Kurangi Pencemaran Sampah, Siswa SD di Sidoarjo Budidaya Maggot
Tak disangka, Callysta Kusuma Azalia, seorang bocah yang masih belajar di bangku kelas 4 Sekolah Dasar (SD) ini mempunyai ide kreatif untuk mengurangi pencemaran sampah organik.
Bocah berusia 9 tahun itu berhasil membudidayakan maggot atau larva lalat hitam yang biasa disebut Black Soldier Fly (BSF). Budidaya maggot ia lakukan di rumahnya yang berada di Komplek Perumahan Griya Permata Gedangan, Sidoarjo.
Selain maggot, Tita panggilan akrabnya juga membudidayakan ikan lele dalam ember dan sayuran kangkung aquaponik.
Finalis Putri Lingkungan Hidup tahun 2022 tersebut, membuat satu siklus budidaya yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan limbah rumah tangga atau sampah organik, di sekitar rumahnya. Limbah itu sebagai bahan makanan untuk budidaya maggot.
“Jadi dari sampah organik yang saya dapat dari lingkungan sekitar rumah. Biasanya ada sisa sayur, buah, nasi dan masih banyak lagi. Nah itu bisa dibuat bahan dasar untuk makanan maggot,” ujar Tita saat ditemui di rumahnya.
Tita menjelaskan, siklus yang dibangun berawal dari Budikdamber atau budidaya ikan dalam ember yang dipadukan dengan menanam kangkung secara aquaponik, yang diletakkan di atas ember lele.
"Mulanya sampah organik dipilah dan dicacah terlebih dahulu lalu digiling. Nah, itu baru menjadi makanan maggot. Kemudian maggot yang siap panen dijadikan makanan utama ikan lele, sementara kangkung yang ditanam di atasnya mendapat nutrisi dari kotoran lele," jelasnya.
Semua hasil budidaya yang dilakukan Tita sangat bermanfaat. Mulai dari maggot, ikan lele hingga tanaman kangkung aquaponik. Ia mengatakan, panen kangkung dapat dilakukan antara 14-21 hari, sedangkan lele dalam ember dapat dipanen 2 bulan sekali.
"Setelah tetangga tahu kalau kami budidaya maggot, lingkungan sekitar RT, sekarang ini setor sampah organik langsung ke rumah. Nah, hasil panen kangkung sama ikan lele, kami bagikan ke tetangga sekitar," imbuh Tita.
Guru pembimbing Tita, yaitu Tri Wahyuningtyas,41, tahun, mengatakan, banyak tantangan yang dihadapi saat mengenalkan dan membimbing anak tentang pentingnya menjaga lingkungan, dengan memanfaatkan sampah organik.
"Kita masuk dalam dunia anak-anak, maka kita harus siap seperti anak-anak. Jadi kita harus merasakan apa yang mereka rasakan, mulai bosan, semangat mulai turun dan sebagainya itu yang harus kita pahami. Jadi naik turun dalam pembinaan anak itu hal biasa," bebernya.
Tri menyampaikan, anak-anak yang dibimbingnya kelak dapat mengerti akan pentingnya menjaga lingkungan dengan cara merawat, dan memanfaatkannya kembali sebagai hal yang bernilai di tengah masyarakat.
“Saya ndak pernah menarget apapun dari mereka. Murid itu akan meniru apa yang dilakukan gurunya. Jadi ketika saya bilang jangan gunakan plastik, ya minimal saya yang harus menjadi contoh untuk tidak membawa plastik,” tegas Tri.
Tri berharap, dengan adanya budidaya maggot, lele, dan tanaman kangkung aquaponik, menjadikan Tita jadi pioneer di tengah masyarakat untuk menggaungkan pengurangan sampah organik.