Lahirkan Generasi Kuat, Waspada Empat Hal Penting Kelemahan Umat
Umat Islam, secara khusus bagi kalangan intelektual, mempunyai tanggung jawab besar agar melahirkan generasi-generasi masa depan yang kuat. Bukan generasi lemah.
Pesan-pesan Al-Quran yang perlu dipelajari sekaligus diimplementasikan sebagai program dalam berorganisasi di tengah masyarakat.
Dalam Surat An-Nisa' ayat 9:
Walyakhsya alladziina law tarakuu min khalfihim dzurriyyatan dhi'aafan khaafuu 'alayhim falyattaquu allaaha walyaquuluu qawlan sadiidaan.
"Dan hendaklah takut kepada Allahh orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar."
Pesan-pesan Kitab Suci ini sempat disampaikan KH Ma'ruf Amin, Wapres RI yang juga Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) saat acara pelantikan Pengurus Wilayah (PW) Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Jawa Timur, yang dihadiri Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan tokoh-tokoh lainnya, di GOR Basket Universitas Negeri Surabaya, Sabtu 23 Desember 2023.
Diingatkan agar para aktivis organisasi di bawah naungan NU itu memperhatikan serius soal generasi yang lemah.
"Di sini lemah bukan hanya sisi ilmu, tapi juga lemah ekonomi, lemah kekuatan dan semangat. Kita harus bangkit. Dari kalangan pesantren harus lahir generasi yang kuat," pesan Kiai Ma'ruf Amin.
Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan pembinaan generasi penerus.
Mengacu pada penjelasan para ahli tafsir, lemah yang dimaksudkan dalam ayat di atas menyangkut beberapa hal. Yang utama adalah jangan sampai kita meninggalkan generasi penerus yang lemah akidah, ibadah, ilmu, dan ekonominya, Generasi penerus atau anak di sini, tidak hanya anak biologis, melainkan juga anak didik (murid) dan generasi muda Islam pada umumnya.
Empat Penjelasan Penting
Pertama, Jangan sampai meninggalkan anak yang lemah akidahnya atau imannya.
Akidah merupakan sumber kekuatan, kenyamanan dan kebahagiaan dalam hdup.
Orang yang lemah akidahnya mudah sekali terkena virus syirik dan munafik. Hidupnya mudah terombang-ambil, tidak teguh pendirian. Ia pun bisa gampang menggadaikan iman.
Dalam khazanah pesantren, terdapat contoh kisah Luqmanul Hakim saat mendidik anak-anaknya (QS. Luqman). Yang pertama ditekankan adalah soal akidah, yakni ‘janganlah engkau mempersekutukan Allah’. Barulah kemudian Luqman membahas hal-hal yang lain kepada anak-anaknya.
Kedua, Jangan sampai meninggalkan anak yang lemah ibadahnya.
Orang yang istikamah dalam ibadahnya, insya Allah akan bahagia dan punya pegangan dalam hidupnya. Ia tidak mudah terintervensi oleh orang lain.
Sebaliknya, orang yang lemah ibadahnya atau menyia-nyiakan ibadah, maka hidupnya tidak akan bahagia. Ia pun mudah diintervensi orang lain.
Ketiga, Jangan sampai meninggalkan anak yang lemah ilmunya.
Islam sangat menekankan pentingnya ilmu pengetahuan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam (SAW) menegaskan dalam salah satu haditsnya, "Tidak ada kebaikan kecuali pada dua kelompok, yaitu orang yang mengajarkan ilmu dan orang yang mempelajari ilmu".
Dalam pendidikan ada materi, metode, dan guru. Metode lebih baik daripada materi. Guru lebih baik daripada metode. Semangat atau spirit guru lebih baik daripada guru itu sendiri.
Keempat, Jangan meninggalkan generasi lemah ekonominya.
Orang tua perlu menyiapkan generasi yang kuat secara ekonomi, agar hidupnya tidak menjadi beban bagi orang lain.
Ada kisah dalam sebuah hadits yang menceritakan seorang lelaki punya seorang anak perempuan. Karena sangat bersemangat bersedekah, ia berniat menyedekahkan 100 persen hartanya, tapi Nabi SAW melarangnya.
Lalu, ia berniat menyedekahkan 50 persen hartanya. Hal itu pun masih dilarang. Akhirnya ketika dia berniat menyedekahkan sepertiga hartanya, barulah Nabi mengizinkan.
Dengan demikian, orang tua tadi tidak meninggalkan generasi yang lemah secara ekonomi. Hadits ini pun menjadi dalil dalam pemberian wasiat, yakni harta yang diwasiatkan untuk disedekahkan, maksimal sepertiga dari total harta warisan.
Pesan-pesan demikian pun menjadi bagian penting jam'iyah NU dan badan otonomnya, termasuk sering disampaikan Ketua Umum PP Muslimat NU Hj Khofifah Indar Parawansa dalam pelbagai forum.
Advertisement