Lebaran, PDIP Surabaya: Keluarga Gembira, Peduli ke Tetangga
Keluarga besar PDI Perjuangan Kota Surabaya menyambut datangnya Idul Fitri, 1 Syawal 1444 Hijriah, dengan penuh suka cita. Para kader banteng menikmati kebahagiaan Lebaran bersama sanak keluarga, warga masyarakat, saling bermaaf-maafan, berjabat tangan dan memperkuat tali silaturahmi.
“Selamat Hari Raya Idul Fitri, 1 Syawal 1444 Hijriah. Selamat merayakan Lebaran dengan penuh kebahagiaan. Kami keluarga besar PDI Perjuangan Kota Surabaya menyampaikan permohonan maaf lahir dan batin kepada seluruh warga. Minal aidin walfaidzin. Ke depan, kami semua akan bekerja lebih keras lagi untuk meningkatkan pengabdian kepada masyarakat, menyempurnakan kekurangan dalam proses pelayanan kepada warga,” ujar Adi Sutarwijono, Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya, Sabtu 22 April 2023.
Adi menambahkan, tradisi Lebaran diiringi dengan membuka pintu maaf bagi siapapun. Tak ada manusia yang sempurna, dan pasti memiliki kesalahan dalam menjalani setiap fase kehidupan.
Setelah sebulan berpuasa di bulan Ramadan, seiring gema takbir berkumandang, para kader banteng dan warga masyarakat saling mengirim poster, video dan ucapan selamat Idul Fitri. Sembari menyampaikan minal aidzin walfaidzin, mohon maaf lahir dan batin kepada keluarga, sahabat dan jaringan pertemanan.
“Memaafkan dan dimaafkan adalah keniscayaan dalam proses kehidupan kehidupan manusia. Inilah indahnya Lebaran, indahnya Idul Fitri, dimana kita saling membuka diri untuk meminta maaf sekaligus memaafkan siapapun,” ujar Adi.
Melalui tradisi unjung-unjung, kata Adi, Lebaran juga menjadi momentum indah untuk bergembira bersama keluarga tercinta, sanak keluarga, tetangga dan handai taulan. “Semuanya berkumpul, berbagi cerita apa saja dengan sanak kerabat. Mungkin bercerita soal lika-liku kehidupan selama ini, makanan favorit, hobi olahraga, dan sebagainya. Semuanya menjadi warna-warni yang menambah kesan saat berkumpul bersama keluarga,” ujar Adi yang juga ketua DPRD Kota Surabaya.
Yang tentu juga tak akan luput dari cerita saat berkumpul bersama keluarga, sambung Adi, adalah perjalanan mudik ke kampung halaman. Melintasi ratusan kilometer jalanan tentu menyisakan banyak cerita.
“Mudik selalu penuh warna, dan inilah penanda kemeriahan Lebaran yang khas Indonesia. Kita bersyukur, mudik juga telah mampu menggerakkan perekonomian, sehingga ekonomi rakyat terus terjaga dengan relatif baik,” ujar Adi.
Dalam momentum Lebaran, Adi mengajak semua warga untuk meningkatkan kepedulian kepada lingkungan sekitar, terutama para tetangga. Meski Surabaya telah menjadi kota metropolitan, suasana keguyuban antar-warganya tak boleh hilang. Tradisi unjung-unjung telah memperkuat keguyuban dan tali persaudaraan di antara warga masyarakat.
“Kepedulian kepada tetangga sangat penting. Mari kita tengok kondisinya. Rasa saling peduli ini yang menjaga Surabaya tetap menjadi kota metropolitan namun selalu penuh kisah-kisah humanis dalam keseharian warganya. Jangan ada sikap individualisme dalam kehidupan antar-warga,” papar alumnus Universitas Airlangga tersebut.
Salah satu momentum merajut kepedulian dengan lingkungan sekitar adalah penyelenggaraan halal bihalal yang marak di kampung-kampung se-Surabaya. Biasanya di tingkat RT dan RW digelar halal bihalal.
Adi menjelaskan, tradisi halal bihalal di masyarakat Indonesia lahir dari dialog Presiden pertama Ir Soekarno dan ulama NU KH Wahab Chasbullah. Pada 1948, saat awal republik berdiri masih diwarnai banyak pertentangan politik, Bung Karno meminta pendapat dari KH Wahab Chasbullah, di mana kemudian diberikan saran agar diselenggarakan silaturahmi antar-anak bangsa.
Bung Karno meminta istilah selain silaturahmi, sehingga tercetuslah “halal bihalal”, sebuah penanda bahwa setiap pertentangan dan konflik antar-anak bangsa harus saling dimintakan maaf sehingga semua menjadi “halal”.
“Semarakkan halal bihalal di kampung-kampung, untuk menjadi sarana saling peduli antar warga. Juga melibatkan UMKM kampung untuk pemenuhan kebutuhan. Semuanya indah dan guyub, dan saling menumbuhkan,” kata Adi.
Advertisement