Lansia di Kediri Buat Gaun Pengantin dari Plastik Bekas
Kreativitas seseorang tidak dinilai dari segi usia. Contohnya Sulastri. Di usianya yang menginjak 60 tahun, warga kelurahan Campur Rejo, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri ini masih saja produktif.
Untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari hari, Sulastri tidak mau bergantung dengan mengandalkan gaji sebagai pensiunan ASN Dinsos. Sulastri kini ditunjuk sebagai koordinator Bank sampah Sri Rejeki Kelurahan Campur Rejo.
Di tangan Sulastri, sampah plastik yang semula dianggap tidak begitu berarti, kini disulapnya menjadi barang berharga yang memiliki nilai ekonomis tinggi.
Sulastri mengaku sampah plastik bekas yang ia terima , dibelinya satu kilogram seharga Rp 500 dari bank sampah wilayah lainya. Untuk membuat satu baju gaun pesta dibutuhkan kurang lebih 25 kilogram tas plastik bekas
Harga baju berbahan plastik bekas dijual antara Rp 700 ribu sampai Rp 1,5 juta. Sementara baju gaun berbahan botol bekas harganya lebih kelewat mahal, bisa tembus Rp 25 juta.
"Dari botol bikinan saya ikut lomba di Surabaya laku Rp 25 juta , tapi nama orang lain dibeli pabrik. Begitu laku kita bagi 5 orang bank sampah," cerita Sulastri, Senin 21 Maret 2022.
Proses pengerjaan pembuatan gaun pesta melibatkan banyak orang. Terdiri satu penjahit serta 10 orang tenaga potong plastik. Dibutuhkan waktu 10 hari untuk menyelesaikan pembuatan baju tersebut.
"Pada saat pandemi sekarang, kita kesulitan untuk mencari bahan. Dulu kita berani jemput bola, sekarang nggak berani," terangnya.
Buah tangan hasil karya bank sampah Sri Rejeki, tidak hanya berupa pembuatan baju, melainkan juga produk lainya seperti tas plastik dan sebagainya. Produk tas dijual dengan harga relatif, tergantung tingkat kesulitan pembuatan.
"itu bahan cangkinganya aja 60 ribu. Kalau keseluruhan kita jual 400 sampai 600 ribu rupiah, tergantung tingkat kesulitan pembuatannya," katanya.
Kebanyakan konsumen yang pesan justru berasal luar Jawa di antaranya Kalimantan dan Sumatera. Diakuinya pada saat pandemi sekarang, kelompok bank sampah lainya juga merasa kesulitan untuk pemasaran produk.
"Selain kesulitan dalam memasarkan barang , pada masa pandemi saat ini saya beli masyarakat juga turun, hingga 25 persen. Kalau sebelum pandemi pada tahun 2017 lalu , satu bulan kita bisa menjual hingga Rp 25 juta. Kalau masa pandemi Rp 7 juta sudah bagus," ungkapnya.
Selain melayani pembelian, Sulastri juga menyewakan baju hasil buah tangannya tersebut ke masyarakat. Baju tersebut disewakan sehari Rp 150.000. Khusus bagi pelajar Rp 50.000.
"Biasanya kalau pelajar, saya sewakan lebih murah 50 ribu. Kan kalau pelajar dipergunakan untuk giat fashion show dan pawai. Tetapi saat ini sedang pandemi, ya praktis nggak ada," pungkasnya.