Lempar Pujian, Hasto Bantah Isu Konflik Rekom PDIP Surabaya
Isu tarik ulur rekomendasi PDI Perjuangan untuk Pilwali Surabaya akibat silang pendapat di kalangan internal PDIP Surabaya sendiri akhirnya terjawab. Adalah Tri Rismaharini, dan Hasto Kristiyanto yang mengungkapkan dinamika sebenarnya yang terjadi terkait rekomendasi tersebut dalam rapat konsolidasi internal partai di Kantor DPD PDIP Jawa Timur.
Dibalut dengan pujian-pujian kepada Risma, Whisnu Sakti Buana, dan DPC PDI Perjuangan Surabaya, Hasto mengatakan jika Kota Pahlawan adalah wilayah penting bagi PDIP dan Indonesia. Dengan prestasi Risma dan Whisnu selama ini memimpin Surabaya, sudah sewajarnya jika Surabaya harus dipimpin oleh orang yang visioner dan semakin memajukan Kota Pahlawan.
Bahkan secara blak-blakan Hasto memuji banyaknya penghargaan nasional dan internasional yang sudah diraih oleh Pemerintah Kota Surabaya. Tak hanya itu, dengan pembangunan kota yang jelas, teratur, dan tidak ngawur, Surabaya sudah layak untuk menjadi ibukota bagi Indonesia, bukan hanya Jawa Timur.
“Jadi waktu itu ada orang Sumatera Utara yang datang ke saya. Dia bercerita banyak hal, salah satunya bilang kalau Kota Surabaya sudah cocok untuk jadi ibukota,” kata Hasto.
Keberhasilan tersebut kini yang membuat DPP PDIP dan Megawati Soekarnoputri menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menentukan siapa yang akan mereka jagokan di Kota Surabaya. DPP tak ingin calon pemimpin pewaris Risma malah memiliki kepentingan pribadi di balik jabatannya. Apalagi jika berurusan dengan pengusaha ‘hitam’ yang ingin menghancurkan tata kota.
Ia tak mau, Walikota Surabaya selanjutnya malah mengubah cantiknya Kota Pahlawan saat ini. Ia menyindir adanya proyek jalan tol tengah kota yang dulu sempat mau dibangun di Surabaya. Baginya, DPP tak ingin pembangunan di Kota Surabaya tidak bisa dikontrol lagi.
“Nanti bisa saja dengan kekuasaan, tiba-tiba Surabaya diubah jadi lebih masif pembangunannya. Taman-taman digusur, sungai yang bersih jadi limbah industri karena pengelolaan tata kota yang sembarangan. Kemudian muncul lobi-lobi politik, pengusaha hitam jadi sponsor atau pemberi dana di dalam kontestasi politik. Kami tidak ingin seperti itu. Kami ingin Surabaya bisa jadi contoh bagi daerah lain dalam pembangunan. Harus memperhatikan lingkungan dan lainnya,” kata Hasto.
“Nanti bisa saja dengan kekuasaan, tiba-tiba Surabaya diubah jadi lebih masif pembangunannya. Taman-taman digusur, sungai yang bersih jadi limbah industri karena pengelolaan tata kota yang sembarangan. Kemudian muncul lobi-lobi politik, pengusaha hitam jadi sponsor atau pemberi dana di dalam kontestasi politik. Kami tidak ingin seperti itu. Kami ingin Surabaya bisa jadi contoh bagi daerah lainnya dalam pembangunan. Harus memperhatikan lingkungan dan lainnya,” kata Hasto.
Maka dari itu, ia menegaskan jika isu terkait kabar terjadinya 'tarik tambang' antara dia dan Risma yang dimuat di salah satu media adalah isu belaka yang diciptakan oleh segelintir orang. Sebab menurutnya, tambang yang diangkat oleh PDIP adalah untuk kesejahteraan rakyat.
Ia menyatakan, kepemimpinan ke depan di Kota Surabaya haruslah kesinambungan visi dan misi yang selama ini sudah diletakkan oleh Walikota Bambang DH dan Risma.
“Terutama kesinambungan harapan bagi wong cilik agar Surabaya tetap dipimpin oleh mereka yang memiliki jiwa kerakyatan. Kita tahu bagaimana janda-janda dan anak kecil diperhatikan, ODGJ dirawat, dan semuanya. Ini semua untuk rakyat, kami ingin pemimpin yang memang untuk rakyat,” tegasnya.
Maka dari itu, saat ini DPP PDIP sudah memiliki sosok yang akan menggantikan Risma. Siapapun sosok yang direkom oleh Megawati itu harus mendapatkan dukungan penuh dari seluruh kader PDIP di Kota Surabaya.
"Siapa yang diputuskan, wajib menaati keputusan tersebut,” tutupnya.