LBH Soroti Pelanggaran Hak Sipil dan Politik di Surabaya
Tingginya kasus pelanggaran HAM di bidang hak-hak sipil dan politik selama tahun 2018, di Surabaya. Bahkan, hal itu semakin banyak terjadi menjelang tahun politik 2019. Demikian catatan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya.
LBH Surabaya mengingatkan, di Kota Pahlawan ini terdapat upaya pembungkaman kebebasan berekspresi dan berpendapat yang dilakukan oleh aparat negara maupun aktor non negara atau ormas.
"Adanya pelarangan aksi, pembubaran diskusi, bahkan adanya kerasan. Catatan kami menjelang tahun politik 2019, banyak terjadi persekusi terhadap kelompok yang anti pemerintah," kata Direktur LBH Surabaya Abd Wachid Habibullah saat ditemui di Kantor LBH Surabaya, Senin 17 Desember 2018.
Seperti halnya yang dialami Alian Mahasiswa Papua di Surabaya, yang sepanjang 2018 ini mengalami beberapa kali tindak represifitas dari kepolisian maupun ormas.
Juga, pembubaran peserta Aksi Kamisan di Surabaya beberapa waktu lalu. Serta kriminalisasi terhadap aktivis HAM seperti yang dialami Mahasiswi Anindya, Aktivis FPMI dan warga Waduk Sepat Surabaya.
"Ini menunjukan tidak adanya komitmen negara dalam melindungi warga masyarakat yang memperjuangkan haknya," kata Wachid.
Selain itu, ada pula upaya represifitas yang diterima oleh oleh kelompok massa yang menyampaikan aspirasi politiknya, di muka umum.
"Ketika ada kelompok yang menyampaikan pendapatanya justru malah direpresi, terutama kepolisian, bahkan itu tak hanya terjadi di Surabaya tapi juga Malang dan daerah-daerah di seluruh Indonesia lainnya," kata dia.
Hal itu kata Wachid makin menunjukan bahwa pemerintah Indonesia kini makin menunjukan sikap otoriter dan tak berpihak pada demokrasi.
"Pemerintah Indonesia makin mendekati ke arah otoritarianisme, karena kepolisian menjadi aktor untuk merepresi kebebasan masyarakat dalam berpendapat," kata dia. (frd)