Asia Digdaya, Juara Dunia Tak Berdaya (Lagi)
Dua sudah juara dunia di knock out (K.O) kan oleh negara Asia di Piala Dunia Qatar 2022. Pertama Argentina. Menyerah di tangan Saudi Arabia. Skornya 1-2. Satu hari kemudian Jerman yang jadi pesakitan. Juara dunia 2014 itu hancur oleh negara yang mereka didik, Jepang. Skornya sama 1-2.
Kini, giliran juara dunia dua kali Uruguay juga tak bisa apa-apa ketika bersua Korea Selatan. Hingga menit 90 ketika peluit akhir dibunyikan, Uruguay tak bisa mencetak gol. Sangking rapatnya pertahanan Korsel. Malahan beberapa kali Son Heung Min dkk yang bisa menembus pertahanan Uruguay. Tapi sama-sama nirbobol. Mereka berdua bermain dalam lanjutan laga Grup H, Kamis 24 November 2022 di Stadion Education City.
Padahal Uruguay dihuni pemain-pemain top Eropa. Dari depan sampai belakang. Namun benteng Korea Selatan kuat sekali. Pengalaman di Liga Eropa tak bisa menembus kedisiplinan Negeri Gingseng. Selama satu jam setengah di lapangan hijau, Uruguay hanya bisa mencetak 10 peluang. Namun hanya satu yang on target. Sedangkan Korsel hanya mencetak tujuh tanpa ada on target.
Jika berbicara mengenai peluang dan statistik penyerangan mulai babak pertama, laga ini bisa dibilang stagnan. Karena kedua tim jual beli serangan tapi tak ada yang bisa mencetak gol.
Jalannya Pertandingan
Kedua tim sama-sama kuat di lini tengah sejak babak pertama. Namun Korea Selatan terlihat lebih mengancam. Belum 10 menit laga berjalan, aksi individu Na Sang Ho di sisi kiri pertahanan Uruguay nyaris memberi peluang untuk Korea Selatan sebelum disapu oleh bek-bek Uruguay.
Menit ke-13 Matias Vecino hampir mengancam gawang Korsel. Sayang sundulannya bisa ditangkap dengan mudah oleh kiper Korsel, Kim Seung Gyu. Lima menit berselang, Uruguay kembali ancam Korsel melalui Ernesto Valverde. Sayang, tendangan gelandang Real Madrid itu tipis di atas mistar gawang.
Lagi-lagi lima menit usai peluang Valverde, Uruguay dapat peluang. Tapi Darwin Nunez tak bisa memaksimalkan umpan silang Facundo Pellistri. Menit ke-34, tendangan Ui Jo Hwang tipis di atas gawang Uruguay. Dua menit jelang turun minum, Korsel hampir saja jadi pesakitan. Sundulan Diego Godin hanya membentur tiang gawang. Praktis, babak pertama ditutup dengan skor kacamata.
Memasuki babak kedua, Korsel yang ingin menang mulai mengegas penyerangan. Menit-76, Korsel hampir mencetak gol pembuka. Sayang, tendangan Cho Gue Sung masih tipis di sisi kiri gawang Uruguay. Hingga menit 80-an, kedua tim saling jual beli serangan. Tapi tak ada yang bisa membuat gol.
Publik Korea sempat spot jantung. Menit-89, tembakan keras Valverde dari luar kotak penalti hampir saja membobol gawang Korsel. Tapi untung saja membentur tiang bagian kanan Korsel. Satu menit kemudian, Song Heung Min lakukan tembakan. Sayang, hanya tipis sisi kiri gawang Uruguay.
Hingga peluit panjang dibunyikan, skor seri menjadi akhir pertandingan ini. Tak ada pemenang. Namun secara permainan, Korsel sangat bisa menandingi juara dunia Uruguay. Lagi-lagi, juara dunia tak berdaya di tangan tim Asia.
Investasi Asia
Ngomong soal negara-negara Asia yang bermain apik di Piala Dunia 2022, ini hasil investasi jangka panjang dan pertaruhan mereka semua.
Arab Saudi misalnya, mereka berani mengambil pelatih yang kurang terkenal di media (pelatih-pelatih top Eropa). Tapi mereka mengambil pelatih spesialis negara medioker. Namanya Herve Renard. Eks pelatih Pantai Gading, Angola, hingga Zambia.
