Kurban untuk Emak, Kisah Mendebarkan Sambut Idul Adha
Puncak dari lelucon adalah keharuan. Puncak keharuan adalah humor gelap (black humor). Yang bisa bikin seseorang menangis. Sindiran khas untuk melunakkan hati yang membatu.
Kisah ini diceritakan seorang pedagang hewan kurban pada Idul Adha tahun lalu. Tentang sebuah kejadian yang membuat hatinya amat tersentuh.
Berikut kisahnya:
Seorang perempuan datang memperhatikan dagangan saya. Dilihat dari penampilannya sepertinya tidak akan mampu membeli. Namun tetap saya coba hampiri dan menawarkan kepadanya.
"Silakan bu..!"
Lantas ibu itu menunjuk salah satu kambing termurah sambil bertanya : "Kalau yang itu berapa Pak?"
"Yang itu Rp 1.700.000.- bu" jawab saya.
"Harga pasnya berapa?" tanya kembali si Ibu.
"Rp 1.600.000.- deh, harga segitu untung saya kecil, tapi biarlah" jawab saya.
"Tapi, uang saya hanya Rp 1.500.000.- boleh pak." pintanya.
Waduh, saya bingung, karena itu harga modalnya. Lalu saya berembuk dengan teman sampai akhirnya diputuskan diberikan saja dengan harga itu kepada ibu tersebut.
Saya pun mengantar hewan kurban tersebut sampai ke rumahnya.
Begitu tiba di rumahnya. Astaghfirullah..., Allahu Akbar... terasa menggigil seluruh badan karena melihat keadaan rumah ibu itu. Rupanya ibu itu hanya tinggal bertiga, dengan ibunya dan puteranya di rumah gubuk reot berlantai tanah tersebut.
Saya tidak melihat tempat tidur kasur, kursi ruang tamu, apalagi perabot mewah atau barang-barang elektronik. Yang terlihat hanya dipan kayu beralaskan tikar dan bantal lusuh. Di atas dipan, tertidur seorang nenek tua kurus.
"Mak, bangun mak. Nih lihat saya bawa apa?" kata ibu itu pada nenek yang sedang rebahan sampai akhirnya terbangun.
"Mak, saya sudah belikan emak kambing buat kurban, nanti kita antar ke masjid ya mak." kata ibu itu dengan penuh kegembiraan.
Si nenek sangat terkaget. Tapi nampak jelas raut bahagia di wajahnya. Ia segera berjalan keluar dengan langkah yang gontai karena usianya yang senja.
Sambil mengelus-elus kambing, nenek itu berucap: "Alhamdulillah, akhirnya kesampaian juga kalau emak mau berkurban."
"Nih Pak, uangnya. Maaf ya kalau saya nawarnya kemurahan. Karena saya hanya kuli nyuci di kampung sini. Saya sengaja mengumpulkan uang untuk beli kambing yang akan diniatkan buat kurban atas nama emak saya." Begitula tutur ibu muda itu.
Kaki ini bergetar, dada terasa sesak, sambil menahan tetes air mata, saya berdoa: Ya Allah, ampuni dosa hamba, hamba malu berhadapan dengan hamba-Mu yang pasti lebih mulia ini, seorang yang miskin harta namun kekayaan imannya begitu luar biasa.
"Pak, ini ongkos kendaraannya," panggil ibu itu.
"Sudah bu. Biar ongkos kendaraanya saya yang bayar," kata saya sambil menyembunyikan mata saya yang sudah berkaca-kaca.
Saya cepat pergi sebelum ibu itu tahu kalau mata ini sudah basah karena tak sanggup mendapat teguran dari Allah sudah mempertemukan dengan hamba-Nya yang dengan kesabaran, ketabahan dan penuh keimanan ingin memuliakan orangtuanya meski dengan segala keterbatasan ekonominya. Masya Allah !!
Sederhana Menjadi Mulia
Untuk mulia ternyata tidak perlu harta berlimpah, jabatan tinggi apalagi kekuasaan.
Kita bisa belajar keikhlasan dari ibu itu untuk menggapai kemuliaan hidup, bukan untuk dirinya, tapi demi Ibunda tercintanya.
Berapa banyak di antara kita yang diberi kecukupan penghasilan, namun masih saja ada keengganan untuk berkurban.
Padahal bisa jadi harga handphone, jam tangan, tas, ataupun aksesoris yang menempel di tubuh kita harganya jauh lebih mahal dibandingkan seekor hewan kurban.
Namun selalu kita sembunyi dibalik kata tidak mampu atau tidak dianggarkan.
Semoga kisah ini ada manfaatnya.
Aamiin Ya Rabbal Alamin
"Semoga menjadi kebaikan bagi kita semua.
Yaa Allah!
Mudahkanlah urusan orang yang membaca ini...
Aamiin Yaa Rabbal Alamin".
Demikian doa disampaikan Amrin Pembolos, tokoh lelucon kita.