Legislator Surabaya Soroti Penghuni Panti Asuhan Belum Diikutkan
Legislator menyoroti hampir semua anak-anak panti asuhan di Kota Surabaya, Jawa Timur, belum diikutsertakan sebagai penerima layanan kesehatan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Anggota Komisi C DPRD Surabaya Vinsensius Awey, di Surabaya, Selasa, mengatakan selama ini banyak panti asuhan memang mendapatkan bantuan dari donatur untuk operasional mereka, namun akan jauh lebih baik jika Pemerintah Kota Surabaya juga bisa memberikan jaminan layanan kesehatan.
"Kehidupan penghuni panti asuhan, bisa terusik ketika tiba-tiba sakit. Sebab, hampir semua penghuni panti asuhan belum diikutkan kepesertaan sebagai penerima layanan kesehatan dalam Jaminan Kesehatan Nasional," katanya.
Menurut dia, para penghuni panti asuhan sulit diikutkan dalam JKN karena terkendala regulasi sebab mereka tidak punya kelengkapan adminsitrasi kependudukan seperti halnya tidak memiliki akta kelahiran, Nomer Induk Kependudukan (NIK) dan lainnya.
"Mereka tidak memiliki kejelasan kependudukan karena terbentur persoalan administrasi," katanya.
Harusnya, kata Awey, Negara hadir bagi mereka apabila merujuk pada UUD Pasal 34 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
"Fakir miskin dan anak terlantar dijamin oleh negara, pertanyaannya negara yang mana? Representasi negara yang paling kecil kan ada di pemerintahan kota dan kabupaten," ujar Caleg DPR RI Dapil 1 Surabaya-Sidorajo dari Partai Nasdem ini.
Untuk itu, lanjut dia, peran Pemkot Surabaya harus benar-benar hadir menyentuh penghuni panti asuhan yang kebanyakan anak-anak yatim piatu itu. "Jangan mereka dibenturkan soal birokrasi kependudukan yang berlebihan, mulai harus lapor kepolisian, buat berita acara dan lainnya," ujarnya.
Ia berharap proses kependudukan bagi para penghuni panti asuhan dipermudah dengan cara dinas sosial bisa mendata seluruh anak-anak panti asuhan yang ada di kota Surabaya. Mereka didata dan dibantu kelancarannya dalam proses kependudukan atau akta kelahirannya.
"Sehingga mereka bisa menerima bantuan APBD untuk jaminan kesehatan dan pendidikan mereka," katanya.
Awey menegaskan DPRD Surabaya akan memperjuangkan bahwa anak panti asuhan juga berhak atas jaminan layanan kesehatan. "Mereka harus diikutkan dalam program PBI (Penerima Bantuan Iuran) yakni diikutsertakan untuk menjadi peserta BPJS dengan dana dari APBD Surabaya," katanya.
Diketahui, selama ini Pemkot Surabaya dengan Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 25 Tahun 2017 menyebut APBD bisa mengcover keluarga miskin di Surabaya melalui jalur PBI BPJS Kessehatan.
Menurut Awey, ada 44 kategori yang dicover oleh Pemkot Surabaya dengan membayarkan iuran jaminan kesehatan melalui perwali 27/2017, termasuk pengurus yayasan panti asuhan dicover.
"Nah yang tidak ada itu anak anak panti asuhan karena terbentur regulasi. Anak-anak panti asuhan seharusnya tidak dilibatkan soal kasta maupun soal status kependudukan karena mereka hanya tahu jika dirinya dipelihara oleh negara. Apalagi saat ini Surabaya mendapat prediket sebagai Kota Ramah Anak," ujarnya. (*)