LBH Surabaya: Pohon Tumbang, Warga Bisa Gugat Pemkot Surabaya
Tumbangnya pohon yang sampai memakan korban jiwa, membuka peluang bagi warga yang menjadi korban untuk menggugat Pemerintah Kota Surabaya. Pasalnya, kejadian tersebut tak bisa dianggap sebagai kejadian alam semata, melainkan ada faktor kelalaian Pemerintah Kota Surabaya di dalamnya.
Hal tersebut dikemukakan oleh Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Achmad Wachid. Menurut Wachid, pohon-pohon yang berada di jalanan, menjadi di tanggung jawab Pemerintah Kota Surabaya. Sehingga ketika terjadi tumbang, maka sudah sewajarnya Pemkot Surabaya bertanggung jawab secara hukum.
"Kecuali tempat itu yang memiliki privat ya, tapi ini berada di ruang publik," kata Wachid.
Menurut Wachid, meskipun kejadian pohon tumbang tersebut terjadi karena kejadian alam, seperti karena angin kencang, namun seharusnya Pemkot Surabaya meminimalisasi agar tidak jatuh korban. Misalnya dengan cara memangkas, menanam pohon dengan akar yang kuat. Atau bahkan memberi pelindung pembatas.
"Kejadian semacam itu kan bisa dicegah," katanya
Sedangkan jalur hukum yang tuntutan warga yang bisa digunakan sebenarnya bisa menggunakan perdata dan pidana. Namun, yang paling sering digunakan dan sesuai dengan kasusnya adalah gugatan keperdataan.
"Kalau perdata ya masuk ke Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Unsur-unsurnya juga sudah ada, ada kasualitas juga ada kerugian juga berupa materiil dan non-materiil. Itu yang kita sasar kelalaian Pemkot Surabaya," katanya.
Selain gugatan keperdataan, Wachid mengatakan, warga masyarakat bisa menggugat melalui jalur class action. Namun, syarat untuk menggugat class action itu harus mewakili kelompok atau massal. Sehingga tidak bisa sembarang orang melakukan gugatan tersebut secara individu.
"Mereka hars mewakili dan resmi perwakilannya," ungkapnya.
Selain Class Action, ada jalur yang bisa digunakan masyarakat untuk menggugat Pemkot Surabaya terkait kasus pohon tumbang tersebut. Yakni menggunakan sistem citizen lawsuit. Dalam citizen lawsuit, orang yang menggugat tidak harus korban dari tumbangnya pohon, namun bisa berasal dari lapisan masyarakat biasa.
"Meskipun tidak kena dampak, bisa melaporkan. Seperti orang non Jakarta melaporkan asap polusi Jakarta waktu itu," kata Wachid.
Gugatan terakhir yang bisa ditujukan kepada Pemkot Surabaya adalah gugatan tindak pidana. Namun untuk gugatan jenis ini dalam kasus pohon tumbang sampai makan korban jiwa , menurut Wachid, cenderung lebih rumit.
Alasannya, pelapor harus melalui tahap-tahap Kepolisian seperti penyelidikan dan penyidikan, baru bisa diproses secara hukum di pengadilan.
Selain itu, harus ada unsur pidana yang diterapkan yang diatur dalam KUHPidana. Namun, gugatan pidana itu sifatnya pribadi, bukan publik, sehingga gugatannya harus ditujukan kepada orang, bukan badan.
"Bisa banget ya kalau pidana. tapi ya itu siapa yang dijerat? Mungkin bisa pakai pasal kelalaian. Cuma siapanya itu yang susah untuk menetapkan. Siapa yang lalai melakukan tugas pengawasan itu yang bisa dijerat. Apakah kadis, kabid atau petugas lapangan, harus dicari dulu. Unsur pidananya masuk ya kasus itu, apalagi sampai korban meninggal dunia," kata Wachid.
Wahid juga berharap berharap warga tidak takut untuk melakukan gugatan hukum, apabila pemkot dinilai lalai untuk melindungi kehidupan warga. Warga juga diminta jangan pasrah menerima karena sudah diberi uang tali asih dari Pemkot.
Kata dia pemberian uang tali asih tidak menghapus perbuatan melawan hukum.Jika Pemerintah Kota Surabaya memberikan uang bantuan tali asih, kata dia tak apa diterima. Tapi patut dipahami jika pemberian tali itu tak menghilangkan tuntutan.
“Memberikan bantuan namun ada perjanjian dilarang menuntut itu tidak boleh. Karena ganti rugi itu harus dari hasil negosiasi bukan dari satu pihak, besarannya pun ditetapkan," pungkasnya.
Advertisement