Laki-laki pun Sumber 'Fitnah'? Ini Faktanya
Selama ini, lazim mengenal pelecehan terjadi pada diri perempuan. Baik dalam bentuk kekerasan, pelecehan seksual, hingga pemerkosaan. Sehingga, pihak berwajib pun memproses dan menjatuhkan hukuman pada pelakunya. Lalu, kenapa bila yang jadi korbannya lelaki kok tidak ada proses hukum?
Seorang lelaki mendapat perlakukan kekerasan, dalam bentuk 'pelecehan' menjadi berita. Seperti terjadi di institusi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Lho, kok bisa terjadi? Bukankah pelecehan sering terjadi pada diri perempuan? Tapi, itulah fakta seorang lelaki dilecehkan dalam bentuk yang tak masuk akal bila dijelaskan. Adakah lelaki mempunyai pesona bagi lainnya?
Ya lelaki pun mempunyai pesona bagi perempuan. Itulah yang menurut KH Husein Muhammad -- ulama pesantren yang aktivis kesetaraan gender -- bisa pula menjadi sumber fitnah. Jadi, sumber fitnah itu tak melulu pada perempuan. Berikut uraiannya:
Terbit buku spektatuler, karya Dr. Faqihuddin Abdul Kodir. Judulnya "Perempuan (bukan) Sumber Fitnah".
Jika perempuan selalu dianggap sebagai sumber "Fitnah", maka, bagaimana dengan laki-laki. Apakah laki-laki juga bisa menjadi sumber "Fitnah" bagi perempuan?. Fitnah" di sini dimaknai sebagai hal yang menarik hati secara seksual dan menimbulkan problem keresahan sosial. Hadits Nabi menyebutkan "Aku tidak meninggalkan sesudahku sebuah "fitnah" yang lebih membahayakan bagi laki- laki, selain perempuan".
Sebuah kisah klasik bernuansa Arabia memperlihatkan kepada kita bagaimana perempuan-perempuan rindu dan "kesengsem" berat kepada seorang laki-laki. Ini terjadi pada zaman Umar bin Khattab, khalifah kedua yang terkenal adil itu. Suatu hari dia berjalan-jalan dalam rangka “incognito” ke desa-desa untuk mengetahui sendiri nasib rakyatnya. Dari sebuah gubug sederhana di sebuah desa dia mendengar nyanyian seorang perempuan dengan suaranya yang menyayat-nyayat hati. Ia sedang tergila-gila kepada seorang laki-laki tampan, cerdas dan simpatik. Namanya Nasr bin Hajjaj.
تَطَا وَلَ هذَا اللَّيْلُ وَاسْوَدَّ جَانِبُه
وَطَالَ عَلَيَّ أَنْ لَا خَلِيْلَ أُلَاعِبُه
فَوَاللهِ لَوْلَا خَشْيَة اللهِ وَالحْيَا
لَحَرَكَ مِنْ هَذاالسَّرِيْرِ جَوَانِبُه
Oh, mengapa malam ini begitu panjang
dan dikepung nuansa hitam kelam
Oh, betapa panjang sepiku
tanpa candaria bersama kekasih
Demi Tuhan, andai saja aku tak takut kepada-Nya
Dan tak punya rasa malu
Ranjang ini pasti akan bergerak-gerak
Lalu dia melanjutkan dengan menyenandungkan puisinya yang begitu manis :
هَلْ مِنْ سَبِيْلٍ إِلَى الْخَمْـرِ فَأَشْرَبُهَـا؟
أَوْ هَلْ مِنْ سَبِيْلٍ إِلَى نَصْرِ بْنِ الْحَجَّاجِ
Adakah jalan menuju kedai minuman anggur
Agar aku bisa meminumnya
Atau adakah jalan menuju Nashr bin Hajjaj
Agar aku bisa menatap wajahnya lama-lama?
Setelah mendengar itu esok harinya Umar segera memanggil Nashr bin Hajjaj. Begitu dia tiba di hadapannya, Umar melihat seorang laki-laki tampan dan bersih dengan rambut hitam ikal yang memikat. Sorot matanya begitu tajam.
Umar segera memintanya memangkas semua rambut di kepalanya. Begitu kepalanya tak lagi menyisakan rambut (gundul), Umar melihat sisa ketampanannya yang masih tampak saja dan masih membuat kaum perempuan tergila-gila dan ingin mimpi berhari-hari bersamanya.
Umar resah karena Hajjaj telah bikin heboh, bikin keresahan sosial. Ia kemudian mengisolasi Hajjaj ke Basrah, Irak, dan membiarkan wajahnya berangsur-angsur menjadi keriput di telan zaman dan tak lagi mampu menggoda perempuan.
Tetapi di negeri ini ternyata banyak perempuan yang juga tergila-gila padanya dan bikin heboh para perempuan. Abu Musa al Asyari, sang gubernur Basrah, kemudian mengusirnya ke Persia. Dan di negeri itu, dia masih juga digandrungi banyak perempuan. Utsman bin Abi al-Ash al-Tsaqafi, gubernur Persia itu, kemudian mengirim surat kepada Umar bin Khattab di Madinah, menceritakan si tampan yang membuat perempuan-perempuan resah dan tak bisa makan-minum-tidur itu. Dalam balasannya, Umar menyuruh sang gubernur membuat SK tentang larangan bagi Nashr bin Hajjaj keluar dari masjid. “Biarkan dia di masjid sampai meninggal”. Ketika pada akhirnya Umar wafat lebih dahulu, karena dibunuh Abu Lulu, Nashr masih segar-bugar-tampan dan kembali lagi ke Madinah.
Nah, lihatlah. Ternyata laki-laki juga menjadi makhluk penggoda yang bisa memprovokasi dan menimbulkan kekacauan sosial. Kehadiran Nashr bin al Hajjaj di tengah-tengah masyarakatnya ternyata mengganggu keamanan negara. Laki-laki itu menjadi sumber "fitnah kaum perempuan".
Demikian catatan KH Husein Muhammad, ulama pesantren yang juga sabaht KH Abdurrahman Wahid. (Cirebon, 21 April 2011)