Lawan Politik Uang, Ini Dorongan NU pada Nahdliyin
Munas Alim Ulama-Konferensi Besar Nahdlatul Ulama yang dihelat di Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Kujangsari, Banjar, Jawa Barat, awal Maret lalu menghasilkan sejumlah rekomendasi. Antara lain keterlibatan kaum Nahdliyin dalam Pemilu 2019.
Terkait hal tersebut, Wakil Ketua Komisi Rekomendasi Munas-Konbes, H Rumadi Ahmad, mengatakan kaum Nahdliyin (sebutan warga NU) perlu digerakkan dalam Pemilu. Bukan hanya tidak menerima money politics (politik uang), tapi juga perlu didorong untuk melawannya.
“Tidak menerima uang yang bisa mempengaruhi pilihan politik itu selemah-lemahnya iman,” ujar Rumadi, dikutip nu-online, Selasa 26 Maret 2019.
“Hal penting lainnya adalah, tidak mengotori pemilu dengan politik uang, penyebaran hoaks dan fitnah, serta berkonflik karena perbedaan politik,” kata Ketua Lakpesdam PBNU ini.
Menurut dia, dorongan melawan politik uang ini sangat penting dan genting untuk diingatkan kepada seluruh kaum Nahdliyin. Saat ditanyakan soal kiat khusus menolak politik uang, Rumadi menjawab singkat.
“Satu hal yang bisa dilakukan, yaitu teguhkan pendirian,” tegasnya.
Dalam sidang pleno, Rumadi membacakan hasil rapat Komisi Rekomendasi. Warga NU, kata pria asal Jepara ini, perlu terlibat dan berpartisipasi aktif dalam proses Pemilu 2019. Partisipasi aktif tersebut diwujudkan dengan hadir ke TPS untuk memilih calon presiden, DPR, DPD, DPRD I/II.
“Hal penting lainnya adalah, tidak mengotori pemilu dengan politik uang, penyebaran hoaks dan fitnah, serta berkonflik karena perbedaan politik,” kata Ketua Lakpesdam PBNU ini.
Rumadi menambahkan, pemilu harus kita sukseskan untuk meningkatkan kualitas demokrasi Indonesia. “Pemilu 2019 harus dipastikan berjalan dengan aman dan menghasilkan pemimpin yang legitimate. Seluruh elemen dan warga NU harus menjadi bagian dari gerakan tersebut,” tandas suami aktivis Fatayat-Muslimat Emmamatul Qudsiyyah ini.
Menurut dia, pemilu bukan saja momentum sirkulasi elit untuk pemilihan pemimpin yang akan mengelola negara lima tahun ke depan. Akan tetapi juga sebagai penanda peradaban republik ini. Indonesia sebagai negara dengan pemeluk Islam terbesar di dunia akan menjadi rujukan internasional bila mampu melewati saat-saat krusial —termasuk momentum pemilu—dengan aman dan damai.
Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini berharap masyarakat menyadari bahwa politik uang adalah ancaman yang merusak demokrasi dan merusak moralitas bangsa. “Soal golput, kalau bisa jangan. Kalau golput, berarti kita telah menjadi warga negara yang abai dengan masa depan bangsa,” pungkas Rumadi. (adi)