Langkah Mundur, Ini Dua Jalan Keluar Wacana Presiden 3 Periode
Direktur Eksekutif Lembaga Analisa Konstitusi dan Negara (LASINA) Tohadi menyatakan wacana presiden 3 periode memang tidak dilarang dalam negara demokrasi seperti Indonesia. Namun, hal itu sebagai langkah mundur dalam Era Reformasi.
“Pembatasan presiden hanya 2 periode itu hasil penting buah reformasi. Karena itu, masuk dalam Pasal 7 amandemen pertama UUD 1945. Maka wacana presiden 3 periode jelas merupakan langkah mundur reformasi!," kata Tohadi dalam keterangan Kamis 24 Juni 2021.
Namun demikian, ahli hukum konstitusi itu menyayangkan ada pihak yang melaporkan Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari ke kepolisian hanya karena mewacanakan Presiden Jokowi 3 periode.
Soal Pelaporan, Itu Tindakan Lebai
“Pelaporan atas Qodari ke kepolisian itu tindakan lebai. Sama lebai-nya dengan tindakan Qodari yang mewacanakan presiden 3 periode”, demikian Tohadi yang juga senior advokat pada kantor AdiKa (Tohadi & Kawan) Law Firm.
Ia juga menolak alasan Presiden Jokowi 3 periode itu dalam rangka menjaga kesinambungan program pembangunan terutama infrastruktur yang dianggap berhasil.
Menurutnya, “Terlalu mahal secara politik jika alasan kesinambungan pembangunan harus mengubah masa jabatan presiden 3 periode dalam konstitusi.”
Dua Langkah Jalan Keluar
Dosen HTN/HAN Universitas Pamulang dan Presiden University itu memberikan jalan keluar dengan tujuannya agar ada kesinambungan pembangunan oleh presiden.
Pertama, mengaturnya dalam UU tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan UU tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang menjamin kesinambungan pembangunan antar presiden.
Kedua, mengubah pengaturan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang selama ini dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) harus ditetapkan dengan UndangUndang (UU).
RPJMN yang merupakan penjabaran visi, misi, dan program presiden dan diatur dalam bentuk Perpres ini membuka ruang ketidaksinambungan pembangunan yang dijalankan antar presiden.
“Karena bisa saja terjadi antara visi, misi, dan program presiden sebelumnya dengan yang menggantikannya berbeda mengakibatkan tidak adanya kesinambungan pembangunan antarpresiden. Maka kedepan RPJMN seperti halnya RPJPN harus diatur dalam UU”, demikian Tohadi mengakhiri.
M Qodari Lawan Arus Konstitusi
Sebelumnya, M Qodari, sedang menjadi pusat perhatian. Hal itu lantaran Direktur Eksekutif Indo Barometer, sedang memprogandakan dan menyerukan dukungan Presiden Joko Widodo ( Jokowi) tiga periode. Tentu saja, seruan itu dianggap publik telah melanggar konstitusi.
Qodari juga mendukung Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto sebagai Calon Wakil Presiden (Wapres) mendampingi Jokowi di Pilpres 2024. Tidak hanya itu, Qodari juga membentuk Komunitas Jok-Pro 2024 atau Jokowi-Prabowo untuk Pilpres 2024.
Komunitas Jok-Pro 2024 diketahui resmi melakukan acara syukuran dan peresmian Kantor Sekretariat Nasional (Seknas) di Jakarta Selatan, Sabtu 19 Juni 2021.
Selama ini, M Qodari dikenal sebagai pengamat politik yang kritis. Termasuk kritis terhadap kebijakan Presiden Joko Widodo. Meski begitu, Direktur Eksekutif Indo Barometer sedang menjadi perhatian karena pandangan politiknya berbeda dengan arus umum. Pemahaman di era Reformasi, sesuai konstitusi presiden dipilih dalam dua periode.
Ia pun pernah menjabat sebagai Wakil Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Juli 2005-Oktober 2006. Pada 2003 hingga 2005, dirinya menjabat sebagai Direktur Riset LSI.
Pria kelahiran Palembang, 15 Oktober 1973 ini kerap kali menjadi narasumber menyampaikan hasil surveinya terkait pergerakan politik di Indonesia. Termasuk saat Pilpres 2019 dan Pilkada 2020 yang di antaranya diikuti oleh anak dan menantu Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution.
Advertisement