Letusan Gunung Kelud, Penyebab Hancurnya Istana Majapahit
Letusan Gunung Kelud menyebabkan hilangnya istana di Kerajaan Majapahit, juga hilangnya candi-candi yang telah dibangun pada masa itu atau juga masa sebelumnya.
Hancurnya Kerajaan Majapahit bukan karena perang atau diperangi Kerajaan Demak Bintoro atau kerajaan lainnya. Tapi, semata-mata faktor alam yang menyebabkan jejaknya hilang, kecuali situs-situs berupa candi yang berada di sekitar Trowulan Mojokerto.
"Gunung Kelud merupakan gunung api tipe stratovulkan dengan karakteristik letusan eksplosif. Letusannya akan sama dahsyatnya dengan bom atom". Demikian penjelasan Prof. Amin Widodo, geologis ITS Surabaya, dikutip Minggu 28 November 2021.
Seperti gunung api lainnya di Jawa, Gunung Kelud terbentuk akibat proses subduksi lempeng benua Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia ribuan tahun lalu. Sejak sekitar tahun 1300 Masehi atau jauh sebelum itu, diduga telah beberapa kali meletus.
Dalam dokumen Hindia Belanda, gunung ini tercatat aktif meletus dengan rentang jarak waktu yang relatif pendek (7-25 tahun), menjadikannya sebagai gunung api yang berbahaya bagi manusia.
Kekhasan gunung api ini adalah adanya danau kawah, yang dalam kondisi letusan dapat menghasilkan aliran lahar letusan dalam jumlah besar, dan membahayakan penduduk sekitarnya.
Letusan freatik tahun 2007 memunculkan kubah lava yang semakin membesar dan menyumbat permukaan danau, sehingga danau kawah nyaris sirna, menyisakan genangan kecil seperti kubangan air. Kubah lava ini kemudian hancur pada letusan besar di awal tahun 2014.
Puncak-puncak Candi adalah Sisa
Puncak-puncak yang ada sekarang merupakan sisa dari letusan besar masa lalu yang meruntuhkan bagian puncak purba. Dinding di sisi barat daya runtuh terbuka sehingga kompleks kawah membuka ke arah itu.
Puncak Kelud adalah yang tertinggi, berposisi agak di timur laut kawah. Puncak-puncak lainnya adalah Puncak Gajahmungkur di sisi barat dan Puncak Sumbing di sisi selatan.
Saat ini ketinggian Gunung Kelud adalah 1731 meter dpl , pada masa purba dulu bisa lebih tinggi dan lebih besar lagi.
Sejak zaman Hindia Belanda , letusan Gunung Kelud telah memakan korban lebih dari 15.000 jiwa. Letusan gunung ini pada tahun 1586 merenggut korban lebih dari 10.000 jiwa. Belanda kemudian membuat sebuah sistem untuk mengalihkan aliran lahar secara ekstensif pada tahun 1926 dan masih berfungsi hingga kini.
Ini dibangun karena sebelumnya pada letusan Gunung Kelud pada 1919, seperti dilansir situs rri.co.id, telah memakan korban hingga ribuan jiwa akibat banjir lahar dingin menyapu pemukiman penduduk.
"Kondisi ini bisa pula terjadi pada kerajaan Majapahit seperti bukti di situs Kumitir sekarang ini.Adanya batuan besar dan kecil serta pasir menguatkan dugaan adanya banjir bandang dahsyat saat itu yang menghancurkan Majapahit dan istana istananya," ujar Prof. Amin.
Tebalnya abu vulkanik di Kumitir menunjukan kedahsyatan letusan gunung Kelud yang disusul banjir bandang. Maka kehancurannya dapat membuat sebuah kerajaan musnah, atau paling tidak ekonomi penduduknya lumpuh. Seperti Gunung Tambora yang menyebabkan musim dingin berkepanjangan di Eropa dan wabah. Maka bisa saja ini terjadi saat Gunung Kelud meletus.
Erupsi dan Perjalanan Sejarah
Pada abad ke-20, Gunung Kelud tercatat meletus pada tahun 1901, 1919 (1 Mei) 1951 (31 Agustus), 1966 (26 April), dan 1990 (10 Februari-13 Maret). Pola ini membawa para ahli gunung api pada siklus 15 tahunan bagi letusan gunung ini. Memasuki abad ke-21, gunung ini erupsi pada tahun 2007 dan 13-14 Februari 2014.
Perubahan frekuensi ini terjadi akibat terbentuknya sumbat lava di mulut kawah gunung. Hampir semua erupsi yang tercatat ini berlangsung singkat (2 hari atau kurang) dan bertipe eksplosif (VEI maks. 4), kecuali letusan 1990 dan 2007.
Letusan 1901 tepatnya di bulan Mei atau dua bulan sebelum kelahiran Bung Karno, tercatat oleh Belanda malam hari antara 22 dan 23 Mei 1901 terjadi letusan besar berulang-ulang, dan meningkat pada pukul 03.00 dini hari. Suara letusan dilaporkan terdengar dari Pekalongan dan hujan abu mencapai Bogor. Embusan awan panas dilaporkan mencapai Kediri. Korban jiwa diperkirakan cukup banyak, karena tidak ada system' early warning seperti saat ini, namun tidak ada catatan.
Yang jelas jika mengambil siklus 15 tahunan secara mundur ke abad ke-13 dan ke-14 dapat tergambar perkiraan gunung Kelud meletus. Jika itu berkali kali terjadi di Majapahit, maka terbayang berapa kali rakyat mengalami gagal panen akibat debu vulkaniknya. Tak heran jika kisah paceklik di Majapahit menjadi cerita dalam kisah candi Pari yang dibangun dimasa Majapahit.
Advertisement