihubungkan ke instrumen – melainkan wawancara pra-tes. Di situlah Anda dapat belajar banyak tentang individu tersebut.
Misalnya, Anda memeriksa daftar periksa dalam pemeriksaan pra-kerja, mengajukan banyak pertanyaan ya atau tidak, dan orang tersebut tampaknya memiliki ritme yang stabil dengan jawabannya. Lalu Anda bertanya, “Apakah Anda pernah menyewa pelacur dalam lima tahun terakhir?” dan tiba-tiba ada halangan, jeda sebentar, mungkin dia bergerak sedikit. Itu berarti ada situasi yang perlu Anda jelajahi lebih jauh, bukan?
Jadi, Anda memperhatikan cara mereka menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, namun Anda tidak menantang mereka berdasarkan informasi yang mereka berikan kepada Anda. Tidak apa-apa membiarkan orang berbohong.
Bolehkah membiarkan orang berbohong? Anda tidak peduli apakah mereka jujur atau tidak?
Saya peduli apakah mereka jujur atau tidak, tapi jika seseorang ingin berbohong selama wawancara pretest – itu urusan mereka. Saya membiarkan mereka berbohong.
Jika mereka berbohong selama wawancara pra-tes, maka ketika mereka terhubung dengan instrumen sebenarnya, hal itu akan diverifikasi. Dan saya selalu memberi tahu orang-orang: wawancara poligraf bukanlah interogasi.
Di sinilah polisi mendapat masalah, ingin berputar-putar dan menantang individu tersebut. Tapi itu terjadi setelah poligraf, jika nilai tes seseorang menunjukkan penipuan yang signifikan. Kemudian interogasi mungkin dilakukan berdasarkan hasil tersebut.
Dari penjelasan ahli poligraf Holland disimpulkan, uji poligraf dilakukan terhadap tersangka pembunuhan yang tidak mengakui perbuatannya. Setelah hasil uji poligraf menunjukkan bahwa tersangka secara signifikan berbohong, maka polisi akan melakukan interogasi terhadap tersangka.
Jadi, selama ini Yudha baru pada tahap dimintai keterangan oleh penyidik. Belum dilakukan interogasi. Meskipun pemeriksaan uji silang antara bukti hukum dengan pengakuan tersangka, mestinya sudah dilaksanakan. Polisi melakukan pendalaman berlapis-lapis dalam perkara ini.
(*) Penulis adalah wartawan senior