Legitnya Getuk Mak Yah Bojonegoro, Langganan Buruh hingga Pejabat
Berkunjung ke Kota Bojonegoro, ada kuliner tradisional yang murah meriah. Yaitu getuk, kudapan berbahan baku singkong ini, jadi salah satu selingan makanan pagi atau sore menjelang petang.
Di Kota Bojonegoro, ada getuk yang telah melegenda, yaitu Mak Yah alias Rasiyah yang tinggal di Desa Banjarsari, Kecamatan Trucuk. Namun, perempuan ini telah meninggal dua tahun silam, saat usianya 67 tahun. Kini usaha getuk yang dirintis Mak Yah, lebih dari 35 tahun lamanya itu, diteruskan lima anaknya.
Warung getuk yang dikelola Mak Yah, tak terlalu besar. Ukurannya hanya 3 kali 4 meter per segi. Begitu juga dengan menu yang disediakan juga tidak banyak. Hanya menyediakan opor ayam, ketan, dan getuk berikut kopi hitam.
Tetapi, dari sekian menu itu, getuklah yang jadi favorit para pelanggannya. Hanya dengan uang Rp 2.500 per bungkus, pelanggannya bisa menikmati makanan tradisional ini.
Meski harganya relatif murah, pelanggan warung getuk Mak Yah, tetap terjaga. Mereka dari kalangan pelbagai kelas sosial. Dari buruh hingga pejabat eselon juga bupati dari Bojonegoro, Tuban dan Blora, kerap mampir di warung tersebut.
Getuk Mak Yah berlokasi di sebelah utara Kali Ketek, jembatan Sungai Bengawan Solo, tepatnya di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk. Meski warungnya sempit, hampir tiap hari mobil-mobil mahal parkir tak jauh dari warung Mak Yah. ”Ya, kerap pelanggan berdesakan. Ya gak apa-apa, memang warungnya sempit,” ujar Mbak Kis, saudara dari Mak Yah, pada ngopibareng.id, Minggu, 27 Februari 2022.
Dilihat dari bahan bakunya, getuk Mak Yah, Banjarsari terlihat sederhana. Yaitu singkong yang direbus lalu, ditumbuk halus, dipadatkan lalu dibentuk dan dipotong seukuran dua jari.
Selanjutnya ada campuran berupa bubuk atau dikenal sambal kedelai yang dihaluskan dengan racikan rempah-rempah dari bumbu dapur. Ada juga parutan kelapa yang disajikan sebagai pendamping getuk. ”Prosesnya sederhana,” tandas Mbak Kis.
Tetapi, yang mesti diingat, untuk menjaga kualitas getuk Mak Yah, yaitu bahan baku berupa singkongnya. Ya, singkong yang dipilih, harus diseleksi. Berupa singkong dengan warna kuning, baru dicabut dari tanah dan tidak rusak seperti ada warna hitam-hitamnya. Untuk menjaga kualitas getuk, keluarga menyerahkan ke Mbak Jumi, yang merupakan mantu dari Mbah Yah.
Sebagai catatan, getuk Mah Yah, tergolong ramai. Dalam satu hari misalnya, minimal menghabiskan 70 kilogram singkong. Tetapi jika hari-hari libur, seperti Sabtu dan Minggu, bisa menghabiskan 100 kilogram singkong.
Warung ini, buka dari pagi pukul 08.00 waktu setempat hingga sore. Biasanya tamu dari luar kota datang pada hari-hari libur. Apalagi getuk Mak Yah bisa bertahan satu hari, dengan catatan getuk dan parutan kelapa dipisah. ”Ya yang dari luar kota biasanya minta getuk dan parutan kelapa dipisah,” ujar Mbak Jumi, menantu Mak Yah.
Mbak Jumi menyebutkan, beberapa pelanggan, di antaranya adalah mantan Bupati Bojonegoro dan juga mantan Bupati Tuban, kerap memesan getuk Mak Yah. “Sudah langganan, biasanya nitip suruhan,” imbuhnya.
Kini, lanjut Mbak Jumi, di saat harga-harga naik, seperti kedelai, harga getuk Mak Yah, tetap, yaitu Rp 2.500 per bungkusnya. Padahal, harga kedelai kini sudah Rp 12.000 per kilogramnya, begitu juga dengan lainnya. Dia berharap, pelanggan yang berasal dari pelbagai kalangan bisa tetap terjaga.