Libatkan TNI dan Polri, Penertiban Aset Milik KAI Daop 9 Jember Ricuh
Enam keluarga yang tinggal di rumah Jalan Mawar, Kelurahan Jember Lor, Kecamatan Patrang, Jember, Jawa Timur, harus angkat kaki, Jumat 18 Juli 2024. Ini hari terakhir mereka menetap di rumah tersebut. Mereka dipaksa meninggalkan rumah yang sudah puluhan tahun mereka tempati.
Upaya penertiban terhadap enam kelompok keluarga itu melibatkan petugas gabungan dari Polres Jember, Kodim 0824 Jember, Satpol PP, dan Dinas Perhubungan Jember. Petugas gabungan itu berkumpul di Jalan Mawar, Kelurahan Jember Lor, Kecamatan Patrang.
Sejumlah pengendara yang terlanjur masuk ke jalan mawar, terpaksa diminta putar balik. Sebab, Jalan Mawar ditutup demi kelancaran agenda penertiban aset milik PT KAI Daop 9 Jember.
Kedatangan sejumlah petugas KAI Daop 9 Jember dikawal puluhan polisi dan TNI mendapat sambutan panas dari para warga. Petugas pengamanan tidak melakukan tindakan apa pun, hanya menyaksikan komunikasi antara petugas KAI Daop 9 Jember dengan salah satu penghuni rumah.
Salah satu penghuni rumah, Reta Catur Pristiwantono menolak pengosongan rumah yang dilakukan PT KAI Daop 9 Jember. Bahkan, pria yang juga menjabat sebagai Ketua RW 14 Lingkungan Tegal Rejo, Kelurahan Jember Lor sempat adu mulut dengan petugas KAI Daop 9 Jember.
Percekcokan antara warga dengan petugas KAI Daop 9 Jember tak dapat dihindari. Sesekali warga lainnya menyeletuk, menyalahkan tindakan yang dilakukan PT KAI Daop 9 Jember.
Situasi memanas hingga sempat terjadi aksi mendorong antara Reta dengan petugas KAI Daop 9 Jember. Salah satu warga yang mengaku akademisi juga angkat bicara menguatkan warga. Namun, kondisi tak bisa didinginkan.
Kasatintelkam Polres Jember AKP Bambang Sugiharto turun tangan menenangkan warga. Warga tidak bisa tenang. Reta tetap saja berteriak bahwa yang dilakukan PT KAI Daop 9 Jember salah.
Namun, KAI Daop 9 Jember juga tidak mau kalah. Mereka meminta catur tidak bermain otot tetapi bermain otak. Reta ditantang memahami persoalan itu melalui pemahaman hukum.
Reta tetap tidak mau kalah. Ia terus membela diri sambil mengutip putusan PTUN atas gugatannya. Ia menegaskan putusan PTUN adalah NO, atau tidak memenuhi syarat formil. Sehingga upaya hukum lainnya masih terbuka bagi Reta.
Reta menafsirkan putusan NO artinya kembali ke putusan tingkat pertama, yakni legal standing, tidak ada putusan bahwa PT KAI memenangkan gugatan.
Namun, PT KAI Daop 9 Jember sebagai pemenang SHGB atas lahan itu tidak punya pilihan lain, selain melakukan pengosongan paksa. Satuan Pengamanan KAI Daop 9 Jember dikerahkan untuk mengeluarkan barang-barang yang ada di dalam rumah.
Kini, Reta hanya bisa berteriak sambil mempertanyakan dasar PT KAI melakukan pengosongan rumah secara paksa. Lokasi cekcok berpindah dari gang menuju Jalan Mawar.
Kali ini, Reta mulai mengubah permintaan. Ia meminta petugas KAI menunjukkan Surat Tugas perintah pengosongan. Tak lama kemudian petugas KAI Daop 9 Jember datang menunjukkan surat tugas.
Surat tugas itu diambil Reta dan dibacakan di depan awak media. Lagi-lagi, Reta mempertanyakan surat izin pengosongan dari Kejaksaan maupun Pengadilan Negeri Jember.
