Libatkan Dimensi Qalby, Beda Sikap Orang Beriman dan Tidak...
Perbedaan orang beriman dengan yang tidak adalah dalam bertindak, berilmu dan melakukan apapun, dengan melibatkan dimensi qalby. Menurut Haedar Nashir, dalam menjalani kehidupan tidak serta merta dan melulu diselesaikan dengan pendekatan rasio.
Sehingga, dalam memahami agama dan kehidupan selain memakai bayani dan burhani, juga tidak lupa yang lebih puncak memahaminya dengan irfani atau dimensi ruhani. Maka dalam menghadapi pandemic Covid-19, sikap seorang Muslim jika tidak bisa memberi solusi, setidaknya jangan menambah beban yang membuat solusi itu bertambah berat dan susah.
“Itulah kebaikan dari seorang muslim dari dimensi anfauhum linnas–manusia terbaik yang bermanfaat. Kalau tidak memberi manfaat untuk apa kita hidup sebagai mukmin,” ujar Ketua Umum PP Muhammadiyah.
Berhenti Berdebat
Pada kesempatan ini Haedar Nashir mengajak kepada khalayak untuk berhenti berdebat, terlebih pada dimensi rasional-instrumental yang tidak ada habis-habisnya. Terkait dengan perdebatan masalah pandemi Covid-19 ini, di mana terdapat satu-dua dokter atau ilmuan yang berbeda pendapat, Haedar mengajak supaya memakai kaidah tarjih dalam mengambil keputusan atau simpulan.
“Tarjih kita itu kalau ijtihad pakai ijtihad jama’i, pakai pandangan arus utama yang banyak,” imbuhnya.
Haedar menjelaskan, dalam ilmu sosial terdapat banyak pandangan yang seakan itu ilmu terverifikasi akan tetapi itu hanya pandangan perseorangan yang belum bisa dipastikan kebenarannya. Terlebih di era media sosial ini, ikut mendistribusikan pandangan perorangan yang seakan-akan itu sebagai kebenaran mutlak.
Ikuti Pendapat Terbanyak
Oleh karena itu Haedar menegaskan, cara mengambil hukum atau simpulan yang baik adalah dengan cara jama’i dan menjadi kesepakatan kolektif. Ia berharap dengan demikian bisa fokus dalam ikhtiar melawan pandemi dan memberi solusi yang bisa dilakukan bersama-sama.
“Pandemi ini bukan urusan orang per orang atau suatu lembaga. Tapi urusan umat manusia secara keseluruhan,” sambung Haedar.
Menurutnya, saat ini adalah waktu bagi umat Muslim untuk sedia berbagi, berempati yang menjadi ujian keimanan, keislaman, dan amal saleh umat muslim. Hal ini bukan suatu ratapan atas musibah, akan tetapi sikap jelas yang diambil muslim dalam menghadapi musibah. Karenanya ia meminta supaya tidak terjadi pecah antara tindakan muslim di media sosial dengan realitasnya.