LDII: Tragedi Kanjuruhan, Fanatisme Jangan sampai Mematikan Hati
Tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, mengundang keprihatinan DPP Lembbaga Dakwah Islam Incdonesia (LDII). Ketua Umum LDII, KH Chriswanto Santoso turut berbelasungkawa dan menyatakan keprihatinannya.
“Kami mendoakan agar para korban diterima di sisi Allah dan diberi kedudukan yang tinggi. Kami juga mendoakan keluarga korban diberi kesabaran, keikhlasan dan hikmah,” ungkapnya.
Menurut Chriswanto di balik peristiwa yang memilukan tersebut, insan sepak bola nasional perlu evaluasi diri, agar tidak terjadi hal yang serupa.
"Sepak bola sesungguhnya adalah alat pemersatu, akan tetapi musibah di Stadion Kanjuruhan kemarin, benar-benar memukul semua pihak. Maka hikmah yang bisa diambil adalah panitia harus lebih siap, begitupula aparat kemanan dan teman-teman suporter. Agar hal serupa jangan terulang lagi,” ujarnya.
KH Chriswanto tidak menafikan fanatisme dalam dunia sepak bola. “Akan tetapi fanatisme jangan mematikan hati. Satu nyawa sudah terlalu banyak, satu nyawa sangat berharga. Dengan banyak korban luka dan jiwa ini tentu sangat memprihatinkan,” sambungnya.
Ia berharap dan mengimbau semua pihak yang bergerak di bidang sepak bola khususnya, untuk mengevaluasi diri dan mempersiapkan diri.
“Ketika terjadi sebuah pertandingan, harus benar-benar disiapkan pengamanan dan keamanan,” katanya.
Menurutnya kalah menang dalam sepak bola adalah hal biasa. “Tim yang kalah mengevaluasi diri mengapa bisa kalah, yang menang gak perlu euforia sehingga membuat kerusakan,” imbuhnya.
Penonton yang ada di stadion adalah pendukung atau suporter, yang bila dikelola bisa menjadi pemersatu. “Bukan menjadi permusuhan yang berkelanjutan. Mari evaluasi diri, aparat juga evaluasi mengenai kelalaian apa yang terjadi, tentu ada konsekuensi. Ini jadi protap yang akan dilaksanakan oleh seluruh pelaku sepak bola,” pungkas Chriswanto.
Panpel Tak Siap Penonton Membeludak
Di sisi lain, pengurus Persatuan Sepak Bola Bogor (PSB) Heriana Kurniawan mengucapkan bela sungkawa yang mendalam terhadap insiden yang menimpa persepakbolaan Indonesia.
Menurutnya, pemicu tragedi Kanjuruhan ada beberapa hal, seperti ketidakpuasan penonton terhadap kekalahan Arema FC dan terpancingnya aparat keamanan oleh aksi suporter yang masuk ke tengah lapangan. “Saya melihat ketidaksiapannya panitIa pelaksana (panpel) untuk mengantisipasi membludaknya penonton,” ujarnya.
Heriana yang juga pengurus Departemen Pemuda, Kepanduan, Olahraga dan Seni Budaya (PKOSB) DPP LDII, berpendapat federasi perlu berbenah. Insiden Kanjuruhan sebagai evaluasi menyeluruh agar tidak lagi kejadian yang serupa. Ia juga mendorong penonton juga memiliki karakter yang baik.
“Penonton juga harus sportif, ketika timnya kalah, ya, harus bisa legowo menerima, selama ini masih banyak suporter yang tidak terima timnya kalah,” ungkap mantan pemain PSB Bogor itu.
Heriyana berharap dibenahi pembentukan karakter pemain, karakter insan sepak bola, dan karakter pengurus manajemen. “Kalau sudah memiliki sıfat yang menerima, sportivitas tinggi dan agamanya kuat, insya Allah sepak bola Indonesia akan lebih baik dari negara-negara Eropa,” ujar Heriyana.