Lelaki Pertamaku, Cerita tentang Ayah dari 26 Penulis Perempuan
Saat ditanya pada semua perempuan, siapakah lelaki yang dikenal pertama kali di dunia? Hampir semua perempuan menjawab: ayah. Begitu banyak cerita tentang ibu tapi lain halnya dengan ayah. Inilah yang menjadi titik pertemuan 26 perempuan dalam sebuah esai inspiratif yang menjadi buku berjudul 'Lelaki Pertamaku.'
"Ini adalah kumpulan esai dari 26 perempuan yang bercerita tentang ayahnya berdasarkan kisah hidup dengan ayahnya masing-masing. Ini diceritakan dari sudut pandang berbeda-beda," ujar Wina Bojonegoro, sebagai penerbit dan koordinator penulis buku 'Lelaki Pertamaku'
Wina menjelaskan, proses kurasi dari 55 naskah yang masuk melalui media sosial menjadi 26 naskah. Hal itu terpilih dengan tidak mudah.
"Dari Februari tahun ini dikurasi, lalu dilakukan proses editing. Karena, banyak yang baru saja pertama menulis pada buku ini," terang Wina ditemui dalam lauching buku 'Lelaki Pertamaku' Sabtu, 10 Agustus 2019.
Wina menjadikan menulis adalah hobi. Ia menceritakan, cerita tentang ayah yang ditulis oleh 26 perempuan ini sangat inspiratif. Ada yang menggambarkan ayah sebagai pahlawan, mentor, tukang masak sampai menggangap ayah rumit.
Perempuan asal Bojonegoro ini, berharap dengan buku ini dapat bermanfaat bagi penulisnya salah satunya sebagai self healing atau terapi atas luka yang pernah diderita.
"Selain itu bagi para ayah yang membaca buku ini dapat menjadi ayah yang kuat dan dapat mengoreskan kenanggan yang ingin ditinggalkan kepada putrinya," harapnya.
Ingin dikenang seperti apa dan siapa ayah tersebut, harus ditanamkan sejak anak masih kecil.
Sebanyak 26 penulis perempuan yang dikumpulkan penerbit Padmedia ini berkisah tentang lelaki pertama yang memberi cinta dalam hidup. Mereka tak semua cerita berkisah manis tapi kerinduan rata-rata sangat besar dalam diri mereka.
Meski begitu mereka tetap jujur tentang sosok ayahnya. Seperti praktisi radio, Ellen Pratiwi yang menggungapkan suka dukanya mempunyai ayah yang berpoligami dalam tulisan berjudul 'Berbagi Ayah.'
"Dalam tulisan ini saya bercerita tentang kehidupan saya yang berada dalam keluarga poligami. Bagaimana saya merasakan ayah harus berbagi waktu antara keluarganya, di sini dan keluarganya yang lain," ungkap perempuan yang sekarang berprofesi sebagai frelance marketing ini.
Tetapi, dalam tulisannya, Ellen tak melulu tentang kegetirannya. Tapi juga hal positif yang ia pelajari dari sang ayah seperti lebih mandiri. Ia sadar anak tetaplah anak yang memiliki hubungan darah dengan ayahnya tak mungkin dapat diingkari.
"Tulisan ini mengajak para ayah yang ingin atau akan berpoligami untuk berpikir ulang atas tindaknnya. Karena, anak juga akan menjadi korban dalam hal ini. Sakno anak-e (kasihan si anak, red)," terang Ellen.
Perempuan berusia 46 tahun ini berpesan, anak tidak pernah bisa memilih siapa ayahnya. Tapi Tuhan pasti memilihkan siapa ayah terbaik bagi setiap anak.
"Apa pun kesalahan ayahmu maafkanlah. Bagaimana pun ia tetap ayahmu yang diperlu dijaga dan dirawat," katanya.
Berbeda dengan Ellen Pratiwi, Tjahjani Retno Wilis dalam tulisannya yang berjudul 'Sang Petromaks' mengisahkan ayahnya sebagai 'Hero' yang membawa terang lewat lampu petromaks yang dinyalakan.
"Dulu sebelum ada listrik seperti sekarang, setiap malam selalu memakai lampu petromaks dan lampu ini harus menunggu bapak pulang baru bisa dinyalakan. Karena, hanya bapaklah yang bisa," cerita Tjahjani Retno Wilis.
Setelah lampu petromaks nyala, baru kegiatan seperti belajar dapat dilakukan. Jadi bapak benar-benar seperti pahlawan yang membawa terang bagi anak-anaknya.
Tjahjani Retno Wilis menggangap apa yang ia tulis ini akan menjadi dokumentasi kenangannya bersama sang ayah.
"Dulu sebelum ada listrik seperti sekarang, setiap malam selalu memakai lampu petromaks dan lampu ini harus menunggu bapak pulang baru bisa dinyalakan. Karena, hanya bapaklah yang bisa," cerita Tjahjani Retno Wilis.
Advertisement