Sarung Tangan Alami dari Limbah Kulit Udang dan Daun Jambu Biji

Lima mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menggagas sarung tangan lateks ramah lingkungan. Bahan yang dipakai pun alami. Hal ini bertujuan untuk mengatasi limbah alat-alat medis yang meningkat di masa pandemi Covid-19. Sarung tangan ramah lingkungan ini digagas oleh Ahmad Fahmi Prakoso, Wildan Muhammad Mursyid, Dewi Setiyaningsih, Edo Danilyan, dan Bethari Auchenfloretta.
"Inovasi ini muncul karena meningkatnya penggunaan sarung tangan lateks untuk kebutuhan medis. Penggunaan lateks yang pada umumnya berbahan dasar plastik ini dapat mencemari lingkungan tanah dan air laut. Apalagi jika pengelolaannya dilakukan dengan kurang tepat,” kata ketua tim Fahmi Prakoso.
Fahmi memaparkan, lateks yang kerap dipakai memiliki komposisi zat yang sulit untuk terurai, seperti karet. Tidak hanya itu, lateks juga dapat menyebabkan alergi kulit karena tingginya kandungan protein yang ada di dalamnya. Zat kimia yang menyusunnya pun bersifat toksik.
“Pembuatannya juga menggunakan amonia, sehingga limbahnya dapat merusak lingkungan,” tambahnya.
Fahmi dkk lantas menggagas sebuah inovasi terkait penggunaan lateks yang ramah lingkungan. Lateks tersebut memiliki sifat mekanik yang sama, tetapi zat penyusunnya tidak menyebabkan alergi bagi kulit. Sehingga memberikan kenyamanan bagi pengguna.
Mahasiswa Departemen Teknik Material dan Metalurgi ITS ini menyampaikan, bahan-bahan alami yang digunakan berasal dari pati sagu, limbah kulit udang, dan daun jambu biji. Alasan menggunakan bahan tersebut karena stok yang melimpah dan pemanfaatannya yang masih terbatas.
“Kami melihat semua bahan itu berpeluang dan memiliki kelebihan, tetapi tidak dimanfaatkan dengan baik,” tutur Fahmi.
Fahmi menerangkan, pati sagu digunakan karena zat tersebut memiliki sifat yang mudah terurai. Sagu juga memiliki kadar pati paling tinggi dibandingkan sumber karbohidrat lain. Lalu, daun jambu biji mengandung tanin yang dapat mengikat protein penyebab alergi. Adapun limbah kulit udang digunakan karena memiliki zat kitosan yang bersifat antibakteri.
Mahasiswa angkatan 2018 ini menegaskan bahwa lateks ramah lingkungan yang digagas timnya tersebut memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan produk lain. Menurutnya, lateks ramah lingkungan lain berfokus pada penguraiannya saja, tetapi tidak memperhatikan sifat mekanik bahan, antibakteri, dan zat pengikat protein alergi.
“Hal itulah yang menjadi kelebihan lateks kami,” ujarnya.
Berkat gagasannya tersebut, karya tulis tim ini berhasil menjuarai lomba berskala internasional. Tim ini berhasil meraih medali perak pada ajang ASEAN Innovation Science and Entrepreneur Fair (AISEEF) 2021 kategori Enviromental Science yang diadakan Februari lalu.
Advertisement