‘Launching’ Satgas PPA, Media Diingatkan Ramah Anak
Meski telah menyandang Kota Layak Anak (KLA) kategori Utama di tingkat nasional, Kota Probolinggo terus berusaha memperjuangkan perempuan dan anak. Pemkot Probolinggo bersama sejumlah instansi vertikal seperti, Polresta, Kejaksaan Negeri, dan Pengadilan Negeri meluncurkan (launching) Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).
Walikota Habib Hadi Zainal Abidi meluncurkan Satgas berunsurkan Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A), Polresta, Kejaksaan Negeri, dan Pengadilan Negeri itu di Ruang Puri Manggala Bhakti, Pemkot Probolinggo, Rabu, 9 November 2022.
Sebanyak 119 orang terdiri atas puluhan wartawan dan anggota Satgas PPA menghadiri sosialiasi sekaligus peluncuran Satgas tersebut. “Wartawan sengaja kami undang agar fokus terkait pemberitaan menyangkut perempuan dan anak di bawah umur. Jangan sampai akibat pemberitaan, anak-anak sampai terkucilkan,” ujar walikota.
Dikatakan media yang tidak peka terhadap kepentingan perempuan dan anak akan berdampak merugikan terhadap kaum yang rentan berbagai kekerasan termasuk kekerasan seksual. “Kalau telanjur di-publish, perempuan dan anak bisa termarginalkan di lingkungannya,” kata Habib Hadi.
Perlindungan perempuan dan anak tidak hanya tanggung jawab orangtua dan guru, tetapi tanggung jawab semua elemen di masyarakat.
Sementara itu Aan Haryono, narasumber pembuka mengawali pengalamannya saat mengawal penutupan Gang Dolly, lokalisasi penjaja seks komersial (PSK) di Surabaya. “Saat penutupan lokalisasi Dolly, 18 Juni 2014 saya didekati perempuan berjilbab, yang menceritakan masa lalunya,” katanya.
Perempuan muda itu, kata Aan, bercerita saat masih di bawah umur dan duduk di bangku sekolah menjadi korban kekerasan seksual. Akibat pemberitaan yang gencar (di-blow-up), akhirnya identitasnya terkuak.
“Setelah identitasnya terkuak, perempuan muda itu akhirnya memutuskan menjadi penghuni Dolly,” katanya. Karena itu media harus bijak memberitakan perempuan, apalagi anak yang menjadi korban kekerasan seksual.
Wartawan media online di Surabaya itu mengingatkan, agar para wartawan merahasiakan identitas korban kekerasan seksual. “Jangan sampai identitas korban sudah memakai inisial misalnya, IK, tetapi masih disebut nama panggilannya ‘Icha’, akhirnya terbongkar identitasnya,” paparnya.
Aan kemudian membandingkan dengan liputan media terkait video porno yang diperankan dua pelaku, Kebaya Merah dan Handuk Putih. “Identitas si perempuan cukup disebut Kebaya Merah, ditangkap polisi di Medokan, tidak detil. Medokan itu luas, bisa Medokan Ayu, Medokan Semampir, Medokan Asri,” ujarnya.
Aan mengaku, prihatin dengan keberadaan media sosial (medsos) yang begitu bebas di negeri ini karena semua orang bisa menjadi “wartawan dadakan”. “Tanpa ada regulasi seperti media mainstream, media sosial dengan bebasnya memberitakan kasus kekerasan seksual lengkap dengan identitasnya,” katanya.
Kapolresta AKBP Wadi Sa’bani menyambut baik terbitnya Perwali Nomor 71 Tahun 2022 tentang Sagas PPA. “Nantinya, Satgas PPA akan berunsurkan pre-emptif, penegakan hukum, hingga trauma healing,” katanya.
Ketua DPRD, Abdul Mujib berharap, keberadaan Satgas PPA diharapkan bisa meminimalisasi kasus-kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.