Lemah Regulasi, Budaya Papua Rawan Dicaplok Asing
Propinsi Papua Barat kaya akan kekayaan alam dan seni budaya, sehingga rawan terjadi pencurian maupun klaim oleh pihak asing. Selama ini kekayaan provinsi paling timur Indonesia ini minim perhatian dari pemerintah pusat.
Sehingga kebijakan untuk memproteksi atau melindungi atas kekayaan alam dan seni budaya masyarakat setempat sangat dibutuhkan.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Teluk Wondama Frans Mosmafa, Rabu, 25 Juli 2018 mengatakan perlindungan terhadap sumber daya alam serta produk seni dan budaya masyarakat Papua masih sangat lemah. Karena itu, peraturan daerah harus dirancang untuk melindungi seluruh kekayaan alam dan budaya di daerah tersebut.
"HAKI (hak atas kekayaan intelektual) sagu yang punya orang Riau dan Matoa, sudah punya orang Jawa Tengah, orang Jogja. Kita mau beli bibit harus ke sana, padahal itu asli Papua punya. Tapi orang Jogja yang bikin hak paten. Anak-anak cucu kita pasti beli di sana nantinya," kata Frans, seperti dikutip Antara.
Regulasi sangat diperlukan sebagai proteksi atas seni budaya yang bersifat benda dan tak benda. Pihaknya tak ingin, dalam jangka pendek kondisi berdampak pada terbatasnya ruang ekonomi bagi penduduk asli Papua.
Wakil Bupati Teluk Wondama Paulus Indubri pada kesempatan terpisah mendorong DPR Papua Barat memberi perhatian khusus terkait perlindungan terhadap hak atas kekayaan alam maupun seni dan budaya asli Papua.
"Kita perlu proteksi kekayaan alam dan budaya kita. Jangan sampai 15 tahun kemudian kita akan beli Matoa di Malaysia. Juga sagu dan keladi. Itu pasti," ujar Indubri.
Anggota Komisi A DPR Papua Barat, Frida Tabita Klasin saat berkunjung ke Wondama, Selasa kemarin, mengungkapkan, DPR Papua Barat sedang menggodok Raperda tentang perlindungan situs-situs sejarah. DPR juga tengah mendorong adanya Perdasus tentang perlindungan wilayah adat yang diharapkan bisa mengakomodir hal tersebut.
Kepala Divisi Bidang Pelayanan Hukum dan HAM Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Papua Barat, Agus Pardede pada kesempatan terpisah mengatakan, dari seluruh kekayaan baik benda maupun non benda di daerah tersebut baru Pala Tomadin Fakfak yang sudah terdaftar dan mendapat perlindungan HAKI.
"Cuma itu, yang lain belum seperti sari buah merah, rumah kaki seribu,noken, seluruh tarian adat, hingga kekayaan budaya dan alam lainya," kata Agus.
Ia menyarankan, masyarakat, para pelaku usaha, budayawan serta seniman di daerah tersebut segera mendaftarkan produk kekayaan daerah ini ke Kemenkumham untuk memperoleh perlindungan.
"Konsepnya sederhana, daftar dan lindungi.Jadi silahkan beramai-ramai mendaftarkan produknya, yang bersifat benda maupun nonbenda," kata dia lagi. (ant/wit)