Lagi, Warga Mojokerto Meninggal Usai Ditolak 9 Rumah Sakit
Kurangnya pasokan oksigen dan tenaga kesehatan di Kabupaten Mojokerto membuat masyarakat resah. Apalagi beberapa orang meninggal dunia akibat tidak mendapatkan pelayanan rumah sakit.
Setelah beberapa waktu lalu seorang ibu muda penderita Covid-19 meninggal dunia karena ditolak 5 rumah sakit. Kali ini kembali terjadi warga Mojokerto meninggal setelah ditolak 9 rumah sakit.
Ia adalah Nur Ali 50 tahun warga Desa/Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto kritis karena sesak napas dengan saturasi oksigen 45 persen akhirnya meninggal dunia setelah ditolak 9 rumah sakit dan kesulitan mendapat oksigen.
Ali mendadak sesak napas saat tidur di rumahnya pada Minggu 25 Juli 2021 sekitar pukul 07.00 WIB. Duda anak satu ini tinggal bersama keluarga adik kandungnya di Dusun Pacet Utara, Desa Pacet.
Ia sempat mendapat bantuan pernapasan melalui oksigen kemasan botol. Namun, oksigen portabel itu habis dalam hitungan menit sehingga Ali dilarikan ke Puskesmas Pacet.
"Di Puskesmas Pacet dikasih oksigen, saturasinya 45 sehingga harus dibawa ke rumah sakit. Namun, saya disuruh mencari ambulans sendiri karena ambulans puskesmas akan dipakai tracing ke Claket dan Sajen," kata Kakak Kandung Ali, Yeti Muliah, 52 tahun, pada Selasa, 27 Juli 2021.
Saat itu petugas Puskesmas Pacet juga tidak mencarikan rumah sakit rujukan untuk adiknya. Dengan bantuan pinjaman mobil ambulans milik Desa Kesimantengah, Kecamatan Pacet dan dipandu Kades Kesimantengah, ia berkeliling mencari rumah sakit untuk adik kandungnya.
Selama mencari rumah sakit, Ali hanya mengandalkan asupan oksigen dari tabung 1 meter kubik di dalam ambulans untuk bertahan hidup. Sayangnya, semua rumah sakit yang ia datangi menolak untuk merawatnya dengan berbagai alasan.
Ruangan dan Oksigen Terbatas
RS Sumberglagah-Pacet menolak dengan alasan tidak ada kamar dan oksigen menipis, RSUD Prof dr Soekandar-Mojosari oksigen menipis, RSI Arofah-Mojosari oksigen terbatas, RS Sido Waras-Bangsal kamar penuh dan oksigen menipis, RS Gatoel-Kota Mojokerto IGD penuh dan oksigen menipis.
"Sampai di RS Gatoel sekitar jam 10.00 WIB. Adik saya sempat dicek saturasinya naik menjadi 65 persen setelah dapat oksigen di ambulans. Namun, RS Gatoel menolak merawat karena IGD penuh," terang Yeti.
Enggan menyerah, Yeti membawa Ali ke RSI Hasanah dan RSUD dr Wahidin Sudiro Husodo di Kota Mojokerto, serta ke RSUD RA Basoeni di Gedeg, Kabupaten Mojokerto. Namun, tiga rumah sakit itu menolak merawat Ali dengan alasan ruangan penuh dan stok oksigen menipis.
Ibu empat anak ini lantas membawa Ali ke RS Kartini di Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto untuk tes swab antigen. Sampai di wilayah Kecamatan Bangsal sekitar pukul 10.30 WIB, oksigen di dalam ambulans mendadak habis. Sontak Ali kembali mengalami sesak napas dan panas.
"Saya bawa ke RS Kartini untuk tes swab, tapi ditolak karena kondisinya sudah kolaps sehingga tidak sempat tes swab," jelas Yeti.
Setelah kesulitan mendapatkan layanan rumah sakit, Yeti berusaha mencarikan oksigen untuk adik kandungnya. Sehingga ia membawa Ali kembali ke Puskesmas Pacet.
"Saya bawa kembali ke Puskesmas Pacet juga ditolak dengan alasan tak ada oksigen. Saya sempat marah-marah karena sebelum berangkat mencari rumah sakit oksigen masih ada. Saat kami kembali alasannya oksigen tidak ada," ujarnya.
Sekitar pukul 11.00 WIB, Yeti membawa Ali pulang. Saat itu, anak-anaknya kelabakan mencari oksigen medis. Mereka baru mendapatkan pinjaman tabung oksigen 1 meter kubik di wilayah Kutorejo, Kabupaten Mojokerto.
"Adik saya meninggal dunia pukul 11.30 WIB. Saat itu menunggu oksigen dari Kutorejo, anak saya dapat pinjaman dari temannya," ujarnya.
Yeti dan keluarganya terpaksa memandikan dan memakamkan sendiri jenazah Ali. Tak satu pun tetangganya berani mendekat karena khawatir Ali meninggal akibat Covid-19.
Ia berharap penderitaan yang dialami adik kandungnya itu menjadi tamparan keras bagi pemerintah. Saat Corona mengganas, pemerintah seharusnya mampu menjamin ketersediaan oksigen medis dan layanan rumah sakit.
"Harusnya pemerintah menyediakan oksigen. Masa rumah sakit sebesar itu tidak ada oksigen. Pihak rumah sakit harusnya memberi solusi, memberi arahan, bukan menolak begitu saja. Kasihan rakyat kecil," tandas Yeti.
Advertisement