LBH Kecam Penyitaan Buku Pegiat Literasi di Probolinggo
Peristiwa penyitaan sejumlah buku bertema D.N. Aidit, salah satu tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI), milik komunitas Vespa Literasi yang dilakukan Kepolisian Polsek Kraksaan dan TNI Kabupaten Probolinggo, merupakan tindakan sewenang-wenang dan perbuatan melanggar hukum.
Hal itu diungkapkan oleh Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Abdul Wachid Habibullah. Menurutnya, penyitaan buku tersebut tak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), di mana harus ada proses peradilan terlebih dahulu, jika memang menganggap buku itu terlarang.
"Penyitaan terhadap buku-buku yang diduga melanggar peraturan perundang-undangan, harus dilakukan melalui proses peradilan, sebagaimana yang diperintahkan oleh putusan MK nomor 20/PUU-VIII/2010. Artinya, penyitaan tanpa proses peradilan merupakan proses eksekusi ekstra yudisial yang ditentang oleh negara hukum," kata Wachid di Surabaya, Selasa 30 Juli 2019.
Selain itu, kata Wachid, pelibatan TNI dalam penyitaan buku ini termasuk suatu tindakan melampaui wewenang, atau abuse of power. Sebab berdasarkan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, militer bukanlah bagian dari penegak hukum.
Wachid menambahkan, penyitaan terhadap produk literasi secara sewenang-wenang ini, telah mencederai hak kebebasan berpendapat sebagaimana dijamin dalam Pasal 28 E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa kebebasan berpendapat khususnya yang dituangkan dalam bentuk produk akademik wajib dilindungi dan dijamin.
Terhadap kasus penyitaan buku ini, LBH Surabaya pun mengecam keras tindakan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh Polsek Kraksaan dan TNI Kabupaten Probolinggo. Pihaknya meminta polisi untuk segera mengembalikan buku-buku yang disita secara sewenang-wenang kepada komunitas Vespa Literasi.
Selain itu, Wachid mengatakan, LBH Surabaya juga mendesak agar Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Timur untuk mengambil langkah tegas, menegur Kapolres Probolinggo, agar memberikan sanksi kepada Kapolsek Kraksaan, atas perbuatannya yang sewenang-wenang.
"Kami mememinta Kapolda Jatim untuk menegur keras Kapolres Kabupaten Probolinggo dan memerintah agar memberikan sanksi kepada Kapolsek Kraksaan atas tindak kesewenang-wenangan dalam melakukan penyitaan buku. Kami juga meminta aparat TNI tidak ikut campur dalam proses penegakan hukum yang termasuk dalam ranah sipil," ujar Wachid.
Sebelumnya, dua pegiat literasi di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, yakni Muntasir Billah, 24 tahun, dan Saiful Anwar, 25 tahun, harus berurusan dengan polisi karena membawa empat buku bertemakan komunisme dan D.N Aidit salah satu tokoh penting Partai Komunis Indonesia atau PKI.
Buku bertema komunisme dan Aidit itu masing-masing berjudul Aidit Dua Wajah Dipa Nusantara diterbitkan oleh KPG Jakarta; Sukarno, Marxisme dan Leninisme: Akar Pemikirian Kiri dan Revolusi Indonesia diterbitkan Komunitas Bambu; Menempuh Jalan Rakyat, D.N Aidit diterbitkan oleh Yayasan Pembaharuan Jakarta; Sebuah Biografi Ringkas D.N Aidit oleh TB 4 Saudara.
Dua pegiat komunitas Vespa Literasi itu sempat dibawa ke kantor Polsek Kraksaan, Sabtu, 27 Juli 2019 malam. Mereka diperiksa lebih lanjut mengenai buku-buku tersebut, yang digelar di lapak baca buku gratis miliknya. Usai diperiksa selama beberapa jam, Muntasir dan Saiful kemudian dipulangkan. Namum Polsek Kraksaan tetap menyita keempat buku tersebut.