Lahirnya PETA, Perlawanan dan Kemandirian
Pembela Tanah Air (PETA) dibentuk pada 3 Oktober 1943 memiliki latar belakang yang unik dan strategis. PETA dibentuk oleh Panglima Tentara ke-16, Letjen Kumakici Harada, melalui maklumat Osamu Seiri nomor 44.
Maklumat ini mengatur tentang pembentukan organisasi militer yang diharapkan dapat melibatkan masyarakat lokal dalam usaha Jepang untuk mempertahankan wilayah yang mereka kuasai.
Awalnya, pembentukan PETA muncul dari surat perintah Kepala Gunseikan, Raden Gatot Mangkoepradja, yang memberikan izin kepada rakyat Indonesia untuk membantu Jepang di medan perang. Ini adalah strategi Jepang untuk menunjukkan kepedulian mereka terhadap bangsa Indonesia dan menciptakan kesan bahwa mereka ingin melibatkan rakyat lokal dalam pemerintahan.
Meskipun PETA awalnya dimaksudkan untuk kepentingan Jepang, kehadiran organisasi ini berhasil memicu semangat nasionalisme di kalangan para pemimpin Indonesia. Banyak tokoh perjuangan yang terlibat dalam PETA menggunakan kesempatan ini untuk memperkuat posisi mereka dalam mempersiapkan perjuangan menuju kemerdekaan. Mereka sadar bahwa meskipun harus menunjukkan loyalitas kepada Jepang, tetapi juga harus bersiap-siap untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia ketika waktu yang tepat tiba.
PETA menjadi penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, karena banyak anggotanya yang kelak berperan aktif dalam pergerakan menuju kemerdekaan yang sesungguhnya. Organisasi ini juga berfungsi sebagai wadah pelatihan militer bagi para pemuda, sehingga menumbuhkan generasi pejuang yang tangguh dan siap berjuang demi kemerdekaan Indonesia.
Pemberontakan Tentara PETA
Pemberontakan tentara PETA dipimpin Supriyadi pada 14 Februari 1945 merupakan salah satu momen penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pemberontakan ini dipicu oleh ketidakpuasan pasukan PETA terhadap perlakuan Jepang dan keinginan untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Pada hari itu, di Blitar, Shodanco Partoharjono mengibarkan bendera dan mengajak seluruh anggota PETA untuk melawan. Supriyadi dan pasukannya mulai menembaki tentara Jepang pada dini hari 29 Februari 1945. Meskipun semangat juang yang tinggi, PETA segera menghadapi perlawanan kuat dari Jepang, yang membuat pasukan mereka terdesak.
Setelah pertempuran sengit, banyak anggota PETA ditangkap dan disiksa oleh pihak Jepang. Negosiasi yang dilakukan dengan Kolonel Katagiri ternyata hanya sebuah taktik untuk meredakan situasi, dan akhirnya banyak anggota PETA yang ditangkap.
Proses hukum yang dihadapi anggota PETA di Mahkamah Militer Jepang sangat kejam. Banyak yang dihukum seumur hidup, sementara beberapa lainnya, seperti dr. Ismail, Muradi, Suparyono, Halir Mankudijoyo, Sunanto, dan Sudarmo, dijatuhi hukuman mati. Nasib Supriyadi sendiri menjadi misteri, karena ia dianggap hilang dan tidak disebut dalam persidangan.
Pemberontakan ini, meskipun gagal, menunjukkan keberanian dan tekad pemuda Indonesia untuk berjuang demi kemerdekaan. Ini juga menjadi momen yang menyemangati gerakan kemerdekaan di seluruh Indonesia, yang akhirnya mencapai puncaknya pada tahun 1945.
Pembubaran PETA
Pembubaran PETA (Pembela Tanah Air) pada 18 Agustus 1945 memang terkait erat dengan dinamika politik pada masa awal kemerdekaan Indonesia. PETA adalah kesatuan militer yang dibentuk oleh Jepang selama pendudukannya di Indonesia, dan meskipun banyak anggotanya kemudian terlibat dalam perjuangan kemerdekaan, PETA tetap dianggap sebagai bagian dari strategi pendudukan Jepang.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Presiden Soekarno menghadapi situasi yang kompleks. Salah satu tantangan utamanya adalah menjaga legitimasi negara baru di mata internasional, termasuk kekuatan Sekutu yang akan segera datang untuk menduduki kembali wilayah Indonesia.
Jika PETA tetap dipertahankan, Indonesia dapat dianggap sebagai perpanjangan tangan dari Jepang, yang baru saja kalah dalam Perang Dunia II. Untuk menghindari persepsi bahwa Indonesia adalah negara yang dibentuk oleh kolaborasi dengan Jepang, Soekarno memilih untuk membubarkan PETA.
Tokoh pasukan PETA
1. Jenderal Besar TNI Sudirman (Panglima APRI)
2. Jenderal Besar TNI Soeharo (Mantan Presiden Republik Indonesia ke-2)
3. Jenderal TNI (Anumerta) Ahmad Yani (Mantan Menteri atau Panglima Angkatan Darat)
4. Jenderal TNI Poniman (Mantan Menhankam)
5. Brigadir Jenderal TNI Latief Hendraningrat (Mantan Komandan SSKAD)
6. Letnan Jenderal TNI H. Soedirman (Mantan Komandan SSKAD)
7. Letnan Jenderal TNI Sarwo Edhie Wibowo (Mantan Komandan Kopassus)
Dari berbagai sumber
Advertisement