Laporan PBB : Cuaca Ekstrem Picu Kelaparan Dunia
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), melaporkan cuaca ekstrem menjadi pemicu utama peningkatan kelaparan global. Makin seringnya suhu ekstrem serta kekeringan, badai dan banjir mendorong peningkatan jumlah orang kekurangan gizi menjadi 821 juta pada 2017.
Angka tersebut, yang setara dengan sekitar satu dari sembilan orang secara global, meningkat dari 804 juta pada 2016 menurut laporan tahunan yang berjudul The State of Food Security and Nutrition in the World (Status Keamanan Pangan dan Nutrisi Dunia).
"Jumlah orang yang menderita karena kelaparan meningkat dalam tiga tahun terakhir, kembali ke tingkat satu dekade lalu. Yang sama memprihatinkan adalah bahwa 22,2 persen anak di bawah lima tahun terdampak pelambatan pertumbuhan selama 2017" menurut dokumen PBB yang dikutip kantor berita Antara, Rabu 12 September 2018.
Negara-negara berpendapatan rendah dan menengah menjadi yang paling parah terdampak peristiwa-peristiwa iklim yang makin sering terjadi.
"Afrika adalah kawasan tempat kejutan dan tekanan iklim membawa dampak paling besar bagi ketidakamanan pangan dan malnutrisi akut, mempengaruhi 59 juta orang di 24 negara dan membutuhkan aksi kemanusiaan segera," kata PBB dalam laporannya.
"Kalau kita ingin mencapai dunia tanpa kelaparan dan malnutrisi dalam semua bentuk pada 2030, sangat penting bagi kita untuk mempercepat dan meningkatkan aksi-aksi untuk meningkatkan ketahanan dan kemampuan adaptasi sistem pangan dan penghidupan orang dalam merespons iklim yang berubah-ubah dan ekstrem."
Selain banjir, kekeringan dan kejadian cuaca ekstrem yang selalu terjadi, para ilmuwan mengatakan pemanasan global menjadi faktor pemicu peningkatan frekuensi dan keparahan dampak peristiwa-peristiwa semacam itu.
Di negara-negara tempat konflik dan kejutan iklim terjadi bersamaan, dampaknya pada ketidakamanan pangan bahkan makin buruk lagi.
Laporan PBB menyebutkan hampir 66 juta orang di seluruh dunia membutuhkan bantuan kemanusiaan segera tahun lalu.
Peningkatan suhu dan kekeringan telah memperburuk panen di Suriah, tempat pertanian merupakan satu dari sedikit sektor yang bisa mempertahankan peran dalam perang tujuh tahun.
Dengan panenan yang sudah turun 40 persen dibandingkan sebelum konflik menjadi 2,5 juta ton dari empat juta ton, produksi biji-bijian pangan Suriah "akan mengalami penurunan baru" tahun ini, kata direktur kedaruratan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB Dominique Burgeon.
"Suriah sudah mengalami masalah musiman, kuantitas dan distribusi hujan, dan gabungan faktor-faktor ini menyebabkan pelemahan menyeluruh sektor pertanian," katanya kepada AFP melalui telepon.
Yaman bernasib lebih buruk dengan 35 persen penduduk kekurangan gizi, menjadikan negara yang dicabik perang itu sebagai rumah bagi "krisis pangan paling akut hari ini" menurut Burgeon.(ant)