Lestarikan Adat Osing, Komunitas Adat Ini Dirikan Sekolah Adat
Sebuah komunitas adat Suku Osing (suku khas Banyuwangi) mendirikan Sekolah Adat Osing. Namanya ‘Pesinauan” yang dalam Indonesia berarti tempat belajar. Nantinya, di Pesinauan akan diajarkan budaya adat tradisi, kesenian, pertanian, bahkan masakan tradisional khas Suku Osing kepada generasi muda. Keberadaan Pesinauan ini untuk menjaga kelestarian adat dan Budaya Suku Osing.
“Sekolah adat ini dalam rangka mempertahankan dan melestarikan adat tradisi komunitas adat Osing di seluruh Banyuwangi melalui media pembelajaran,” jelas Ketua Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Osing Banyuwangi, Agus Hermawan, Senin, 25 Januari 2021.
Agus Hermawan menyatakan, Pesinauan ini berada di Sawah Art Space, Desa Olehsari, Kecamatan Glagah, Banyuwangi. Pesinauan ini nantinya juga sebagai wadah kegiatan adat seperti Mocoan Lontar Yusuf dan gerak dasar tari tradisi yang diikuti kawula muda. Kegiatan ini sebelumnya sudah dilakukan oleh sejumlah komunitas dan pemuda.
Dia menjelaskan, perkembangan pariwisata Banyuwangi yang luar biasa ini harus diimbangi dengan pemahaman di bidang sosial budaya yang cukup. Agar tidak melenceng dari filosofi tradisi itu sendiri. Dia mengaku khawatir jika nilai luhur secara turun temurun itu hilang, generasi muda mengenal tradisi hanya sebatas pementasan.
“Jika itu terjadi maka muncullah yang namanya proses degradasi budaya,” ujarnya.
Untuk itu, menurutnya, hal-hal yang berkaitan dengan kearifan lokal akan diajarkan di sekolah adat itu. Tujuannya tidak lain agar dapat dipahami oleh generasi muda. Termasuk membahas tentang konsep pertanian masyarakat Osing dengan mengandalkan pupuk organik.
“Misalnya tradisi kebo-keboan atau seblang ini anak-anak harus diberi pemahaman, bahwa tradisi itu bukan hanya sekedar pementasan, namun ada nilai-nilai tersendiri. Kearifan lokal ini akan jadi materi utama yang akan di-sinau (pembelajaran),” ungkapnya.
Selain berkonsepkan alam, sekolah ini juga memanfaatkan potensi masing-masing komunitas adat. Sehingga ke depan dalam perkembangannya setiap komunitas adat diharapkan memiliki kegiatan pembelajaran terkait kearifan lokal.
“Di Sawah Art Space ini hanyalah salah satu lokasi pembelajaran sekaligus sekretariatnya, namun untuk ruang kegiatan belajar mengajar juga akan dilaksanakan di kampung adat Osing lainnya dengan waktu pelaksanaannya yang sangat fleksibel,” jelas Agus.
Ketua Dewan Kesenian Blambangan (DKB) Hasan Basri menilai sekolah adat ini merupakan salah satu bentuk upaya memperkuat adat tradisi lokal. Apalagi saat ini ritual adat sudah didukung oleh pemerintah daerah dalam bentuk promosi pariwisata dalam Banyuwangi Festival. Menurutnya, Banyuwangi Festival sudah berhasil melakukan selebrasi ritual adat yang berdampak positif bagi perekonomian.
“Namun, di tengah gempuran moderenitas kita tidak boleh lengah untuk juga memperkuat pelaku, nilai, norma, dan filosofinya,” ujarnya.
Sekolah adat ini, lanjutnya, dapat menjadi motor penggerak anak-anak muda secara mandiri untuk menjalankan nilai-nilai adat berdasarkan kesadaran. Sebab selebrasi adat yang dinilai sudah berhasil ini harus diimbangi dengan pondasi kesadaran untuk menjalankaan nilai adat.
"Kami berharap eksistensi kegiatan pembelajaran yang mengangkat kearifan lokal ini terus berjalan dan berkembang di setiap komunitas adat," tegasnya.