Lahir dari Ijtihad Ulama, Menghina Pancasila=Menghina Para Ulama
Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah turut prihatin dengan lemahnya pemahaman kelompok ekstrimis di Indonesia terhadap sejarah bangsanya sendiri.
“Para alim ulama yang menurut saya keulamaannya, pengetahuan keilmuannya tentang Islam tentu sangat dalam, mau menerima Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Bahwa Pancasila itu bukan nilai yang bertentangan dengan ajaran Islam,” ucap Basarah.
Selain miskin pemahaman sejarah, kelompok ekstrimis dan radikal itu menurut Basarah juga bermasalah dalam mengimani takdir Allah yang menempatkan mereka hidup di bumi majemuk seperti Indonesia.
“Itu juga harus diyakini bahwa menjadi takdir Allah Subhanahu wa ta’ala, sebagaimana dalam rukun iman yang saya yakini bahwa percaya kepada takdir itu juga bagian dari iman. Sehingga barangsiapa yang ingin mengubah takdir Tuhan pada bangsa Indonesia ini sesungguhnya bertentangan dengan takdir dari Allah Tuhan Yang Maha Kuasa,” tutur Ahmad Basarah.
Menghina Pancasila = Menghina Para Ulama
Sementara itu, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti mengaku heran dengan kelompok yang menganggap Pancasila sebagai produk thoghut yang kafir dan bertentangan dengan ajaran Islam. Menurut Mu’ti, mereka yang menuduh seperti itu telah menistakan ijtihad para ulama.
Pancasila sendiri lahir sebagai kesepakatan dan ijtihad para ulama dan tokoh pendiri bangsa. Artinya, perumusan Pancasila memiliki dasar-dasar agama yang sesuai dengan kaidah dan syariat Islam. Bagi Muhammadiyah, Pancasila dianggap sebagai rumusan final yang tidak boleh diubah.
Penegasan itu dilakukan Muhammadiyah dengan meluncurkan dokumen resmi Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah (Negara Perjanjian dan Persaksian) dalam Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar pada tahun 2015.
“Sehingga Muhammadiyah menyebut Pancasila itu dasar negara yang Islami dan Negara Pancasila sebagai negara perjanjian,” ungkap Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti dalam forum diskusi Empat Pilar MPR RI di Gedung Nusantara III Senayan, Jakarta, belum lama ini.
Dalam diskusi yang bertema “Menangkal Penyusupan Paham Ekstremisme di Kalangan Kaum Muda” itu, Abdul Mu’ti menegaskan bahwa tugas umat Islam terutama Muhammadiyah adalah melakukan persaksian dengan cara melakukan kerja bersama membangun bangsa.
“Jadi sudah Mabni, artinya nggak bisa berubah-ubah. Selain menjadi Darul Ahdi (Negara Perjanjian), adalah juga Darul Syahadah (Negara Persaksian),” ingatnya lagi.