LBM PBNU: Berbahaya, Tembakau Disamakan dengan Narkotika
Sangat berbahaya jika tembakau disamakan dengan narkotika. Karena itu, usulan dalam RUU Kesehatan yang menganggap tembakau sama dengan narkotika harus ditolak.
Alasannya, meski sama-sama mengandung zat adiktif, tetapi adiksinya berbeda secara signifikan dan ada perbedaan yang mendasar.
“Sangat berbahaya jika (tembakau) disamakan dengan narkotika,” ujar Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) Kiai Mahbub Maafi.
Kiai Mahbub mengungkapkan hal itu di sela-sela Halaqah Fikih Peradaban dan Bahtsul Masail di Pondok Pesantren Al Muhajirin II Purwakarta, dikutip Senin 8 Mei 2023. Kiai Mahbub menyebut para petani tembakau juga akan sangat dirugikan jika RUU dimaksud disahkan.
Tembakau Beda dengan Mariyuana
"Jadi, kalau mereka menanam tembakau, itu seperti dikategorikan sebagai penanam narkotika atau mariyuana,” ucapnya.
Maka dari itu, hasil sementara rekomendasi yang akan dilaporkan ke PBNU pusat yaitu terkait pasal 154 dan pasal-pasal terkait tembakau lainnya untuk tidak dibahas lagi dalam RUU Kesehatan.
Meminta kepada Kemenkes dan DPR untuk menghapus penyamarataan tembakau dengan napza.
"Jadi dihilangkan saja, secara otomatis hal-hal terkait soal tembakau dan pasal di bawahnya harus dihilangkan," ucapnya.
Kiai Mahbub lantas menyebut alasan lain mengapa pasal terkait tembakau sebaiknya dihilangkan dalam RUU Kesehatan. Sebab soal tembakau sudah pernah dibahas dan sudah ada peraturan emerintah yang mengaturnya.
Kiai Mahbub menilai bila RUU ini tetap disahkan artinya tidak ada keberpihakan kepada rakyat, terutama kepada para petani.
Dia pun mengingatkan kontribusi tembakau terhadap APBN pada 2022 mencapai Rp 218 triliun.
Hal tersebut menunjukkan bahwa tembakau memberikan sumbangsih yang sangat besar bagi negara.
"Kalau pemerintah mau seperti itu, saya menilai pemerintah tidak ada keberpihakan, terutama kepada para petani," katanya.
Kiai Mahbub lebih lanjut mengatakan pertanian tembakau merupakan salah satu sektor yang menggerakkan perekonomian dari bawah.
Terdapat sekitar 6,1 juta orang yang terlibat dalam rantai pertanian tembakau.
"Menurut saya, ini lucu, negara kok diam saja. Itu bukan angka kecil pada sektor tembakau. Makanya, kami meminta untuk dihilangkan, karena sudah ada aturannya. Aturan yang ada saja sudah ketat, tinggal ditegakkan saja PP yang sudah ada," katanya.
Tembakau Berbeda
Hal senada dikemukakan Katib Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Kiai Sarmidi Husna.
Dia menyatakan ketidaksetujuan dengan dimasukkannya tembakau atau produk tembakau ke dalam klausul zat adiktif.
Klausul tersebut mengacu pada zat-zat yang bersifat adiktif, termasuk obat-obatan psikotropika dan alkohol.
"Kami tidak setuju karena psikotropika, alkohol dan tembakau adalah zat yang berbeda," katanya.
Dia juga mengatakan obat-obatan psikotropika dianggap ilegal menurut hukum, sedangkan tembakau atau rokok dianggap berbeda.
Menurut Kiai Sarmidi, juga ada perbedaan hukum antara kedua substansi tersebut.
Misalnya, jika seseorang meminum alkohol atau mengkonsumsi obat-obatan psikotropika, sering menimbulkan kekacauan dan konflik antarindividu yang mengkonsumsinya.
“Namun, merokok tidak menimbulkan konflik seperti itu. Justru memupuk rasa persaudaraan. Tidak ada orang yang merokok yang akan memulai perkelahian," kata Kiai Sarmidi.