Lahan Diperluas, Bojonegoro Genjot Produksi Kedelai Lokal
Pemerintah Kabupaten Bojonegoro berupaya meningkatkan produksi kedelai lokal tahun 2022, menyusul mahalnya harga kedelai yang membuat para pelaku UKM terutama perajin tahu dan tempe terpukul.
Data di Dinas Pertanian Kabupaten Bojonegoro menyebutkan, luas tanaman kedelai lokal tahun 2021 yaitu 9.434 hektare dengan luas panen 9.419 hektare. Sedangkan produksi kedelai tahun yang sama yaitu 21.390 ton biji kering.
“Produksi dan luas tanaman tahun 2021 seperti itu,” ujar Juru Bicara Pemerintah Kabupaten Bojonegoro Tri Guno pada ngopibareng.id, Senin, 21 Februari 2022.
Tri Guno menyebutkan, sesuai rapat dengan Kepala Dinas Pertanian Helmy Elisabeth , luas tanaman padi untuk tahun 2022 ini, ditingkatkan menjadi 13.987 hektare atau ada peningkatan sekitar 4000 hektare dibanding tahun 2021. Dengan peningkatan luas lahan ini, diharapkan memicu jumlah produksi kedelai di Bojonegoro. “Luas lahannya dinaikkan,” imbuhnya.
Lahan kedelai di Kabupaten Bojonegoro hampir merata di beberapa tempat. Seperti di Kecamatan Kapas, Dander, Temayang, Sumberejo, Balen, Padangan, Kasiman, Ngraho, Sukosewu, Temayang dan Kanor.
Biasanya tanaman kedelai ditanam petani dengan pola, padi-padi dan non-padi (polowijo), atau saat menjelang kemarau. Sedangkan varietas kedelai, seperti lokal grobogan, kepak kuning dan gepak ijo serta gema.
Menurut Haji Multazam, petani asal Kecamatan Kapas, tanam padi biasanya dilakukan menjelang musim kemarau dan dilakukan bersamaan. Tujuannya, jika petani tanam polowijo, untuk antisipasi serangan hama, terutama tikus. Sedangkan rata-rata petani di daerahnya tanam kedelai varietas grobogan.
”Biasanya menjelang kemarau kita tanam polowijo. Ada kedelai, kacang ijo dan lainnya,” katanya. Dia menyebutkan, harga kedelai biji kering pada panen lalu di kisaran Rp 7000 per kilogramnya.
Sebelumnya, soal harga kedelai dikeluhkan para perajin tahu tempe Ledok Kulon Bojonegoro. Menurut Ketua Paguyuban perajin tahu tempe Ledok Kulon, Sumarsono, harga kedelai sekarang ini di kisaran Rp 11.000. Harga sebesar itu membuat perajin tahu jadi kelimpungan.
”Karena naiknya, dari sebelumnya Rp 9500 kini menjadi Rp 11.000. Kasihan perajin tahu,” tegasnya.
Sumarsono mengatakan, selama ini perajin tahu lebih banyak memilih kedelai impor yang relatif butirannya lebih besar dibanding kedelai lokal. Tetapi karena harganya mahal, para perajin juga tidak masalah. Karena sebenarnya, kedelai lokal yang dibuat tahu, hasilnya lebih enak. ”Masalahnya, kedelai lokal juga sering tidak ada,” imbuhnya.
Advertisement