Lab Halal Center di Bangkok Sampai Tiga Lantai
Keseriusan pemerintah Thailand menggarap produk makanan halal dan label halal bisa dilihat dari laboratorium halal science center. Laboratorium itu ada di Universitas Chulangkorn Bangkok.
The Halal Science Center yang berdiri sejak 1999 itu dipimpin Prof Dr Winai Dahlan. Ia adalah cucu pendiri Muhamadiyah KH Ahmad Dahlan yang memang lahir di negeri gajah tersebut. Winai adalah ulama dan ilmuwan yang disegani di Thailand.
Pusat Ilmu Halal ini sepenuhnya dibiayai pemerintah negara yang terkenal dengan produk pertaniannya. Ia menempati 3 lantai di salah satu gedung dalam kampus Universitas Chulangkorn, perguruan tinggi negeri kenamaan di Thailand.
Saat ini, laboratorium seluas 4.300 meter persegi dengan 163 peralatan canggih itu mempekerjakan 90 staf dan ilmuwan muslim. Selama 2005 sampai 2015, sudah 103 ribu produk makanan dianalisis dan dilaporkan. Selain itu, 713 pabrik makanan telah diperiksa dan dibina agar memenuhi standar halal.
"Kami memang tidak hanya menganalisis kehalalan produk-produk makanan. Kami juga membuatkan sistem pabrik makanan agar memenuhi standar halal. Bahkan sampai ke sistem logistiknya," kata Manat Suebsantikul, konsultan direktur The Halal Science Center.
Laboratorium ini fungsinya hanya menganalisis produk makanan lalu memberikan rekomendasi kehalalan. Sedangkan yang menerbitkan sertifikat halal adalah The Central of Islamic Council of Thailand (CICOT). Otoritas ini berdasarkan The National Islamic Administration Act yang diundangkan tahun 1999.
Sebetulnya ngopibareng.id sangat ingin bertemu dengan Prof Winai Dahlan. Namun karena yang bersangkutan sedang seminar di Korea Selatan, maka ditugaskan Manat untuk menerima dan menjelaskan seluk beluk lembaga yang dipimpinnya.
Ia sempat mengajak berkeliling ke seluruh bagian laboratorium. Inilah lab modern yang telah menggunakan teknologi mutakhir. Termasuk penggunaan teknologi nano dalam menganalisis produk-produk makanan. Yang paling utama, produk makanan dianalisis kandungan alkohol, gelatin, dan DNA produk.
Gedung dan bangunanya berstandar tinggi. Semua bagian terlihat rapi dan bersih. Apalagi peralatannya menggunakan standar yang memenuhi kualifikasi laborotarium internasional. Lantainya seperti ruang operasi rumah sakit premium.
Di sepanjang koridor laboratorium terdapat poster para ilmuwan Islam seperti Ibnu Khaldun dan sebagainya. Poster itu ada barcode yang bisa dibaca melalui aplikasi smartphone dan tablet. Begitu membaca barcode, gambar di tablet bisa bersuara dalam bahasa Inggris. Serba canggih.
Di Universitas Chulangkorn, status lab ilmu halal ini langsung dibawah presiden atau rektor universitas. Jadi kedudukannya sama dengan fakultas. "Kepedulian Prof Winai dalam hal produk halal ini sejalan dengan visi pemerintah Thailand yang ingin menjadi Kitchen of the Wolrd," jelas Manat.
Yang menarik, laboratorium ini tidak hanya menganalisis produk makanan yang akan mendapat sertifikat halal. Mereka juga membuat berbagai produk temuan seperti water clay untuk menyucikan najis mughaladah dan obat acne (jerawat) dari habatus saudah. Berbagai temuannya itu sudah di upscale perusahaan lain.
Najis mughaladah merupakan najis kelas berat. Seperti yang dihasilkan oleh liur anjing maupun kotoran babi. Untuk membersihkan, menurut hukum Islam (fiqih) harus dibilas sampai 7 kali. Salah satunya harus menggunakan pasir yang kemudian diganti dengan water clay temuan laboratorium halal di Thailand ini.
Lantas seberapa lama, sebuah produk atau pabrik bisa mendapatkn sertifikat halal? Menurut Manat, diperlukan waktu 1 sampai 3 bulan. Tergantung kecil atau besarnya industri. "Kami semua di sini bertanggungjawab atas kehalalan produk yang diajukan ke kami dunia dan akhirat," kata Manat serius.
Untuk mendapatkan sertifikasi halal di Thailand ternyata tidak terlalu mahal. Biayanya hanya 10 ribu, 20 ribu dan 30 ribu Bath sesuai dengan skala produk. Kalau dirupiahkan berkisar 5 sampai 15 juta. Biaya itu sudah termasuk biaya laboratorium.
Sertifikasi dan standar halal sudah menjadi semacam kebutuhan di Thailand. Ia menceritakan tentang kasus Yakult, semacam minuman sehat. Suatu saat, perusahaan itu tidak mencantumkan label halal. Ternyata, tingkat penjualannya langsung turun.
Karena itu, ketika ia merenovasi pabriknya, mereka langsung meminta The Halal Science Center untuk mendesainkan standar halal sekaligus mengawasi renovasi pabriknya. Kini, industri makanan di Thailand makin banyak yang berkepentingan dengan standarisasi dan sertifikat halal.
Tampaknya memang diperlukan seorang ilmuwan dan pemerintah yang menggarap sertifikasi dan standarisasi hal di negeri kita. Agar tidak semakin ketinggalan negeri lain seperti Thailand. (Arif Afandi)