Pelatih warga negara Perancis yang pernah jadi pertugas kebersihan. Dia memang pemain bola di Liga Perancis, tapi bukan pemain top seperti Laurent Blanc atau Zinadine Zidane. Renard hanya main di tiga klub, AS Cannes, Stade de Vallauris, dan SC Draguignan. Tapi masalah prestasi selama melatih, ia top bukan main. Negara medioker ia bawa jadi juara. Misalnya ketika ia membawa Zambia jadi juara Piala Afrika 2012. Akhirnya diambil oleh Pantai Gading. Eh tahun 2015, jadi juara Piala Afrika lagi.
Setelah dari negara Afrika, Renard pernah jadi pelatih tim Ligue 1, Lille. Namun hanya bertahan semusim. Setelahnya? Kembali lagi ke Afrika. Menangani Timnas Maroko hingga 2019. Pasca Maroko barulah ke Arab Saudi, dan mencetak sejarah mengalahkan Argentina di laga Grup Piala Dunia Qatar 2022.
Sekarang bergeser ke Jepang, kemenangan atas Jerman juga bukan hasil sulapan. Itu salah satu hasil investasi Jepang sejak puluhan tahun lalu. Bahkan Jerman yang mereka kalahkan itu guru bagi Jepang. Pada tahun 1964 menjelang Olimpiade Tokyo, Jepang mengontrak pelatih asal Jerman, Dettmar Cramer untuk menangani tim sepakbolanya.
Performa Cramer memuaskan semua pihak, termasuk pemerintah dan federasi Jepang. Akhirnya, dia dimintai bantuan untuk membuat formulasi kompetisi profesional Jepang yang kemudian menjadi JLeague. Founder JLeague adalah Saburo Kawabuchi, mantan anak asuh Cramer.
Setelah itu sepakbola Jepang dan Jerman ibarat saudara. Banyak sekali pemain Jepang yang memulai karir di benua biru melalui Liga Jerman. Sudah tak terhitung jumlahnya. Bahkan di Timnas Jepang yang mengalahkan Jerman kemarin, ada 8 pemain yang berkarier di Liga Jerman. Jadi ibarat kata, kekalah yang didapat Jerman merupakan kekalahan guru terhadap muridnya. Murid sudah melampaui guru.
Tapi tetap, kemenangan dan performa apik Jepang bukan hasil semalam. Ini hasil proses bertahun-tahun Tim Samurai Biru di bidang sepakbola. Ini hasil yang mereka bangun selama ini.
Tak beda jauh dengan Jepang, Korea Selatan pun sama. Tak sedikit pemain mereka yang berkarier di luar Korea. Termasuk di Jerman. Bedanya, kekuatan Timnas Jepang yang berasal dari Eropa lebih merata. Sedangkan Korsel tidak. Dari Piala dunia 2002, Korsel terlihat lebih menggantungkan diri ke beberapa pemain saja, ke mereka yang bermain di Eropa. Memang tak sebanyak Jepang.
Misal Park Ji Sung, Ahn Jung Hwan, Lee Young Pyo, Lee Dong Gok di periode 2002-2010. Sedangkan di periode 2014 sampai sekarang, ada Son Heung Min, Kim Bo Kyung, Koo Ja Cheol, Hwang Hee Chan, Ki Sung Yueng, Lee Kang in, hingga Kim Mi Jae.
Namun kekuatan Korsel juga bukan hasil perubahan semalam. Usai Piala Dunia 2002, ketika jadi tuan rumah, Korsel terus membenahi diri. Baik secara pemain, tim, klub hingga federasi. Apalagi KLeague kini menjadi salah satu liga terbaik di Asia. Di Piala Dunia 2022, Korsel memilih Paulo Bento jadi pelatih. Mantan pelatih Timnas Portugal. Ia dipilih sejak 2018. Hasilnya oke juga. Lolos Piala Dunia dengan mudah, dan kini bisa menahan imbang Uruguay.
Perjalanan Korea Selatan di kualifikasi Piala Dunia 2022 sendiri dimulai dengan menjadi pemuncak klasemen Grup H babak kedua kualifikasi Piala Dunia 2022 zona AFC.
Paulo Bento sukses membawa Korsel mendapatkan 5 kemenangan dan 1 kali imbang dari 6 laga di babak itu. Sedangkan, di babak ketiga kualifikasi, Negeri Gingseng tampil solid dengan raih 7 kemenangan, dua seri, dan sekali kalah.
Son Heung-min dan kolega menempati posisi kedua di Grup A dengan koleksi 23 poin. Meski kalah dari Iran yang ada di puncak klasemen, Bento tetap sukses loloskan Korsel ke babak utama Piala Dunia 2022.