Layang-layang Naga Sumbertaman Mempesona di Angkasa
Perkampungan di Gang Mangga III, Kelurahan Sumbertaman, Kecamatan Wonoasih, Kota Probolinggo akhir-akhir ini dikenal sebagai “Kampung Layang-layang Naga”. Sebutan itu melekat sejak dua warga setempat, Agest Pranata, 21 tahun dan Wage Cahyo Laksono, 34 tahun membuat layang-layang naga.
Warga kampung juga kompak menerbangkan layang-layang raksasa sepanjang 75-100 meter itu di sebuah jalan yang membelah persawahan di sebelah utara Sumbertaman. Setiap Minggu mereka juga menerbangkan layang-layang naga dengan berat 5-10 kilogram (kg) itu di kawasan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Mayangan.
“Kalau di pelabuhan lebih banyak lagi yang menerbangkan layang-layang, sekitar 12 anggota ‘Probolinggo Dragon Kite’,” ujar Wage ditemui di rumahnya Jalan KH Hasan Genggong Gang Mangga III, Sumbertaman, Sabtu siang, 8 Januari 2022.
Sebagian besar anggota ‘Probolinggo Dragon Kite’ merupakan warga yang hobi mengoleksi dan menerbangkan layang-layang berkepala naga. “Kalau saya dan Mas Wage tidak sekadar hobi bermain layang-layang naga, tetapi juga membuatnya,” ujar Agest.
Agest menceritakan, sebenarnya dirinya bersama Wage merupakan “duet” dalam pekerjaan. “Saya kenek truk, Mas Wage sopir truk, tetapi sejak pandemi kami jarang beroperasi,” katanya.
Mereka kemudian mengisi hari-harinya dengan berbagai pekerjaan serabutan. “Serabutan, apa saja saya kerjakan termasuk ngarit (mencari rumput),” ujar Agest.
Beberapa bulan lalu, Agest dan Wage mengaku tertarik untuk membuat layang-layang naga, yang sering mereka jumpai saat menjalankan truk di berbagai daerah, terutama di Bali. “Di Bali anginnya kencang, demikian juga di Probolinggo yang punya Angin Gending, mengapa kami tidak membuat layang-layang berukuran besar,” ujar Agest.
Berbekal pengalaman masa kecil membuat layang-layang dari bilah bambu dan kertas, Agest dan Wage kemudian mencoba membuat layang-layang naga.
Mereka pun mencoba belajar melalui Youtube, juga bertanya kepada warga yang pernah membuat layang-layang naga. “Awalnya, layang-layang naga yang kami buat tidak sempurna, terbangnya tidak seimbang kemudian terjun ke sawah,” ujarnya.
Berkali-kali gagal, membuat mereka berdua hampir putus asa. Belum lagi bahan-bahannya mahal harus dipesan melalui toko online.
“Kain, fiber untuk kerangka kepala naga, hingga tali untuk pendaki gunung, kami pesan di toko online karena tidak dijual di Probolinggo,” kata Agest.
Untuk membuat layang-layang naga yang paling kecil, kata Wage, diperlukan waktu sekitar dua minggu. “Bahkan bisa sebulan baru jadi, tergantung ukuran dan motifnya,” ujarnya.
Disinggung soal harga layang-layang, Agest menyebut sekitar Rp2,5 juta hingga Rp3,5 juta. “Selama ini layang-layang kami tawarkan khusus lokal Probolinggo, ada juga yang sampai Situbondo,” katanya.
Untuk menerbangkan sebuah layang-layang naga diperlukan paling tidak lima orang. Awalnya layang-layang sepanjang 75-100 meter dibentangkan di jalan atau di atas tanah. Setelah itu diawali kepala naga diterbangkan diikuti badan naga hingga terakhir ekor naga.
Jika angin sedang kencang, tarikan layang-layang naga sangat kuat. “Pernah, bocah berusia 10 tahun sampai terangkat ke udara karena memegang tali layangan,” ujar Wage.
Permainan layang-layangan naga, seperti juga permainan tradisional lainnya melibatkan banyak orang, termasuk anak-anak dan remaja. Mereka tidak lagi bermain individual seperti gadget, tetapi melibatkan banyak orang.
“Saya senang, warga kami bisa memproduksi layang-layang naga, sehingga kampung di sini dijuluki ‘Kampung Layag-layang Naga’. Warga juga kompak saat menerbangkan layang-layang,” ujar Ketua RW 2, Kelurahan Sumbertaman, Rebudi.