Sementara itu, proses pengosongan rumah terus berlangsung. Barang-barang mulai dari lemari, kaca dan perabotan lainnya diangkut berangsur-angsur menggunakan kendaraan roda tiga.
Tak hanya barang-barang milik Reta, tetapi juga barang milik lima kelompok keluarga lainnya juga dikeluarkan. Kini Reta terlihat tidak ada upaya lain selain berulang-ulang mempertanyakan legalitas petugas KAI Daop 9 Jember mengosongkan rumahnya.
Proses pengosongan enam rumah milik PT KAI Daop 9 Jember selesai dilakukan pada pukul 10.00 WIB. Setelah kondisi kondusif petugas pengamanan mulai meninggalkan lokasi. Akses Jalan Mawar kembali normal.
Rumah yang sebelumnya ditempati enam kelompok keluarga kini dipasangi pembatas. PT KAI Daop 9 Jember juga memasang papan larangan memasuki area tanpa izin dan mengambil, memindahkan atau merusak apa pun.
Tanggapan PT KAI Daop 9 Jember
Vice President PT KAI Daop 9 Jember Hengki Prasetyo mengatakan, upaya penertiban secara paksa tidak serta merta dilakukan. Namun, sejak tahun 2022 PT KAI Daop 9 Jember melakukan pendekatan humanis dengan memberikan dua pilihan bagi enam kelompok keluarga.
Pertama, PT KAI Daop 9 Jember meminta mereka membayar sewa sebagaimana warga lainnya yang menghuni rumah milik PT KAI Daop 9 Jember. Kedua, apabila tidak mau membayar sewa, PT KAI Daop 9 Jember meminta mereka mengosongkan rumah secara sukarela.
Namun, imbauan itu tidak digubris. Bahkan mereka ada upaya ingin menguasai lahan dan bangunan tersebut dengan mengajukan gugatan membatalkan SHGB yang dipegang PT KAI Daop 9 Jember. Karena itu, PT KAI Daop 9 Jember memiliki kewajiban menyelamatkan aset negara.
“Aset PT KAI Daop 9 Jember yang berada di Jalan Mawar yang berupa rumah lebih dari seratus. Namun, mayoritas penghuni membayar sewa, karena mengakui status kepemilikan KAI Daop 9 Jember. Berbeda dengan enam KK yang menghuni enam rumah, mereka tidak mau membayar sewa dan ada upaya menguasai aset tersebut,” katanya.
Tak hanya di Jember, penertiban serupa juga akan dilakukan PT KAI Daop 9 Jember di luar Jember. Penertiban itu perlu dilakukan karena kasusnya serupa dengan yang terjadi di Jember.
Sementara untuk enam rumah yang sudah dilakukan pengosongan, saat ini masih diamankan. Namun, tidak menutup kemungkinan rumah tersebut nantinya juga akan disewakan kepada masyarakat.
“Sementara masih kita amankan. Namun tidak menutup kemungkinan juga akan disewakan. Biaya sewa yang kami tawarkan cukup murai, mulai Rp500 ribu per bulan,” pungkasnya.
Sementara Reta tetap merasa tidak terima. Ia meminta Presiden Jokowi dan Menteri ATR turun tangan mengkaji ulang SHGB yang dimiliki PT KAI Daop 9 Jember. Reta menganggap SHGB yang diperoleh PT KAI pada tahun 2020 cacat prosedur. SHGB tersebut diperoleh dengan cara mencuri hak PBB warga.
Kendati demikian, Reta belum bisa memutuskan langkah yang akan ditempuh selanjutnya, dengan alasan menunggu perkembangan situasi.
“Berdasarkan SK Kanwil tanggal 14 Januari 2020, PT KAI dalam mengajukan SHGB harus memenuhi sejumlah persyaratan. Di antaranya tanah dan luas objek harus jelas, tidak boleh sengketa, PBB 170 milik warga harus dijadikan satu induk. Jika tidak memenuhi syarat maka secara otomatis batal dengan sendirinya,” pungkasnya.
Advertisement