Langgar Gencatan Senjata, Israel Aksi Serangan Udara ke Gaza
Pesawat-pesawat tempur Israel melakukan serangan udara pada Rabu pagi 16 Juni 2021 di posisi-posisi di Jalur Gaza milik kelompok perlawanan Palestina Hamas. Tentu, ini suatu pelanggaran dari kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas.
Tentara Israel mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka menargetkan kompleks Hamas, termasuk di daerah al-Yarmouk di timur kota Khan Younis.
Mereka juga mengebom sebuah posisi di lingkungan Zeitoun.
Belum Diketahui Adanya Korban
Kementerian Kesehatan Palestina belum memberikan informasi apakah ada korban jiwa, seperti dikutip dari Anadolu Agency, Rabu 16 Juni 2021.
Tentara Israel juga mengatakan dalam pernyataannya, serangan udara itu dilakukan sebagai respons atas pengiriman balon pembakar dari Gaza ke Israel selatan.
Srangan udara itu adalah yang pertama sejak gencatan senjata dicapai antara Israel dan Hamas pada 21 Mei 2021.
Abaikan Gencatan Senjata
Gencatan senjata yang ditengahi Mesir yang mulai berlaku pada dini hari tanggal 21 Mei mengakhiri pemboman 11 hari Israel di Jalur Gaza.
Serangan Israel di Gaza dan Tepi Barat menewaskan sedikitnya 289 orang, termasuk wanita dan anak-anak, dan meninggalkan jejak kehancuran. Pusat kesehatan dan kantor media serta sekolah termasuk di antara struktur yang menjadi sasaran.
Kabinet Baru Israel
Adanya mengingkaran terhadap genjatan senjata yang disepakati antara Israel dan Hamas, cukup disayangkan. Apalagi, Parlemen Israel, Knesset, telah mengesahkan kabinet baru Israel yang dipimpin oleh Naftali Bennett sehingga resmi mengakhiri pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu selama 12 tahun terakhir, Minggu 13 Juni 2021.
Koalisi Delapan Partai
Seperti diketahui, dalam pemungutan suara pada Minggu sore, Bennett berhasil menang tipis suara di parlemen dengan dukungan 60-59 dari total 120 anggota Knesset menyetujui pembentukan pemerintahan baru tersebut.
Kabinet baru itu terdiri dari koalisi delapan partai yakni Partai Ra'am, Partai Buruh, Partai Putih dan Biru, New Hope, Meretz, Yisrael Beiteinu, dan Yamina. Koalisi yang dinamakan Kabinet Perubahan tersebut dipimpin mantan wartawan yang juga eks menteri keuangan Israel, Yair Lapid, dan partainya, Yesh Atid.
Berdasarkan kesepakatan politik koalisi, politikus sayap kanan dan pemimpin partai Yamina, Naftali Bennett, akan menjadi perdana menteri menggantikan Netanyahu selama dua tahun ke depan. Setelah itu, kursi PM akan dialihkan kepada Lapid.
Bennet, keturunan imigran Amerika Serikat, merupakan politikus nasionalis garis keras. Sebelum terjun ke dunia politik pada 2013, miliarder berusia 49 tahun itu pernah merantau ke New York dan mendirikan perusahaan rintisan, Cyota, pada 1999.
Ia dan perusahaannya membuat aplikasi perangkat lunak anti-penipuan. Namun, pada 2005, Bennett menjual start-upnya itu ke perusahaan keamanan AS seniai US$145 juta (Rp2 triliun).
Tak Menyesal Bunuh Orang-Orang Arab
Sejumlah pihak menilai kepemimpinan Bennett tak akan membantu mencerahkan prospek perdamaian Israel-Palestina.
Warga Palestina bahkan menganggap kepemimpinan Bennett sebagai pukulan yang semakin menjauhkan mereka dari harapan perdamaian dengan Israel dan kemerdekaan.
Dikutip Reuters, Bennett bahkan pernah mengatakan bahwa pembentukan negara Palestina merupakan tindakan bunuh diri bagi Israel. Ia beralasan hal itu terkait faktor keamanan warga Israel.
Pada 2013, Bennett juga pernah berpidato dan menyebutkan "warga Palestina yang merupakan teroris" harus dibunuh daripada dibebaskan.
"Saya telah membunuh banyak orang Arab di hidup saya, dan itu tidak masalah," kata Bennett, mantan Komando Israel, beberapa waktu lalu seperti dikutip Anadolu.
Advertisement